Saksi Sebut Rp 11,03 M untuk Menantu Eks Sekretaris MA bukan Gratifikasi, tapi Fee Bikin IUP
Pengusaha swasta Liyanto saat bersaksi dalam sidang dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU oleh Eks Sekretaris MA Nurhadi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025)(Shela Octavia)
13:46
22 Desember 2025

Saksi Sebut Rp 11,03 M untuk Menantu Eks Sekretaris MA bukan Gratifikasi, tapi Fee Bikin IUP

- Saksi Liyanto mengatakan, uang Rp 11,03 miliar yang diberikan keluarganya kepada Rezky Herbiyono, menantu dari eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, untuk mengurus sertifikat clean and clear (CNC) tambang di Kalimantan Timur.

Hal ini Liyanto sampaikan ketika dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Liyanto merupakan seorang pengusaha swasta. Ia adalah anak dari Bambang Harto Tjahjono (almarhum) dan kakak dari Hindria Kusuma.

Dalam dakwaan, keluarga Liyanto disebut pernah memberikan uang Rp 11,03 miliar.

JPU menilai, uang ini merupakan gratifikasi karena saat itu, keluarga Liyanto tengah bersengketa dengan seseorang bernama Rudy Ong terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur (Kaltim).

Tapi, dalam sidang, Liyanto mengaku tidak tahu banyak soal pengurusan perkara ini. Ia mengaku hanya mendapat cerita karena hubungan kasus ini lebih banyak diurus oleh ayah atau adiknya.

Kronologi Versi Saksi

Berdasarkan cerita yang didengarnya, Liyanto mengatakan kalau Rezky membantu ayahnya mengurus surat CNC untuk tambang di Kaltim.

“Papa saya dibantu oleh Rezky untuk ngurus CNC, clean and clear. Itu saya lupa tahunnya. (Aturan pemerintah saat itu) yang punya sekian IUP, harus pakai CNC, dikasih batas waktu. Itu dibantu Rezky,” ujar Liyanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).

Liyanto mengatakan, ia mengenal Rezky sebagai seorang konsultan. Tapi, ia sudah lupa di mana Rezky bekerja.

Keduanya diperkenalkan oleh seorang teman yang merupakan pebisnis tembakau. Perkenalan ini terjadi tahun 2012 di Surabaya.

Jaksa menggali kembali terkait jumlah uang yang ditransfer keluarga Liyanto untuk Rezky.

“Saya lupa-lupa ingat, tapi kalau enggak salah, itu jumlahnya ... Kan itu 6 IUP, 1 IUP kalau enggak salah Rp 1,5 atau 2 (miliar) jadi dikali 6,” jawab Liyanto.

“Jadi sekitar Rp 11 miliar ya?” tanya jaksa, memastikan.

“Sekitar segitu,” jawab Liyanto.

Jaksa kembali mencecar Liyanto soal transfer uang Rp 11 miliar lebih kepada Rezky.

Liyanto mengatakan, uang itu sudah merupakan biaya konsultasi dan operasional untuk mengurus CNC.

“Jadi, itu biaya konsultasi sama operasionalnya. Jadi, saya enggak kasih lagi dia, untuk dia bolak-balik ke Kaltim atau apa, enggak. Itu sudah semua,” jelas Liyanto.

Pada saat pengurusan IUP itu, keluarga Liyanto memang tengah bersengketa dengan Rudy Ong.

Liyanto menjelaskan sekitar tahun 2011/2012, ia membeli enam IUP di Kaltim dari Rudy Ong.

Kemudian, pada tahun 2013, Liyanto mengetahui ia telah ditipu oleh Rudy Ong.

IUP yang sudah dibeli keluarga Liyanto ternyata dijual kembali oleh Rudy Ong ke sebuah perusahaan di Singapura dan nama keluarga Liyanto sudah tidak tercatat sebagai pemilik IUP.

Setelah mengetahui hal ini, keluarga Liyanto pun menggugat Rudy Ong secara perdata.

Liyanto mengatakan, keluarganya sudah membayar sekitar Rp 50-60 miliar untuk 6 IUP dari Rudy Ong. Angka ini belum termasuk biaya CNC untuk Rezky.

Dalam dakwaan, perkara perdata antara keluarga Liyanto dan Rudy Ong ini diduga menjadi salah satu kasus yang ditangani oleh Nurhadi.

Jaksa menyebutkan, pada Juli 2013-November 2014, Nurhadi menerima gratifikasi secara bertahap dari pihak keluarga Liyanto, yaitu Hindria Kusuma, Bambang Harto Tjahjono (Alm) dan PT Sukses Abadi Bersama terkait perkara perdata yang bergulir di PN Jakarta Utara dan PN Jakarta Pusat.

Total uang yang diterima adalah Rp 11,03 miliar.

Sementara, untuk kasus terbaru, Nurhadi dijerat dengan dua dugaan tindak pidana, yaitu gratifikasi senilai Rp 137,1 miliar dan juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 307,2 miliar.

Atas perbuatannya ini, Nurhadi dijerat dengan pasal berlapis.

Nurhadi Sudah Divonis

Untuk tindak pidana gratifikasi, Nurhadi disebutkan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sementara, untuk TPPU yang dilakukannya, Nurhadi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, pada tahun 2021, Nurhadi sudah terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah kepengurusan perkara.

Saat itu, ia divonis 6 tahun penjara setelah terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.

Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Tag:  #saksi #sebut #1103 #untuk #menantu #sekretaris #bukan #gratifikasi #tapi #bikin

KOMENTAR