



Kubu Nadiem Makarim Hadirkan Ahli Hukum UMJ di Sidang Praperadilan, Ingatkan Alat Bukti Tak Dibuat-buat
- Tim kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (7/10).
Sidang praperadilan ini membahas sah atau tidaknya penetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Dalam kesaksiannya, Chairul Huda menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang ditemukan terlebih dahulu sebelum status tersangka diberikan.
“Menetapkan tersangka itu harus didasarkan pada dua alat bukti. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang ditemukan lebih dahulu sebelum penetapan tersangka itu sendiri,” ujar Chairul saat memberikan keterangan ahli.
Chairul menekankan, hukum acara pidana hadir untuk melindungi individu dari kemungkinan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Ia menyebut peradilan berfungsi memastikan seluruh tindakan hukum dijalankan sesuai aturan undang-undang, termasuk jika ada pengurangan hak asasi manusia (HAM).
“Walaupun ada pengurangan hak asasi manusia, hak-hak individu, maka hal itu dilakukan dalam tataran yang wajar,” ujarnya.
Tim pengacara Nadiem kemudian mempertanyakan dasar alat bukti dalam penetapan tersangka dan menyinggung aspek perlindungan HAM. Menjawab hal itu, Chairul Huda menegaskan bahwa alat bukti harus dikumpulkan lebih dulu sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
“Penyidik harus mencari dan mengumpulkan bukti lebih dahulu daripada menetapkan tersangka. Jadi, kalau seseorang sudah ditetapkan tersangka baru dicari buktinya, itu bukan mencari bukti, tapi membuat-buat bukti,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa bukti yang sah harus ditemukan dalam tahap penyidikan, bukan sekadar dari penyelidikan yang bersifat non-pro justitia.
Dalam gugatannya, tim kuasa hukum Nadiem mempersoalkan alat bukti Kejagung dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook di lingkungan Kemendikbudristek tahun anggaran 2019-2022.
"Penetapan Tersangka terhadap Pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 a.n. Nadiem Anwar Makarim tidak sah dan tidak mengikat secara hukum," ujar tim kuasa hukum Nadiem yang dipimpin Hotman Paris di PN Jaksel, Jumat (3/10).
Tim kuasa hukum menunjukkan bukti tidak adanya dugaan kerugian negara dari pengadaan laptop chromebook. Hal itu sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
"Hasil audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 yang dilakukan BPKP dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek tidak menemukan adanya indikasi kerugian negara yang diakibatkan oleh Perbuatan Melawan Hukum," paparnya.
Tim hukum Nadiem juga mempersoalkan sikap Kejaksaan Agung yang tidak menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas penetapan tersangka tersebut. Namun, Nadiem justru telah dilakukan upaya paksa penahanan.
"Tindakan Termohon tersebut merupakan pelanggaran atas hak Pemohon untuk memperoleh kepastian hukum, menghilangkan fungsi pengawasan horizontal oleh Penuntut Umum, dan membuka peluang terjadinya penyidikan yang sewenang-wenang," cetusnya.
Karena itu, tim hukum Nadiem menuding penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah dan cacat formil. "Dengan demikian, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Pemohon adalah cacat formil," pungkasnya.
Adapun, permohonan praperadilan ini dilayangkan setelah Nadiem Anwar Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022.
Nadiem terjerat proyek pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia, khususnya wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan nilai anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Kejagung menemukan bahwa pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Meski demikian, kebijakan ini dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di daerah 3T yang sebagian besar belum memiliki akses internet memadai.
Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021, mantan staf khusus Mendikbudristek Jurist Tan, serta mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief.
Menurut hasil perhitungan awal, akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun. Kerugian itu terdiri dari dugaan penyimpangan pada pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
Tag: #kubu #nadiem #makarim #hadirkan #ahli #hukum #sidang #praperadilan #ingatkan #alat #bukti #dibuat #buat