Pengamat Hankam Connie Bakrie: Banyak Buzzer Politik Sudutkan Akademisi dengan Narasi 'Dibayar'
Akademisi dan pengamat militer pertahanan Connie Rahakundini Bakrie di seminar nasional bertajuk 'Rakyat Mencari Pemimpin' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (6/2/2024). 
05:49
7 Februari 2024

Pengamat Hankam Connie Bakrie: Banyak Buzzer Politik Sudutkan Akademisi dengan Narasi 'Dibayar'

Akademisi yang juga pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mengatakan belakangan ini banyak menolak koreksi dan kritik yang diajukan para akademisi, dosen dan guru besar ke Istana.

Hal ini disampaikan Connie dalam seminar nasional bertajuk 'Rakyat Mencari Pemimpin' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta pada Selasa (6/2/2024).

"Mengikis keahlian karena menolak koreksi. Ini yang terjadi sekarang dari istana," kata Connie.

Menurutnya penolakan koreksi tersebut membuat modal intelektual dan kualitas tata kelola bernegara menjadi turun.

"Jadi, mengikis keahlian dari para akademisi, para dosen, guru besar adalah menolak koreksi dan kontribusi itu sebenarnya telah membuat modal intelektual dan penurunan kualitas tata kelola negara," ungkap dia.

Connie menambahkan selama menjelang perhelatan Pemilu 2024, para akademisi cenderung dipandang sebagai pribadi yang punya tendensi dukungan terhadap calon-calon tertentu.

Hal ini kata dia, imbas dari banyaknya buzzer politik yang menyudutkan akademisi dengan narasi yang 'dibayar'.

"Ketika saya melihat serangan semakin besar ke kampus saya langsung apply ke universitas luar negeri. Untuk apa saya di sini lama lama, pemikiran kita dianggap dan kita jadi kalah sama buzzer yang membolak balikkan tata cara pikir kita dan malah menyudutkan akademisinitu seolah olah bayaran atau pro paslon ini atau paslon itu," pungkas dia.

Cak Imin Mengaku Jengkel oleh Ulah Buzzer Politik 

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang kini maju sebagai Capres di Pilpres 2024  bersama Anies Baswedan menilai buzzer politik yang bersembunyi di balik akun anonim adalah pengecut.

Cak Imin menyampaikan pandangan tersebut saat menghadiri acara Halal Bihalal Bersama Perempuan Bangsa, Jumat (27/5/2022).

"Twitter saya, Facebook saya, Instagram saya hari ini setiap menit ada yang menyerang, dimaki, menghina, mengirim isu-isu negatif."

"Apalagi kalau saya memposting sesuatu."

"Tapi tidak usah khawatir, mereka-mereka ini rata-rata tidak pakai nama asli, buzzer, enggak centang biru," ujar Cak Imin.

Calon wakil presiden nomor urut 01 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat menghadiri Rapat Umum Rakyat Jogja di Purawisata, Yogyakarta, Senin (29/1/2024). Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. (Tribunnews.com/Mario Sumampow)

Cak Imin berkata kepada para buzzer yang kebetulan mendengar ucapannya untuk segera menunjukkan wajahnya.

"Tunjukkan mukamu, lho."

"Kalau kamu calon presiden, ayo kita bersaing secara sehat."

"Kalau kamu laki-laki ayo berhadapan sesama laki-laki."

"Kalau kamu perempuan silakan berhadapan dengan perempuan bangsa," ujarnya.

Cak Imin juga menambahkan orang-orang yang bersembunyi di balik akun anonim adalah seorang pengecut.

"Karena bersembunyi di balik akun akun anonim itu pengecut. Menurut saya semua pengecut tidak akan punya tempat di negeri yang luar biasa ini," tegasnya.

Namun adanya hal-hal seperti serangan buzzer ini, bagi Cak Imin merupakan bagian dari tantangan serta pijakan untuk untuk tetap melangkah ke depan.

Lebih lanjut Cak Imin mengatakan tantangan politik yang akan mereka hadapi ke depan tidak akan mudah.

Menurutnya semakin kuat politik maka akan semakin banyak yang cemburu, iri, dan tidak suka. 

PKS Solo Soroti Kebebasan Demokrasi

Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Solo, Daryono, turut menanggapi soal kebebasan demokrasi di periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Daryono, rapor merah pada periode kepemimpinan Jokowi adalah pada kebebasan demokrasi.

