Warga Baduy Ditolak Karena Tak Punya KTP, Legislator: Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien!
- Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengatakan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien karena persoalan administrasi.
Pernyataan ini menanggapi kasus warga Baduy Dalam bernama Repan (16) yang ditolak rumah sakit di Jakarta karena karena diduga tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), padahal ia baru saja menjadi korban begal.
"Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi, seperti tidak memiliki KTP," ujar dia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (7/11/2025).
Nurhadi mengatakan, kasus yang menimpa Repan merupakan preseden yang sangat mengkhawatirkan.
Padahal, warga Baduy Dalam secara historis memiliki pola hidup yang berbeda, termasuk dalam hal kepemilikan dokumen kependudukan seperti KTP. Kondisi ini kerap menjadi kendala serius ketika mereka menghadapi situasi tak terduga.
"Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat adat atau komunitas khusus mendapat kemudahan dalam memperoleh dokumen dasar dan setidaknya memiliki kepastian pengakuan administrasi agar hak-hak dasar mereka terlindungi," jelas Nurhadi.
Nurhadi pun meminta Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri hingga Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial di daerah untuk bersinergi serta berkoordinasi.
“Untuk kasus semacam ini, protokol atau SOP-nya harus jelas bahwa rumah sakit wajib segera memberikan pertolongan pertama, selanjutnya administrasi dapat dilengkapi kemudian,” tegasnya.
Untuk langkah jangka panjang, Nurhadi mengatakan Komisi IX DPR akan mendorong regulasi yang menjamin akses layanan kesehatan bagi masyarakat tanpa terkecuali, termasuk mereka yang belum memiliki dokumen formal dalam kondisi darurat.
Selain itu, pihaknya juga akan mendorong percepatan penerbitan KTP atau dokumen alternatif bagi komunitas adat yang belum tercatat secara resmi.
"Saya menegaskan bahwa tidak boleh ada warga negara yang 'terlupakan' oleh sistem hanya karena persoalan administratif," ungkap Nurhadi.
Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu menekankan bahwa kasus ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem layanan kesehatan nasional.
Menurut Nurhadi, langkah ini penting untuk memastikan pelayanan kesehatan yang lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia. "Kami di Komisi IX DPR siap berkoordinasi dengan pemerintah dan stakeholder terkait untuk memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang," jelas dia.
Diberitakan sebelumnya, Repan (16), warga suku Baduy Dalam yang menjadi korban pembegalan di Jalan Pramuka Raya, ternyata sempat tidak mendapat pertolongan medis yang maksimal saat mendatangi salah satu rumah sakit (RS) di Jakarta Pusat.
Repan menceritakan, usai dibegal ia langsung berjalan kaki menuju ke RS terdekat yang ditemuinya.
Kondisinya saat itu mengalami luka sayat di tangan kiri, sedikit luka di pipi dan memar di punggung lantaran terkena serangan empat orang begal bersenjata tajam.
Melihat kedatangan Repan, petugas RS sempat bertanya soal kartu identitas dan surat administrasi pengantar.
Namun, sebagai warga Baduy Dalam Repan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dia juga tidak memiliki surat pengantar karena tidak sempat bertemu warga setelah kejadian pembegalan.
"Karena kejadiannya pas azan subuh. Memang ada lalu lintas yang lewat, tapi melaju dengan cepat-cepat. Saya langsung jalan cari rumah sakit," ujar Repan saat dijumpai Kompas.com di kawasan Tanjung Duren Dalam, Jakarta Barat, Rabu (5/11/2025).
Tag: #warga #baduy #ditolak #karena #punya #legislator #rumah #sakit #boleh #tolak #pasien