Menbud Fadli Zon: Coba Bayangkan jika Bangsa Kita Dicap Pemerkosa Massal
ILUSTRASI--Menbud Fadli Zon: Coba Bayangkan jika Bangsa Kita Dicap Pemerkosa Massal. [Suara.com/Alfian Winanto]
10:16
17 Juni 2025

Menbud Fadli Zon: Coba Bayangkan jika Bangsa Kita Dicap Pemerkosa Massal

Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon menganggap sederet bukti yang akurat sangat dibutuhkan terkait penggunaan istilah 'massal' dalam dugaan pemerkosan dalam tragedi berdarah Mei 1998. Maka dari itu, Fadli Zon menyebut jika pembuktian soal dugaan pemerkosaan massal 98 perlu hati-hati. 

Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon di sela-sela acara peresmian Bali Indah Cultural Park di Strzelinko, Kota Slupsk, Polandia pada Senin (16/6/2025). Diketahui, Fadli Zon kekinian sedang menjadi sorotan atas pernyataannya jika pemerkosaan massal 98 baru sebatas rumor karena tidak didukung oleh bukti-bukti akurat. 

"Saya ingin menggarisbawahi bahwa persoalan-persoalan masa lalu itu kita harus hati-hati. Penuh kehati-hatian terkait dengan data dan bukti," beber Menbud Fadli Zon sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (17/6/2025).

Menurut Menbud, pada masa peralihan itu terjadi banyak informasi yang simpang siur yang mungkin menimbulkan perbedaan pendapat. Tapi, terkait dengan pemerkosaan massal, hal itu menjadi salah satu catatan sebab dibutuhkan sebuah kebijaksanaan (wisdom) dalam melihatnya.

"Saya yakin terjadi kekerasan perundungan seksual terhadap perempuan, bahkan tidak hanya dulu sampai sekarang masih terjadi. Tapi, istilah massal itu mungkin yang memerlukan pendalaman, bukti yang lebih akurat, data yang lebih solid karena ini menyangkut nama baik bangsa kita," ungkap politisi Partai Gerindra itu.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mempertanyakan bukti konkret terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998. (ist)Menteri Kebudayaan Fadli Zon mempertanyakan bukti konkret terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998. (ist)

Terkait laporan atau data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus dugaan perkosaan massal 13-14 Mei 1998, Fadli menyebut dari beberapa investigasi tersebut ada hal yang pada saat itu memerlukan pendalaman dan lain-lain.

"Ketika informasinya simpang siur di situlah saya kira memerlukan pendalaman. Jadi, saya tidak menegasikan terjadinya berbagai macam bentuk kejahatan ketika itu," ujarnya menegaskan.

Menbud menambahkan bahwa ia hanya menginginkan data-data yang lebih otentik dan lebih akurat sehingga tidak menimbulkan kerugian atau dampak buruk bagi bangsa Indonesia karena belum ada fakta hukum dari pengadilan.

"Coba bayangkan kalau bangsa kita dicap sebagai bangsa pemerkosa massal," ujarnya.

Namun jika terbukti, Fadli Zon menegaskan mendukung penuh para pelaku pemerkosaan massal pada Mei 1998 untuk diadili dan dihukum seberat-beratnya atau sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

Didesak Minta Maaf

Diketahui, nama Menbud Fadli Zon kekinian sedang menjadi sorotan publik imbas pernyataan kontroversialnya soal pemerkosaan massal 98. Meski telah mengklarifikasi pernyataannya, Fadli Zon didesak menyampaikan permintaan maaf karena dianggap telah mengaburkan fakta tragedi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan menyakiti para korban. 

Desakan agar Fadli Zon meminta maaf secara terbuka salah satunya diserukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. 

"Bukannya mendorong proses pengungkapan kebenaran peristiwa 1998, terutama menguatnya kasus kekerasan terhadap perempuan, Fadli Zon justru mengaburkan peristiwa yang terjadi," ujar perwakilan koalisi sipil, Bhatara Ibnu Reza, dari DeJure dalam keterangannya dikutip pada Selasa (17/6/2025).

Pernyataan Fadli juga dinilai semakin melanggengkan impunitas yang terjadi di Indonesia. Karena dari aspek hukum, pernyataan Fadli Zon juga rencana penulisan ulang Sejarah Indonesia sama sekali tidak berdasar dan bukan pro justicia. 

Bhatara menambahkan bahwa para penyintas atau korban kerusuhan itu telah memikul beban dan penderitaan berpuluh tahun karena tidak adanya kejelasan dari Negara untuk mengungkap kasus 1998. 

Sementara pemulihan korban juga belum sepenuhnya tercapai, keadilan belum terungkap, pelaku kekerasan seksual masih berkeliaran tanpa adanya proses hukum, Fazli Zon yang mewakili Pemerintah justru hendak mengubur bukti-bukti pelanggaran HAM 1998, khususnya kasus pemerkosaan massal.

"Kami menilai, penulisan buku sejarah yang potensial mengubur fakta sejarah ini justru menunjukkan karakter pemerintah otoriter ala Orde Baru yang secara sistematis dan terencana mengubur fakta-fakta pelanggaran HAM," imbuhnya. 

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, pemerintah melalui Fadli Zon hendak mengubur peristiwa yang seharusnya diungkap secara hukum dengan alasan tidak adanya bukti yang lengkap. 

"Buku sejarah ini justru akan menjadi salah satu faktor impunitas atas pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dan bahkan menjadi upaya untuk menghalangi-halangi korban mendapatkan keadilannya," pungkas Bhatara.

Klarifikasi Fadli Zon

Diketahui, pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal pemerkosaan massal pada tahun 1998 itu terucap dalam sesi wawancara bersama pimred IDN Times beberapa waktu lalu. Setelah pernyataannya viral di media sosial, Fadli menyampaikan klarifikasi mengenai ucapannya.

Lewat keterangan persnya, Fadli menyampaikan apresiasi terhadap publik yang semakin peduli pada sejarah termasuk era transisi reformasi pada Mei 1998.

Menurutnya, peristiwa huru hara 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif termasuk ada atau tidak adanya “perkosaan massal.”

"Bahkan liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal “massal” ini," katanya.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon didesak untuk minta maaf. (Ist)Menteri Kebudayaan Fadli Zon didesak untuk minta maaf. (Ist)

Demikian pula, kata Fadli, laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku.

Di sinilah, menurutnya, perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri.

“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya.

“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," sambung Fadli Zon.

Pernyataan Fadli dalam sebuah wawancara publik menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal,”yang dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat.

Editor: Agung Sandy Lesmana

Tag:  #menbud #fadli #coba #bayangkan #jika #bangsa #kita #dicap #pemerkosa #massal

KOMENTAR