Eks Mensos Juliari Batubara Akui Pakai Dana Fakir Miskin Tutupi Anggaran Distribusi Bansos Rp 500 M
Eks Mensos, Juliari Batubara sebagai saksi dalam persidangan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial tahun 2020 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024). 
19:49
6 Maret 2024

Eks Mensos Juliari Batubara Akui Pakai Dana Fakir Miskin Tutupi Anggaran Distribusi Bansos Rp 500 M

- Eks Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara mengungkap adanya pembengkakan anggaran untuk kebutuhan distribusi bantuan sosial (bansos) beras bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2020.

Pembengkakan anggaran itu mencapai hampir Rp 500 miliar.

Hal itu terungkap saat Juliari menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi penyaluran bansos beras, Rabu (6/3/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Kalau untuk perencanaannya, bapak tahu ada perubahan rencana anggaran transporter yang sebelumnya 112 miliar menjadi 600 miliar?" tanya jaksa penuntut umum pada KPK.

"Ya itu saya tahu pak," kata Juliari.

Dari kekurangan dana itu, Juliari kemudian memerintahkan agar anak buahnya mencarikan sumber tambahan.

"Arahan saya ya tolong segera diinikan saja, dicari anggarannya," ujarnya.

Rupanya anggaran tersebut diambil dari Direktorat Jenderal Fakir Miskin.

Total yang dialokasikan untuk distribusi bansos beras tersebut mencapai Rp 500 miliar.

"Bapak tahu tidak penambahan anggaran transporter diambil dari Dirjen Fakir Miskin? Kan butuh tambahannya anggaran 500 miliar," kata jaksa.

"Saya ingat pak kalau itu karena itu refocusing dari anggaran yang ada," kata Juliari.

Adapun pihak transporter dalam bansos beras ini telah duduk di kursi terdakwa, yakni mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo.

Dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Kuncoro Wibowo atas perbuatannya yang diduga mengkorupsi bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial tahun 2020.

Menurut jaksa dalam dakwaannya, perbuatan eks Dirut perusahaan pelat merah itu disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 127 miliar.

"Terdakwa Muhamad Kuncoro Wibowo sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp 127.144.055.620," kata JPU KPK dalam dokumen dakwaannya.

Kerugian negara itu lantaran Rp 127 miliar mengalir ke pihak-pihak yang tidak berhak, yakni

  • Mantan Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan, April Churniawan sebanyak Rp 2.939.748.500.
  • Tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren dan anggota tim penasihat PT PTP, Roni Ramdani yang juga bagian dari PT BGR sebanyak Rp 121.804.307.120.
  • General Manager PT PTP, Richard Cahyanto sebanyak Rp 2.400.000.000.

Nilai tersebut sudah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.

Menurut jaksa KPK, Kuncoro bersama Budi Susanto selaku Direktur Komersil PT BGR, April Churniawan, Ivo Wongkaren, Roni Ramdani, dan Richard Cahyanto bekerja sama merekayasa penunjukan PT PTP sebagai konsultan PT BGR.

Dalam hal ini PT BGR yang saat itu belum dimerger dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) ditunjuk Kementerian Sosial untuk pekerjaan penyaluran bansos beras KPM dan PKH.

"Merekayasa pekerjaan konsultasi dengan menunjuk PT PTP sebagai konsultan PT BGR dalam pekerjaaan penyaluran BSB untuk KPM PKH dari Kemensos tahun 2020, padahal pekerjaan konsultasi tersebut tidak diperlukan," katanya.

Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 ayat 1 subsidair Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #mensos #juliari #batubara #akui #pakai #dana #fakir #miskin #tutupi #anggaran #distribusi #bansos

KOMENTAR