Soal Usulan Ambang Batas Parlemen jadi 7 Persen, Partai Buruh Tegas Menolak, PPP: Sumbat Demokrasi
Sejumlah anggota DPR mengikuti rapat paripurna ke-12 penutupan masa persidangan III tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Partai Buruh dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengomentari usulan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar tujuh persen. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 
12:31
9 Maret 2024

Soal Usulan Ambang Batas Parlemen jadi 7 Persen, Partai Buruh Tegas Menolak, PPP: Sumbat Demokrasi

- Partai Buruh dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengomentari usulan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar tujuh persen.

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin, secara tegas menolak usulan tersebut.

"Kami menolak ide itu dan menyayangkan ada politisi yang inkonstitusional cara berpikirnya," kata Said ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (8/3/2024).

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 116, di situ dinyatakan parliamentary threshold empat persen konstitusional pada Pemilu 2024, tetapi inkonstitusional pada Pemilu 2029.

Lebih lanjut, MK mengamanatkan supaya DPR mengubah persentase ambang batas parlemen sebelum Pemilu 2029.

Oleh sebab itu, Said menilai usulan ambang batas parlemen sebesar tujuh persen itu tak ada urgensinya.

Menurutnya, usulan tersebut tak sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh MK di mana parliamentary threshold sebesar empat persen dinilai terlalu tinggi.

"Itu (usulan PT 7 persen) hanya keluar dari orang yang enggak mau berpikir. Dia tahu MK baru mengatakan 4 persen aja ketinggian, kok dia bilang sekarang 7 persen."

"Zaman dulu, pertama kali NasDem ikut pemilu, berharap parliamentary threshold-nya rendah. Begitu sekarang posisi agak lumayan, enggak pingin orang lain ikutan. Enggak boleh ada wakil rakyat dari partai lain," sambungnya.

Adapun, Said mengusulkan supaya ambang batas parlemen menjadi nol persen alias dihapuskan.

Menurutnya, ambang batas parlemen seharusnya tidak membatasi keterpilihan calon legislatif (caleg) di satu (daerah pemilihan) dapil hanya karena suara partainya tidak meraih suara minimal empat persen.

"Yang benar adalah PT ke depan harus dihapuskan. Apakah konstitusional kalau 0 persen? Konstitusional," ucapnya.

Sementara itu, Juru Bicara DPP PPP, Usman M Tokan, menilai usulan ambang batas parlemen sebesar tujuh persen berpotensi menyumbat demokrasi.

Besaran tersebut, membuat keterwakilan dibatasi dan partisipasi masyarakat untuk menetapkan pilihan politik menjadi berkurang.

"Itu sama aja menyumbat demokrasi, keterwakilan menjadi dibatasi," kata Usman ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat.

Di satu sisi, sambungnya, ada keinginan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih.

Namun, di sisi lain usulan angka tujuh persen itu malah menghambat partisipasi masyarakat.

"Karena kalau jumlah partainya sedikit dan masyarakat enggak suka, maka pilihannya adalah lebih baik tidak memilih," tegasnya.

Ia menilai seharusnya usulan ambang batas itu tak hanya ditentukan untuk kelompok tertentu saja.

"Jangan kita mengusulkan sesuatu itu hanya karena kepentingan kelompok dan tidak mempertimbangkan dampaknya, harusnya pemimpin itu berpikir lebih integralistik," ungkapnya.

Usulan Ambang Batas 7 Persen

Sebelumnya, usulan angka tujuh persen itu disampaikan oleh Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto.  

Ia mengaku tak sepakat ambang batas parlemen diubah dari empat persen.

Sugeng menyebut, partainya justru ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka tujuh persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.

"Ambang batas parlemen diperlukan agar ketertiban suara di DPR lebih terfokus dan tidak menjadi ajang kekuasaan Parpol, 7 persen angka yang rasional, agar parlemen diisi oleh dominasi dukungan publik," kata Dedi ketika dihubungi, Kamis (7/3/2024).

Menurutnya, dibandingkan menghapus ambang batas parlemen, lebih baik menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Berbeda halnya dengan presiden, justru yang perlu dihapus adalah ambang batas presiden."

"Hal ini karena presiden mewakili langsung publik, sementara parlemen tidak, mereka mewakili parpol," tegasnya.

(Tribunnews.com/Deni/Ibriza Fasti Ifhami)

Editor: Suci BangunDS

Tag:  #soal #usulan #ambang #batas #parlemen #jadi #persen #partai #buruh #tegas #menolak #sumbat #demokrasi

KOMENTAR