Kementerian HAM: Model Kemitraan Pengemudi Ojol dan Aplikator Bersifat ''Imbalance Power''
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan saat menyampaikan Kesimpulan Laporan Tindak Lanjut Pengaduan HAM Atas Pengemudi Ojek Online (Ojol) yang tergabung dalam Koalisi Ojek Nasional di kantor KemenHAM, Jakarta, Selasa (1/7/2025).(KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI)
21:16
1 Juli 2025

Kementerian HAM: Model Kemitraan Pengemudi Ojol dan Aplikator Bersifat ''Imbalance Power''

- Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan, model kemitraan antara pengemudi ojek online (ojol) dan aplikator yang berlangsung saat ini bersifat imbalance power atau ketidakseimbangan kekuatan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan, saat menyampaikan Kesimpulan Laporan Tindak Lanjut Pengaduan HAM Atas Pengemudi Ojek Online (Ojol) yang tergabung dalam Koalisi Ojek Nasional, di kantor KemenHAM, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

"Model kemitraan antara pengemudi ojol dan penyedia aplikasi yang berlangsung hingga saat ini bersifat imbalance power. Posisi tawar pihak penyedia aplikasi lebih tinggi, lebih dominan, dan lebih menentukan daripada posisi tawar pengemudi ojol," kata Munafrizal.

Munafrizal mengatakan, skema apapun yang dibuat secara sepihak oleh penyedia aplikasi, para pengemudi ojol terkondisikan untuk menerima skema tersebut baik sukarela maupun terpaksa.

Dia mengatakan, sifat imbalance power antara keduanya menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya tidak murni (ingenuine) berbentuk kemitraan, melainkan berbentuk subordinasi di mana aplikator dalam posisi superior sedangkan pengemudi ojol dalam posisi inferior.

"Aplikasi online telah mengubah tatanan sistem transportasi umum di mana aplikator berperan penuh dalam membuat sistem layanan online dari awal sampai akhir sehingga fungsi regulator terhadap aplikator dan mitra pengemudi mengakibatkan pemerintah tidak dapat mengintervensi sistem tersebut," ujar dia.

Munafrizal mengatakan, salah satu aduan yang disampaikan pengemudi ojol adalah terkait penghasilan.

Dia mengatakan, pengemudi ojol mengeluhkan besarnya potongan penghasilan dari perusahaan aplikator.

Secara umum, perusahaan aplikasi menetapkan potongan sebesar 20–30 persen dari setiap tarif perjalanan atau layanan yang diselesaikan oleh pengemudi ojol.

Artinya, jika seorang pengemudi ojol menyelesaikan perjalanan senilai Rp20.000, maka hanya sekitar Rp14.000–Rp16.000 yang masuk ke kantong pengemudi.

"Di sisi lain, biaya operasional seperti bensin, perawatan kendaraan, dan kuota internet sepenuhnya ditanggung sendiri oleh pengemudi ojol," ujar dia.

Selain itu, Munafrizal mengatakan, pengemudi juga mengeluhkan kebijakan program insentif tertentu yang bersifat sukarela.

Namun, dalam implementasinya, program itu menimbulkan tekanan bagi para pengemudi ojol.

Dia mencontohkan program “Bike Hemat” yang diperkenalkan oleh salah satu perusahaan aplikator.

Program ini muncul berdampingan dengan layanan “Bike Standar” di aplikasi pelanggan.

Munafrizal menerangkan, dengan tarif “Bike Hemat” yang lebih murah, secara logis pelanggan akan lebih cenderung memilih layanan ini.

Namun, hanya pengemudi ojol yang terdaftar dalam program tersebut yang dapat menerima pesanan dari layanan “Bike Hemat”.

"Dengan demikian, pengemudi ojol yang tidak ikut serta, meskipun berada di lokasi terdekat, tidak akan mendapatkan pesanan, yang secara tidak langsung membatasi akses penghasilan mereka," tutur dia.

Berdasarkan hal tersebut, Munafrizal meminta Kementerian HAM berpendapat model kemitraan seperti sekarang tidak boleh diteruskan atau dipertahankan.

"Apabila masih diteruskan atau dipertahankan, maka itu menjadi wujud iktikad buruk perusahaan aplikator untuk sengaja melanggar HAM terhadap para pengemudi ojol. Dilihat dari sisi HAM, harus diakui keberadaan pengemudi ojol adalah profesi pekerjaan pengemudi dan jasa angkutan umum," kata dia.

Munafrizal juga mendorong kementerian terkait untuk membuat regulasi yang lebih kuat dengan muatan materi yang lebih komprehensif untuk mengatur tata kelola transportasi online yang lebih adil dan humanis.

"Dan melakukan pembaruan dalam pemberian izin usaha yang memberikan kejelasan status perusahaan aplikator sebagai penyelenggara transportasi online yang tunduk pada rezim hukum transportasi umum atau hanya sebagai penyelenggara aplikasi digital yang tunduk pada rezim hukum teknologi digital," ucap dia.

Tag:  #kementerian #model #kemitraan #pengemudi #ojol #aplikator #bersifat #imbalance #power

KOMENTAR