Bawaslu Minta Publikasi Sirekap Dihentikan Sampai Kesalahan Data dan Sistem Diperbaiki
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja (tengah) bersama anggota Lolly Suhenty (kiri), dan Puadi (kanan) saat konferensi pers di Media Center Bawaslu, Jakarta, Kamis (15/2/2024). (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)
13:08
19 Februari 2024

Bawaslu Minta Publikasi Sirekap Dihentikan Sampai Kesalahan Data dan Sistem Diperbaiki

– Di tengah banyaknya persoalan dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk menghentikan proses penghitungan suara manual berjenjang di sebagian daerah. Saat ini penghitungan tengah berlangsung di level kecamatan.

Kebijakan penghentian rekapitulasi itu diketahui dari surat instruksi yang dikeluarkan beberapa KPU kabupaten/kota kepada jajaran panitia pemilihan kecamatan (PPK).

Dalam surat itu dijelaskan, sesuai arahan KPU pada 18 Februari 2024, jadwal pleno PPK harus ditunda sampai 20 Februari 2024.

Hingga berita ini ditulis tadi malam, KPU belum memberi konfirmasi dan penjelasan soal kebijakan itu. Namun, menurut informasi yang diperoleh Jawa Pos dari beberapa anggota KPU daerah, memang ada penghentian untuk sebagian daerah.

Sejumlah parpol juga telah mendapat informasi serupa dari jajarannya di daerah. Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengatakan, Partai Buruh menerima laporan dari banyak pengurus daerah bahwa ada penghentian proses rekap di kecamatan oleh PPK kemarin (18/2). Alasannya, terjadi error pada Sirekap.

Said menilai alasan itu janggal. Sebab, proses rekap manual dan Sirekap merupakan dua entitas berbeda dan tak boleh saling memengaruhi. ”Ini membuat kami bingung. Kenapa munculnya permasalahan pada Sirekap membuat proses rekapitulasi harus ditunda?” ujarnya.

Informasi penghentian rekapitulasi suara di kecamatan juga didapat politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus. Anggota DPR yang juga caleg PDIP dari dapil Kalimantan Utara itu mengatakan, penghentian rekapitulasi tidak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan Komisi II DPR.

Dia pun meminta KPU memberi penjelasan atas perintah penghentian proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. ”Sebab, muncul dugaan upaya tersistematis untuk mengakali suara hasil pemilu demi meloloskan salah satu parpol tertentu pesanan penguasa ke parlemen,” tudingnya.

Deddy mengatakan, penghentian proses rekapitulasi sah saja dilakukan KPU. Namun, syaratnya, ada kondisi force majeure. Misalnya, gempa bumi atau kerusuhan massa.

Dia mendapat informasi bahwa alasan penghentian rekapitulasi karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. ”Padahal, Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang atau C1 manual,” kata Deddy.

Kalaupun alasannya force majeure, lanjut Deddy, seharusnya penghentian rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak. ”Misal gempa bumi atau kerusuhan terjadi di daerah A, maka penghentian rekapitulasi hanya terjadi di daerah A. Ini kok ada informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia,” urainya.

Karena itu, muncul analisis dan kecurigaan publik bahwa ada motif tertentu di balik penghentian itu. Yakni, menyangkut persaingan ketat PDIP dengan Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di pemilu. Sebab, peraih kursi terbanyak akan mendapat jatah ketua DPR.

Menurut dia, jumlah suara dua partai itu berimpitan. Dari sisi jumlah suara, PDIP memang teratas. Tapi, terkait jumlah kursi, hal itu berkaitan dengan sebaran suara yang menghasilkan kursi. ”Ada peluang kecil Golkar bisa didorong mendapat jumlah kursi terbanyak. Itu dugaan pertama yang banyak dibahas di bawah,” jelas Deddy.

Dugaan kedua, terkait salah satu parpol yang sebenarnya tidak lolos parliamentary threshold, tapi akan dipaksakan lolos ke parlemen. Partai itu disebut-sebut masih dekat dengan Istana. ”Saya dengar ada operasi agar suara partai kecil diambil untuk dialihkan. Terutama Partai Perindo, Gelora, dan Partai Ummat,” katanya.

Untuk mengatasi kesimpangsiuran itu, Deddy berharap KPU memberi penjelasan. Jika dibiarkan, akan banyak yang menduga KPU sedang melakukan kejahatan pemilu.

Sementara itu, Bawaslu secara resmi meminta KPU menghentikan publikasi hasil pemilu di Sirekap untuk sementara. Hal itu disampaikan Bawaslu melalui surat resmi ke KPU kemarin.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam suratnya meminta KPU memperbaiki data Sirekap. Selain itu, KPU diminta menjelaskan ke publik bahwa Sirekap bukan hasil resmi. ”Itu saran perbaikan kami,” katanya saat dikonfirmasi tadi malam. Bagja meminta Sirekap ditampilkan kembali saat data telah akurat.

Hilangnya jumlah suara yang terekam di Sirekap juga dirasakan caleg DPR dari dapil Jatim I Indah Kurnia. Hingga kemarin, jumlah suara yang hilang disebut mencapai 3.005 suara. Besarnya suara yang hilang berbanding terbalik dengan jumlah TPS yang telah menginput data.

Hingga kemarin sore, caleg PDIP itu mendapat dukungan dari 16.252 suara. Dengan progres data masuk sebanyak 6.498 TPS dari total 13.733 TPS. Atau baru masuk 47,32 persen. Namun, angka itu berkurang dibanding data Sirekap pada 17 Februari pukul 16.40. Waktu itu Indah mendapat 19.257 suara. ”Tapi, tidak lama langsung turun. Pada 17 Februari pukul 18.30 menjadi 18.753,” ujar Syerly Ade Kuntho, ketua Timses Indah Kurnia.

Menurut Ade, perolehan suara Indah kembali turun pukul 19.30. Menjadi 16.252. Jumlah itu tidak berubah lagi sampai sekarang. ”Yang kami lihat, penurunan bukan hanya di kami. Suara caleg lain mulai dari Indah Kurnia ke bawah juga turun. Tapi, caleg nomor 1 dan 2 bertambah,” paparnya. (far/lum/mia/syn/gal/c18/oni)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #bawaslu #minta #publikasi #sirekap #dihentikan #sampai #kesalahan #data #sistem #diperbaiki

KOMENTAR