Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Marcella Santoso dkk
Terdakwa sekaligus pengacara Marcella Santoso dan Junaedi Saibih dalam sidang dakwaan kasus suap hakim pemberi vonis lepas kepada tiga korporasi CPO di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025)()
14:30
5 November 2025

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Marcella Santoso dkk

- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta agar majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan oleh terdakwa Marcella Santoso, Ariyanto, Junaedi Saibih, dan Muhammad Syafei.

Keempat merupakan terdakwa dalam kasus suap majelis hakim yang menangani perkara korupsi korporasi penerima fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

“Memohon agar majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini memutuskan, menyatakan bahwa keberatan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa Marcella Santoso tidak diterima,” ujar salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Rabu (5/11/2025).

Jaksa menilai, keberatan yang disinggung kuasa hukum Marcella dan kawan-kawan sudah masuk dalam pokok perkara sehingga tidak termasuk dalam nota keberatan.

Mulai dari peristiwa penyiapan uang suap oleh M Syafei selaku Legal Wilmar Group, komunikasi antara para terdakwa dengan Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif Wahyu Gunawan, hingga klaim ada keterangan dakwaan yang tidak sinkron dengan proses penyidikan.

“Dalil keberatan penasehat hukum terdakwa tersebut telah begitu jauh masuk dalam materi pokok perkara, khususnya hal-hal yang menyangkut pembuktian perbuatan atau tindak pidana yg dilakukan oleh terdakwa yang seharusnya diperiksa dalam pemeriksaan saksi-saksi, ahli, surat, dan terdakwa,” lanjut jaksa.

Adapun, uraian tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disinggung terdakwa juga dinilai perlu dibuktikan di hadapan persidangan dalam agenda pemeriksaan.

“Keberatan yang disampaikan penasehat hukum terdakwa menurut penuntut umum tidak termasuk dalam materi keberatan sbgmn diatur Pasal 156 KUHAP dan sudah masuk dalam pokok perkara sehingga harus dibuktikan berdasarkan alat bukti di depan persidangan,” kata jaksa lagi.

Berhubung banyak materi yang disinggung dalam eksepsi sudah masuk dalam pokok perkara, jaksa meminta agar majelis hakim memerintahkan agar sidang dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Uraian kasus pencucian uang

Jaksa mendakwa, Marcella Santoso bersama-sama dengan Ariyanto, dan Social Security License Wilmar Group Muhammad Syafei telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 52,53 miliar.

Uang TPPU ini diduga berasal dua sumber, yaitu dari proses suap kepada majelis hakim yang memberikan vonis lepas kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO). Serta, sebagaian uang berasal dari fee lawyer penanganan perkara CPO.

“Terdakwa Marcella Santoso telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Ariyanto, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang, surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan, yaitu yang diketahuinya atau patut diduga hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) berupa uang dalam bentuk USD (senilai) Rp 28 miliar yang dikuasai oleh Marcella Santoso, Ariyanto, M Syafei,” ujar Jaksa Andi Setyawan saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

Selain menyamarkan uang yang terkait dari proses suap, Marcella dkk diduga juga menyamarkan uang senilai Rp 24,5 miliar yang merupakan legal fee atau pendapatan sebagai penasehat hukum terdakwa korporasi.

“Dan, legal fee sebesar Rp 24.537.610.150,9 yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi dalam perkara memberi, menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi supaya perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut diputus dengan putusan onslag dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan,” lanjut jaksa.

Para terdakwa diduga menyamarkan uang hasil TPPU ini dengan menyamarkan kepemilikan aset menggunakan nama perusahaan.

“(Para terdakwa) menggunakan nama perusahaan dalam kepemilikan aset dan mencampurkan uang hasil kejahatan dengan uang yang diperoleh secara sah,” lanjut jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa diancam dengan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus suap hakim

Selain didakwa melakukan TPPU, ketiga terdakwa bersama dengan Junaedi Saibih juga diduga telah didakwa telah memberikan uang suap senilai Rp 40 miliar kepada majelis hakim yang memberikan vonis lepas atau ontslag dalam kasus pemberian fasilitas ekspor kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO).

Uang suap ini kemudian dibagikan ke lima orang dari kluster pengadilan, sudah lebih dahulu dituntut dalam berkas perkara lain.

Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.

Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Tag:  #jaksa #minta #hakim #tolak #eksepsi #marcella #santoso

KOMENTAR