Daftar Ketua Umum MUI dari Masa ke Masa
- Kiai Anwar Iskandar terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia periode 2025-2030 dalam Musyawarah Nasional Ke-11 Majelis Ulama Indonesia di Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/11/2025).
Kiai Anwar dipilih oleh dewan formatur yang dibentuk dalam Munas tersebut.
"Untuk Ketua Umum, KH Anwar Iskandar," ujar Sekjen MUI 2020-2025, Amirsyah Tambunan, saat sidang pleno Munas XI MUI, Jakarta Utara, Sabtu.
Pengumuman pengukuhan Anwar Iskandar sebagai Ketum MUI sempat dijadwalkan pukul 21.00 WIB.
Namun, pengumuman tersebut molor 1 jam 30 menit.
Pengumuman kepengurusan baru yang melanjutkan kepemimpinan Anwar Iskandar ini baru diumumkan pukul 22.30 WIB.
Prof. Dr. Hamka (1977–1981)
Prof. Dr. Hamka mempunyai nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah, lebih dikenal sebagai Hamka.
Putra sulung pasangan ulama terkemuka Dr. Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah ini lahir di Maninjau, Sumatra Barat, 17 Februari 1908.
Sejak muda, Hamka menempuh jalan pendidikan yang tak lazim. Tak satu pun sekolah formal ia tamatkan.
Ia memilih belajar dengan caranya sendiri, yakni membaca apa saja yang bisa dijangkaunya dan berguru langsung kepada para ulama serta tokoh pergerakan, dari Sumatra Barat, Jawa, hingga Makkah.
Di kemudian hari, Hamka tampil bukan hanya sebagai ulama.
Ia dikenal sebagai penulis produktif, budayawan, sekaligus tokoh politik yang kiprahnya melampaui batas generasi.
Pada 1975, ia dipercaya menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, menandai peran pentingnya dalam kehidupan keagamaan nasional.
Sepanjang hidupnya, Hamka dianugerahi sejumlah penghargaan, termasuk gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar dan Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama.
Ia wafat pada Jumat, 24 Juli 1981, meninggalkan jejak pemikiran yang kuat dalam pendidikan, sastra, dan pengembangan wacana Islam di Indonesia.
Di dunia kepenulisan, nama Hamka abadi lewat karya-karya seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Novel-novel itu tak hanya menegaskan kemampuannya bercerita, tetapi juga menampilkan potret kehidupan dan nilai-nilai masyarakat Minangkabau pada zamannya.
Melalui karya dan gagasannya, Hamka terus hidup sebagai salah satu putra terbaik bangsa.
KH. Syukri Ghozali (1981–1983)
KH Syukri Ghozali dikenal sebagai ulama alim nan sederhana yang dipercaya memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah kepemimpinan Prof. Dr. Hamka berakhir.
Tokoh Nahdlatul Ulama yang lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 6 Desember 1906 itu mulai menjabat sebagai Ketua Umum MUI pada 1981.
Setahun kemudian, kepemimpinannya dikukuhkan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 1982.
Masa pengabdiannya terbilang singkat, hanya dua tahun, sebelum kemudian estafet kepemimpinan beralih kepada KH Hasan Basri pada 1984.
Dikenal sebagai pakar ushul fikih, Kiai Syukri wafat pada 20 September 1984 di kediamannya di Tebet, Jakarta Selatan, akibat serangan jantung.
Pengabdiannya yang tenang dan bersahaja tetap dikenang dalam sejarah perjalanan MUI.
KH. Hasan Basri (1984–1998)
KH Hasan Basri merupakan ulama Muhammadiyah yang memegang tampuk kepemimpinan MUI selama lebih dari satu dekade.
Ia lahir pada 20 Agustus 1920 di Muara Teweh, Barito Utara, Kalimantan Tengah, dari pasangan Muhammad Darun dan Siti Fatimah binti Haji Abdullah.
Kiai Hasan Basri tercatat sebagai Ketua Umum MUI terlama, menjabat selama tiga periode.
Ia pertama kali terpilih dalam Munas MUI ketiga untuk periode 1985–1990.
Kepemimpinannya kemudian berlanjut setelah kembali dipercaya melalui Munas keempat (1990–1995) dan Munas kelima (1995–2000).
Namun, masa jabatan ketiganya tidak tuntas karena ia wafat pada 8 November 1998.
Selama memimpin MUI sejak 1984, sosoknya dikenang sebagai figur ulama yang teguh, moderat, dan berpengaruh dalam pengembangan fatwa serta kehidupan keumatan di Indonesia.
Prof. KH. Ali Yafie (1998–2000)
Prof. KH Ali Yafie merupakan ulama Nahdlatul Ulama yang dipercaya memimpin MUI setelah wafatnya KH Hasan Basri.
Ia dikenal luas sebagai intelektual muslim yang produktif menulis dan melahirkan sejumlah karya penting, terutama di bidang fikih.
Kiai Ali Yafie lahir di Donggala, Sulawesi Tengah, pada 1 September 1926 atau bertepatan dengan 23 Safar 1345 H.
Selain memimpin MUI, ia juga pernah dipercaya menjabat sebagai Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta pada periode 2002–2005.
Ulama kharismatik yang dikenal berwawasan luas itu wafat pada 25 Februari 2023 di RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan, Banten.
Sosoknya dikenang sebagai pemikir muslim yang berperan besar dalam pengembangan fikih sosial di Indonesia.
KH. M. Sahal Mahfudz (2000–2014)
KH M Sahal Mahfudz merupakan ulama Nahdlatul Ulama yang dipercaya memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah masa kepemimpinan Prof. KH Ali Yafie berakhir.