Hal ini disampaikan Daryono dalam program Overview Tribunnews.com tentang evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Kamis (21/10/2021).

"Karena lingkup saya di Solo, mewakili masyarakat bawah, kondisi yang saya lihat di lapangan rapor merahnya (Jokowi-Ma'ruf) di masalah kebebasan demokrasi yang hilang."

"Ini yang disayangkan karena istilahnya kebebasan berekspresi, kebebasan sipil dalam menyatakan pendapat sangat diberangus di periode kedua ini," ungkap Daryono, dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (22/10/2021).

Jokowi, kata Daryono, diketahui membuka pintu kritik selebar-lebarnya.

Namun yang terjadi di lapangan, berbanding terbalik dengan apa yang sering disampaikan Jokowi.

Mulai dari demo mendapat perlakuan kasar aparat, aksi masa yang mendapat banyak pertentangan, kemudian yang paling viral masalah mural juga mendapatkan pembungkaman.

Praktik Buzzer Politik di Lapangan

Pada kesempatan tersebut, Daryono juga menyoroti kehadiran buzzer di media sosial. Menurut Daryono, buzzer politik dapat merusak budaya demokrasi.

"Karena ketika ada orang yang kritis terhadap pemerintahan di medsos, itu langsung serangan kepada mereka luar biasa."

"Ini membuat budaya demokrasi kita turun ke titik nadir, ke titik terendah," ungkap Daryono.

Sehingga, sangat disayangkan orang yang kritis terhadap pemerintahan tidak mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

"Kita sayangkan dalam konteks serangan digital pada orang yang kritis terhadap pemerintahan," terang Daryono.

Tak heran jika buzzer politik dianggap sebagai parasit dalam dunia demokrasi bagi masyarakat.

"Buzzer-buzzer politik menurut saya adalah parasit dalam dunia demokrasi," kata Daryono.

Moderasi Konten Online, Ada Celah Buat Buzzer Politik

Menanggapi tentang buzzer, peneliti independen tentang isu tata kelola internet, moderasi konten, dan perlindungan data pribadi Sherly Haristya mengatakan, tata kelola dan moderasi konten daring di Indonesia masih punya banyak tantangan.

Dengan masih adanya tantangan, banyak celah bagi buzzer atau pendengung politik untuk memanfaatkannya sebagai sarana kampanye yang tidak sehat.

Sebab, kata Sherly, para pendengung ini kerap menggunakan wilayah abu-abu di media sosial sebagai langkahnya.

"Riset dari LP3ES , ada pergerakan yang intensional untuk memanipulasi publik di Indonesia menjelang pemilu, itu yang kita sebut dilakukan oleh buzzer," ucap Sherly ditemui di hotel kawasan Jakarta Pusat, Senin (28/22/2022).

Dalam risetnya, Sherly melihat masih banyak masyarakat yang belum sadar ihwal pendengung politik yang kerap menggunakan area abu-abu.

Sehingga, masih banyak juga masyarakat yang terkecoh atas hal tersebut.

"Misalkan dia ngomong 'kenapa sekolah Kristen dan Katolik lebih mengedepankan pendidikan, kenapa sekolah Islam masih mengurusi jilbab saja.' Isu seperti itu," jelasnya.

"Kesannya seperti pertanyaan, orang bertanya boleh enggak? Tapi kalau konten seperti itu diskusinya banyak, abu-abu pertanyaan terus ditanyakan setiap hari, hati orang terbakar enggak," lanjut Sherly.

Untuk meminimalisir atau menghilangkan wilayah abu-abu inilah yang disebut Sherly masih mejadi pekerjaan rumah pemerintah.

Pekerjaan rumah ini terbagi atas tiga tantangan di mana masih adanya tegangan antaran keseimbangan menjaga kebebasan berekspresi dengan keamanan individu atau publik.

Kemudian kedua, untuk menjaga keseimbangan tersebut, disebut Sherly, masih ada standar yang menjadi patokan dalam kebebasan berekspresi.

"Ketiga, kedua kebutuhan ini harus direfleksikan di dalam cakupan konten problematik dan penanganannya," katanya.

Laporan reporter Danang Triatmojo/Mario Christian Sumampow/Galuh Widya Wardani

Editor: Choirul Arifin

Tag:  #pengamat #hankam #connie #bakrie #banyak #buzzer #politik #sudutkan #akademisi #dengan #narasi #dibayar

KOMENTAR