Melki BEM UI Ajukan Surat Keberatan, Akui Hanya Diperiksa Satu Kali, Sebut Ada Kejanggalan
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) nonaktif, Melki Sedek Huang - Ketua BEM UI nonaktif Melki Sedek Huang, merasa keberatan atas keputusan Rektor UI yang menyatakan dirinya bersalah melakukan kekerasan seksual.  
18:31
31 Januari 2024

Melki BEM UI Ajukan Surat Keberatan, Akui Hanya Diperiksa Satu Kali, Sebut Ada Kejanggalan

- Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) nonaktif, Melki Sedek Huang, merasa keberatan atas keputusan Rektor UI yang menyatakan dirinya terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual

Putusan itu dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024, yang ditandatangani Rektor UI Ari Kuncoro, pada 29 Januari 2024.

Pihak Rektorat UI pun memberikan hukuman administratif berupa skors akademik selama satu semester bagi Melki. 

Melki mengajukan surat keberatan dan permohonan pemeriksaan ulang pada Satgas PPKS UI atas putusan tersebut. 

Ada sejumlah alasan yang disampaikan Melki dalam surat keberatannya itu. Di antaranya soal transparansi dan kejanggalan. 

"Maka melalui surat ini saya menyampaikan keberatan atas Keputusan Rektor UI tersebut," kata Melki dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (31/1/2024). 

Melki mengaku hanya dipanggil untuk dimintai keterangan satu kali dan tak pernah dilibatkan dalam validasi bukti-bukti selama proses investigasi berlangsung. 

"Sepanjang proses investigasi di Satgas PPKS UI yang sudah berlangsung selama kurang lebih sebulan, saya hanya dipanggil oleh Satgas PPKS UI sebanyak satu kali untuk dimintakan keterangan atas kasus yang ditujukan pada saya."

"Sehingga saya tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses investigasi yang ada di dalam Satgas PPKS UI hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI," kata Melki. 

Sepanjang proses investigasi, kata Melki, dirinya juga tak pernah diperlihatkan berkas dan catatan investigasi, juga bukti apa saja yang didapat. 

"Sepanjang proses investigasi, saya tidak pernah melihat dan diberikan berkas investigasi apa pun, termasuk catatan hasil investigasi, dan juga bukti-bukti yang ada dalam
investigasi."

"Saya hanya dikirimkan Keputusan Rektor yang memutus saya bersalah dan memberikan sanksi tanpa adanya penjelasan apa pun. Bahkan saya tidak pernah sekali pun diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada," kata Melki. 

Meski demikian, Melki mengaku menghargai proses investigasi ini. 

Namun, dengan sejumlah alasan keberatan yang ia sampaikan itu, pihaknya meminta pihak Satgas PPKS UI untuk melakukan pemerikasaan ulang. 

"Maka, oleh karena minimnya transparansi, adanya kejanggalan, dan juga keputusan yang tidak adil, melalui surat ini, saya ajukan proses yang legal, yaitu pemeriksaan ulang atas kasus ini," katanya. 

Berikut ini adalah isi lengkap surat keberatan yang diajukan Melki.

Surat Keberatan dan Pengajuan Pemeriksaan Ulang

Sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 yang memutuskan bahwa saya bersalah dan diberikan sanksi administratif atas laporan kekerasan seksual yang ditujukan atas nama saya, maka melalui surat ini saya menyampaikan keberatan atas Keputusan Rektor UI tersebut.

Alasan-alasan penyampaian keberatan ini adalah sebagai berikut:

1. TRANSPARANSI

Sepanjang proses investigasi di Satgas PPKS UI yang sudah berlangsung selama kurang lebih sebulan, saya hanya dipanggil oleh Satgas PPKS UI sebanyak satu (1) kali untuk dimintakan keterangan atas kasus yang ditujukan pada saya. Sehingga saya tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses investigasi yang ada di dalam Satgas PPKS UI hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 pada 29 Januari 2024 lalu; Sepanjang proses investigasi, saya tidak pernah melihat dan diberikan berkas investigasi apa pun, termasuk catatan hasil investigasi, dan juga bukti-bukti yang ada dalam investigasi.

Saya hanya dikirimkan Keputusan Rektor yang memutus saya bersalah dan memberikan sanksi tanpa adanya penjelasan apa pun. Bahkan saya tidak pernah sekali pun diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.

2. ADANYA KEJANGGALAN

Setelah pemanggilan saya yang pertama pada 22 Desember 2023 lalu, saya selalu mengharapkan adanya pemanggilan lanjutan ataupun informasi yang diberikan mengenai perkembangan proses investigasi. Nyatanya, saya tidak pernah sekali pun mendapatkan pemanggilan lagi. Sehingga, tidak ada ruang sedikit pun bagi saya untuk menyampaikan
keterangan terbarukan, menyampaikan bukti-bukti, dan bahkan tak pernah sekali pun saya
diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.

Saya mengerti bahwa ada sensitivitas yang besar dalam kasus ini sehingga diperlukan proses-proses yang tak bisa ditempuh secara terbuka. Akan tetapi, sebagai tertuduh, bukankah saya seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil? Setidaknya informasi ini pun sangat penting bagi saya dan keluarga yang selalu bertanya-tanya.

Saya pun mengerti bahwa perspektif korban adalah hal yang penting sehingga kita wajib untuk menghormati hak-hak juga nama baik korban. Namun bukankah saya pun memiliki hak dan nama baik? Selama proses yang ada, saya merasa tak mendapatkan hak-hak tersebut, terlebih dalam hak untuk tidak dianggap bersalah sampai hadir putusan yang sah.

Menyebarnya kasus, dokumen-dokumen, dan kabar-kabar tentang kasus ini sejak awal adalah masalah yang membuat saya tak mendapatkan hak-hak tersebut.

3. UPAYA LANJUTAN

Saya telah berusaha untuk menghargai proses investigasi Satgas PPKS UI dengan baik. Saya tidak pernah lari dari panggilan, tidak pernah berniat untuk tidak melaksanakan
kewajiban, dan mematuhi aturan-aturan terkait yang berlaku. Dalam diktum ketujuh dalam Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 tersebut, saya diperkenankan untuk meminta pemeriksaan ulang yang harus diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya Keputusan Rektor UI tersebut jika Keputusan Rektor UI tersebut dianggap tidak adil. Sehingga, saya akan tetap mematuhi dan menjalankan upayaupaya yang menurut aturan diperbolehkan.

Sejak awal, saya selalu berkomitmen untuk mematuhi dan menghargai segala proses-proses hukum yang legal untuk menghadirkan kebenaran dan menegakkan hak-hak para pihak. Komitmen tersebut akan selalu saya terapkan dan laksanakan hingga proses-proses ke depan.

Maka, oleh karena minimnya transparansi, adanya kejanggalan, dan juga keputusan yang tidak adil, melalui surat ini, saya ajukan proses yang legal, yaitu Pemeriksaan Ulang atas kasus ini.

Depok, 31 Januari 2024
Melki Sedek

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Editor: Febri Prasetyo

Tag:  #melki #ajukan #surat #keberatan #akui #hanya #diperiksa #satu #kali #sebut #kejanggalan

KOMENTAR