Said Abdullah Soroti Wacana Pilkada lewat DPRD, Usulkan Perkuat Penegakan Hukum”
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah.(Dok. PDI-P Jatim)
20:22
22 Desember 2025

Said Abdullah Soroti Wacana Pilkada lewat DPRD, Usulkan Perkuat Penegakan Hukum”

- Wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menjadi sorotan.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah menilai wacana tersebut perlu dikaji secara mendalam.

“Jangan sampai kita membuat kebijakan berdasarkan selera politik sesaat. Kajian mendalam digunakan agar sebuah kebijakan menjawab akar masalah dan didasarkan pada kepentingan publik lebih luas,” ujar Said dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (22/12/2025).

Ia mengakui bahwa pilkada langsung selama ini menghadapi sejumlah kendala, salah satunya tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh kandidat.

Namun, menurut Said, esensi pilkada langsung terletak pada keterlibatan rakyat secara langsung dalam memilih pemimpin daerah.

Jika diganti DPRD, kata dia, aspirasi rakyat bisa terdistorsi karena DPRD dan masyarakat memiliki perspektif berbeda mengenai figur kepala daerah.

“Untuk mengurai masalah tingginya biaya pilkada tidak serta-merta bisa diselesaikan dengan menggelar pilkada lewat DPRD. Itu jumping conclusion,” tegas Said. 

Ia menekankan bahwa solusi mengatasi mahalnya pilkada dapat ditempuh melalui revisi Undang-Undang (UU) Pilkada dengan memperkuat penegakan hukum terhadap politik uang.

“Sosialisasi mengenai tingginya biaya pilkada langsung akan sia-sia jika tidak diiringi perbaikan pada sistem penegakan hukumnya. Kita perlu criminal justice system dalam konteks pelanggaran pemilihan umum (pemilu) yang didominasi politik uang,” ujarnya.

Peran Bawaslu harus diperkuat

Said menekankan peran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus diperkuat.

Menurutnya, Bawaslu perlu memiliki aparat penyidik independen atau melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) khusus untuk menangani politik uang.

"Pemberi dan penerima politik uang dapat dikenai sanksi pidana lebih berat, sementara kandidat yang terlibat dibatalkan pencalonannya,” kata Said.

Selain itu, Said mengusulkan pembentukan badan ad hoc di setiap daerah, melibatkan KPK, Bawaslu, akademisi, dan praktisi hukum sebagai penyidik sementara untuk mengawasi praktik politik uang, terutama saat pilkada serentak.

Menurutnya, langkah ini penting agar aparat yang kredibel dan cukup banyak dapat menangani praktik politik uang yang masif dan sistematis.

“Pembenahan hukum akan menimbulkan efek jera, baik bagi pemberi maupun penerima politik uang, sehingga memperbesar peluang kemenangan bagi kandidat yang mengeluarkan biaya lebih rendah,” kata Said.

Edukasi masyarakat kunci cegah politik uang

Dari sisi masyarakat, Said menekankan pentingnya edukasi mengenai dampak negatif politik uang.

Masyarakat harus memahami bahwa menerima politik uang merupakan tindak pidana yang merusak demokrasi serta mengurangi peluang daerah mendapatkan pemimpin berintegritas dan jujur.

Oleh karena itu, Said mengajak semua pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, perguruan tinggi, organisasi, hingga tokoh sosial, untuk menyuarakan voter education guna membentuk pemilih cerdas.

“Saya yakin jika kedua langkah ini dijalankan serius dan berkelanjutan, persoalan biaya pilkada yang mahal dapat diantisipasi. Ini bukan bim salabim sekali jadi (solusi instan), butuh proses, dan kita optimistis hal itu bisa berjalan dengan baik,” jelasnya.

Said menambahkan, kunci sukses mengurai politik uang terletak pada komitmen bersama pemimpin politik, tokoh masyarakat, akademisi, budayawan, dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam membangun demokrasi di daerah.

Tag:  #said #abdullah #soroti #wacana #pilkada #lewat #dprd #usulkan #perkuat #penegakan #hukum

KOMENTAR