Catatan Amnesty International soal Situasi HAM pada 1 Tahun Prabowo-Gibran
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam konferensi pers catatan satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Senin (20/10/2025).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
05:50
21 Oktober 2025

Catatan Amnesty International soal Situasi HAM pada 1 Tahun Prabowo-Gibran

Amnesty International Indonesia menilai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diwarnai paradoks kebijakan publik dan kemunduran dalam penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid beralasan, menyebut arah kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran memperlihatkan citra populis di satu sisi, tetapi sarat kepentingan elite di sisi yang lain.

“Jadi, klaimnya adalah kepentingan kalangan bawah, tapi sebenarnya substansinya membawa kepentingan elite,” kata Usman dalam konferensi pers satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Usman memaparkan sejumlah hal yang disoroti Amnesty International terkait satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.

Pertama, Amnesty menyoroti menguatnya praktik remilitarisasi di ruang sipil, yang menurut Usman terlihat dari revisi Undang-Undang TNI yang memperluas peran perwira aktif di jabatan sipil, pelibatan militer dalam proyek nonpertahanan, serta peningkatan jumlah komando teritorial.

“Jadi totalnya sekarang itu ada 22 Kodam (komando daerah militer). Pada tahun 2029 diperkirakan akan ada 37 kota. Itu artinya seluruh provinsi berada di bawah kendali dan pengaruh militer. Dan itu menandai Indonesia bukan lagi negara demokratis,” papar Usman.

Ia juga mencatat setidaknya 15 tokoh militer menempati jabatan strategis di kabinet Prabowo, termasuk di lembaga sipil seperti Badan Gizi Nasional.

Dalam aspek kebijakan ekonomi dan sosial, Amnesty menyoroti program Makan Bergizi Gratis yang dinilai tidak direncanakan matang dan justru membebani anggaran pendidikan.

Menurut Usman, sebagian besar pelaksana program itu juga didominasi aparat militer laki-laki dan minim partisipasi masyarakat serta perempuan.

“Dan program Makan Bergizi Gratis ini didominasi oleh aparat kamar terutama militer laki-laki. Jadi tidak melibatkan partisipasi perempuan, tidak melibatkan partisipasi masyarakat," ujar dia.

Program itu juga dirasa ironi sebab anggaran pendidikan dipangkas hingga 44 persen, sementara banyak sekolah rusak dan guru bergaji rendah.

Oleh karena itu, MBG dinilai merupakan kebijakan populis tapi tidak menyentuh akar masalah.

Selain itu, Amnesty juga mengkritik pemborosan anggaran negara melalui pembentukan kabinet besar dan peningkatan tunjangan pejabat publik, di tengah pemangkasan anggaran lembaga-lembaga HAM seperti Komnas HAM, LPSK, dan Komnas Perempuan.

Amnesty menilai tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran juga diwarnai pembatasan kebebasan sipil dan meningkatnya penangkapan terhadap aktivis serta pelajar yang menyuarakan kritik.

Usman mencontohkan penangkapan Muhammad Indra Setiawan, pelajar SMA yang kini masih ditahan dan terancam dikeluarkan dari sekolah setelah mengikuti demonstrasi.

Menurut data Amnesty, terdapat 269 serangan terhadap pembela HAM sepanjang satu tahun terakhir.

Dari jumlah itu, 112 korban adalah jurnalis dan 81 lainnya pegiat masyarakat adat.

“Ini adalah angka-angka yang bisa kita catat. Bukan sebagai statistik, tapi untuk menunjukkan bahwa memang benar terjadi begitu banyak pelanggaran hak asasi manusia. Banyak aktivis yang bergerak di bidang hak asasi manusia mengalami serangan," urai Usman.

Amnesty juga menyoroti kebijakan pemerintah terkait penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai menghapus fakta pelanggaran HAM berat masa lalu, serta rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.

Usman menilai langkah itu sebagai bentuk penyangkalan negara terhadap pelanggaran HAM, apalagi diiringi pernyataan sejumlah menteri yang dianggap tidak sensitif terhadap isu kemanusiaan.

“Menko Hukum HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa tragedi Mei 98 bukan bentuk pelanggaran HAM. Tadi saya sebut, Menteri Kebudayaan yang melakukan penulisan ulang sejarah dengan menghapuskan pelanggaran HAM berat. Menteri Kebudayaan mengatakan perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa tidak pernah terjadi. Tidak ada bukti, hanya rumor," beber Usman.

"Kalau cuma satu menteri yang menyangkal pelanggaran HAM berat, kita mungkin masih melihatnya sebagai slip of tongue. Semacam keselip lidah. Tapi kalau lebih dari satu menteri, lebih dari dua menteri, kami merasa itu adalah kebijakan pemerintah, kebijakan negara," imbuh dia.

Dalam catatannya, Amnesty mencatat dua tren utama selama setahun terakhir pemerintahan, yakni erosi kebebasan sipil dan politik, serta pengikisan hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Contohnya, tentang penanganan unjuk rasa yang sering diwarnai penggunaan kekuatan berlebihan, dengan lebih dari 4.400 penangkapan dan 700 kasus kekerasan fisik.

Sementara di Papua, Amnesty menyoroti masih terjadinya penangkapan, pasal makar, hingga kasus kematian dalam aksi damai.

"Akhirnya masyarakat dan aktivis terus mengalami kriminalisasi ketika menyuarakan kritik," kata Usman.

Tag:  #catatan #amnesty #international #soal #situasi #pada #tahun #prabowo #gibran

KOMENTAR