Ia menakhodai MUI selama dua periode, dari 2000 hingga 2014.
Sebagai pengasuh pesantren, Kiai Sahal dikenal sebagai pembaru pemikiran tradisional di lingkungan NU, terutama di kalangan akar rumput.
Lahir pada 17 Desember 1937 di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, Kiai Sahal tumbuh dalam tradisi keilmuan pesantren.
Sejak 1963, ia mengasuh Pesantren Maslakul Huda Putra, lembaga pendidikan yang didirikan ayahnya, KH Mahfudz Salam, pada 1910.
Kiai Sahal wafat pada Jumat dini hari, 24 Januari 2014, pukul 01.05 WIB, di kediamannya di kompleks Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, dalam usia 78 tahun.
Sosoknya dikenang sebagai ulama pembaru yang berpengaruh dalam pengembangan fikih sosial dan pendidikan pesantren.
Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin (2014–2015)
Prof. Dr. HM Din Syamsuddin, atau akrab disapa Pak Din, lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, pada 31 Agustus 1958.
Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah yang paling menonjol dalam dua dekade terakhir.
Selama sepuluh tahun, ia memimpin PP Muhammadiyah dan aktif dalam berbagai forum internasional, antara lain Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), World Islamic People’s Leadership (WIPL), World Council of World Islamic Call Society (WCWICS), Asian Committee on Religions for Peace (ACRP), serta World Peace Forum (WPF).
Pada 2014, Pak Din dipercaya memimpin MUI Pusat menggantikan KH M Sahal Mahfudz yang wafat pada awal tahun itu.
Pada periode selanjutnya, ia kembali diberi amanah sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI untuk masa bakti 2015–2020.
Sosoknya dikenal berpengaruh dalam diplomasi lintas agama dan penguatan moderasi beragama di tingkat nasional maupun global.
Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin (2015–2020)
Prof. Dr. KH Ma’ruf Amin merupakan tokoh terkemuka NU yang dipercaya memimpin MUI pada periode 2015–2020, menggantikan Prof. Dr. HM Din Syamsuddin yang telah menyelesaikan masa jabatannya.
Kiai Ma’ruf lahir di Desa Kresek, Tangerang, Banten, pada 11 Maret 1943.
Dari garis keturunannya, ia merupakan cicit ulama besar Banten, Syekh Nawawi al-Bantani, sosok masyhur yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram, Makkah.
Pada 2001, KH Ma’ruf Amin mendirikan sekaligus mengasuh Pesantren An Nawawi Tanara (PENATA) di Serang, Banten.
Ia menargetkan pesantren tersebut menjadi pusat lahirnya para ulama, terutama ahli fikih.
Selain aktif di pesantren dan struktur NU, kiprah Kiai Ma’ruf juga merambah dunia politik.
Pada Pilpres 2019, mantan Rais Aam PBNU itu dipilih Presiden Joko Widodo sebagai calon wakil presiden.
Setelah melalui proses pemilu yang berjalan ketat, Kiai Ma’ruf terpilih sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019–2024.
KH. Miftachul Akhyar (2020–2022)
Setelah KH Ma’ruf Amin terpilih sebagai Wakil Presiden, kepemimpinan MUI beralih kepada KH Miftachul Akhyar.
Ia dikukuhkan sebagai Ketua Umum MUI periode 2020–2025.
Kiai Miftach, ulama Nahdlatul Ulama (NU) kelahiran 30 Juni 1953, hanya memimpin MUI dalam waktu singkat.
Pada Muktamar NU di Lampung, Kamis malam, 23 Desember 2021, ia terpilih sebagai Rais Aam PBNU.
Sejak saat itu, ia memilih fokus mengabdi di organisasi induknya, sehingga pada 2022 ia resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum MUI.
Selain aktif di NU, Kiai Miftach hingga kini tetap mengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah di Surabaya, yang menjadi salah satu pondok berpengaruh di Kota Pahlawan, Jawa Timur.
Kiai Anwar Iskandar 2022 - 2025
Sejak KH Miftachul Akhyar mengundurkan diri, jabatan Ketua Umum MUI sempat mengalami kekosongan selama lebih dari setahun.
Hingga akhirnya, pada Selasa (15/8/2023), MUI menetapkan KH Anwar Iskandar sebagai Ketua Umum yang baru.
Keputusan tersebut diambil melalui Rapat Pleno MUI yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Meski begitu, hasil Pleno ini masih harus dibawa ke Rapat Paripurna antara Dewan Pimpinan dan Dewan Pertimbangan MUI untuk mendapatkan pengesahan final.
KH Anwar Iskandar merupakan salah satu ulama berpengaruh di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Bernama lengkap KH Muhammad Anwar Iskandar, ia lahir pada 24 April 1950 di Berasan, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Kiai Anwar dikenal aktif berdakwah dan membina masyarakat, sehingga sejak muda ia terlibat dalam organisasi-organisasi di bawah NU.
Ia memulai kiprahnya melalui IPNU, kemudian PMII, dan Gerakan Pemuda Ansor, bahkan pernah menjabat Ketua GP Ansor.
Pada 1997, ia diangkat sebagai Wakil Ketua Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur.
Kini, ia mengemban amanah sebagai Wakil Rais Aam PBNU.
Selain di dunia keulamaan, Kiai Anwar juga pernah terjun ke dunia politik.
Pada 1998, ia menjabat Ketua Dewan Syuro PKB Jawa Timur sekaligus menjadi anggota MPR dari utusan daerah.
Pada 2008, ia bahkan sempat memimpin Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama (DPP PKNU).