Rektor UGM Tidak Terlihat dalam Petisi Bulaksumur yang Kritik Jokowi, Bagaimana Sebenarnya Sikap Rektorat?
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia tidak terlihat hadir saat sejumlah sivitas akademika kampus biru itu membacakan 'Petisi Bulaksumur' pada Rabu (31/1/2024) kemarin. Petisi yang berisi tentang kritik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu disampaikan oleh para guru besar, dosen, alumni dan mahasiswa si Balairung UGM.
Sekretaris Universitas UGM Andi Sandi mengungkapkan saat pembacaan petisi itu posisi Rektor UGM sedang berada di Jakarta. Ova disebut tengah menghadiri agenda Kagama yang sudah dijadwalkan sejak jauh-jauh hari.
"Semua yang dilakukan di UGM itu pasti diketahui oleh Rektor tetapi pada saat yang sama Bu Rektor harus menghadiri pertemuan Kagama di Jakarta dan itu sudah diassign jauh-jauh hari," kata Andi, Jumat (2/2/2024).
Andi memaparkan bahwa acara pembacaan Petisi Bulaksumur itu digagas oleh sejumlah guru besar, tenaga pendidik, dosen, mahasiswa, dan alumni UGM pada Jumat (26/1/2024) lalu. Sementara itu rektorat baru menerima surat resmi kegiatan tersebut sehari sebelum acara berlangsung yakni Selasa (30/1/2024) kemarin.
Disampaikan Andi, Petisi Bulaksumur yang kemarin dibacakan hanya mewakili sebagian elemen kampus saja. Sementara rektorat saat itu bertindak untuk mewadahi aspirasi elemen-elemen tersebut.
"Karena prosesnya ini begitu cepat dan ini bermula dari elemen-elemen yang ada di UGM ya kita mewadahi aspirasi dan kegundahan teman-teman," tuturnya.
Sedangkan rektorat UGM sendiri, kata Andi masih berada dalam posisi netral. Pasalnya secara kelembagaan perlu sejumlah proses institusional yang cukup panjang.
Mulai dari proses bersama Senat Akademik, Dewan Guru Besar, MWA dan Pimpinan Universitas yang di dalamnya adalah Rektor. Termasuk melibatkan seluruh dekan masing-masing fakultas yang ada di UGM.
"Kalau dari statement ya ini bagian dari Universitas Gadjah Mada tetapi bukan berarti secara kelembagaan ya karena kalau secara kelembagaan ada proses tertentu yang harus dilewati," ungkapnya.
Andi menambahkan hingga saat ini belum ada pembahasan tentang hal itu secara kelembagaan. Sedangkan Rektor UGM tidak memberi instruksi khusus dan pada prinsipnya mempersilakan elemen-elemen kampus itu menyalurkan aspirasinya.
Sebelumnya, puluhan civitas akademika UGM yang terdiri dari dosen, mahasiswa serta alumnus menyampaikan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (31/01/2024) sore. Bukan tanpa sebab, mereka gerah dengan kondisi politik, terutama tindakan penyelenggara negara, termasuk Presiden Joko Widodo (jokowi) dalam kontestasi politik saat ini.
Petisi yang dibuat berdasarkan diskusi panjang ini dibacakan Guru Besar (gubes) Fakultas Psikologi UGM, Prof Koentjoro. Diatas mimbar, Koentjoro yang ditemani sejumlah perwakilan gubes sejumlah poin penting.
"Kami sivitas akademika UGM menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial," tandasnya.
Menurut Koentjoro, civitas akademika UGM menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar UGM. Sebut saja dalam kasus pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) dan keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan.
Selain itu pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye. Pernyataan politik itu dinilai berbanding terbalik dengan netralitas.
Dalam pembacaan petisi itu turut dihadiri oleh beberapa guru besar di antaranya Budi Santoso Wignyosukarto, Wiendu Nuryanti, serta Wahyudi Kumorotomo.
Lalu ada pula pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar alias Uceng, Kepala Pusat Studi Pancasila Agus Wahyudi, serta Mantan Ketua BEM KM Gielbran M. Noor.
Tag: #rektor #tidak #terlihat #dalam #petisi #bulaksumur #yang #kritik #jokowi #bagaimana #sebenarnya #sikap #rektorat