Legislator di Depan Fadli Zon: Khawatir Ada ''Denial'' Pelanggaran HAM
Suasana rapat Komisi X DPR RI bersama Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon di Gedung DPR RI, Rabu (2/7/2025).(KOMPAS.com/Tria Sutrisna)
14:24
2 Juli 2025

Legislator di Depan Fadli Zon: Khawatir Ada ''Denial'' Pelanggaran HAM

- Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana mengaku khawatir adanya penyangkalan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam proyek penulisan ulang sejarah nasional.

Hal tersebut disampaikan Bonnie dalam rapat kerja dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyebut pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 adalah rumor.

"Saya agak khawatir ada semacam state denial of human right violence," ujar Bonnie dalam rapat kerja, Rabu (2/7/2025).

Bonnie yang merupakan pendiri majalah Historia menjelaskan, ada tiga bentuk penyangkalan pelanggaran HAM. Pertama, literal denial (langsung mengingkari peristiwa).

Kedua adalah interpretative denial atau mengakui tapi memaknai ulang secara mereduksi. Terakhir, yaitu implicatory denial atau mengakui tapi tidak bertanggung jawab.

Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah interpretative denial, yakni mengakui tapi memaknai ulang secara mereduksi.

"Jadi mengakui, tapi ada semacam tafsiran makna massal yang kemudian menggeser perdebatan kita hari ini, menjadi perdebatan semantik. Bukan kepada substansi persoalan itu sendiri," tegas Bonnie.

Tegasnya, penulisan sejarah nasional jangan sampai dianggap sebagai alat membenarkan pandangan versi pelaku, terutama dalam kasus pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.

"Jangan sampai nanti ada tuduhan bahwa sejarah ditulis berdasarkan perspektif pelaku dari peristiwa perkosaan massal itu," ujar legislator Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.

Diketahui, Fadli Zon mempertanyakan apakah pemerkosaan massal pada Mei 1998 benar-benar terjadi.

Fadli Zon menyatakan, semestinya ada fakta yang jelas mengenai pemerkosaan massal pada Mei 1998, termasuk siapa saja korbannya dan di mana saja kejadian itu terjadi.

"Jadi itu harus ada fakta-fakta hukum, ada (bukti) akademik, jadi ada siapa korbannya, di mana tempatnya, mana kejadiannya, itu kan harus ada," kata Fadli di Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).

Dia mengatakan, sejarah pemerkosaan harus jelas sesuai dengan fakta yang ada, termasuk data-data yang telah dikumpulkan.

Namun, Fadli menegaskan bahwa pernyataan itu adalah pandangan pribadinya atas kasus 1998 dan tidak memiliki korelasi apapun terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang digagas Kementerian Kebudayaan.

"Harus ada datanya kan kita, itu pendapat saya pribadi, ini enggak ada urusannya dengan sejarah, dan boleh kan dalam demokrasi itu berbeda pendapat, kalau ada yang mempunyai bukti-bukti ini loh namanya massal," kata Fadli.

Tag:  #legislator #depan #fadli #khawatir #denial #pelanggaran

KOMENTAR