KPK Sebut Modus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker Terjadi Sejak 2012
Ilustrasi Gedung KPK(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)
20:42
5 Juni 2025

KPK Sebut Modus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker Terjadi Sejak 2012

- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, modus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berlangsung sejak 2012.

"Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Berdasarkan kondisi tersebut, Budi mengatakan, KPK akan meminta klarifikasi kepada Menteri Tenaga Kerja periode sebelumnya untuk menggali informasi terkait modus pemerasan tersebut.

Sebab, kata dia, modus pemerasan yang terjadi di Kemenaker dilakukan secara berjenjang.

"Tadi sudah saya sampaikan juga ya berjenjang dari Menteri HD (Hanif Dhakiri) sampai (Menaker) ID (Ida Fauziyah) pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara manajerial beliau-beliau adalah pengawasnya," ujar dia.

Budi mengatakan, KPK akan menggali apakah Menteri Tenaga Kerja mengetahui adanya modus pemerasan tersebut.

Dia mengatakan, hal tersebut penting dilakukan agar upaya pencegahan korupsi di Kemenaker berjalan dengan baik.

"Hal tersebut sangat penting untuk dilaksanakan sehingga nanti apa yang kita lakukan ke depan upaya pencegahan juga inline dari atasnya sampai bawah satu perintah bahwa itu menteri bersih insya Allah bawahnya bersih," ucap dia.

Sebelumnya, KPK menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin RPTKA di Kemenaker, pada Kamis (5/6/2025).

"Harus saya sampaikan bahwa per tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait dengan tindak pidana korupsi yang saya sebutkan tadi di atas," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.

Kedelapan tersangka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK), Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.

Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA, Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, dan Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF) selaku staf.

KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.

Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).

Dia mengatakan, sebagian dari uang tersebut digunakan untuk uang makan 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker sebesar Rp 8,94 miliar.

"Dinikmati untuk makan siang dan kegiatan-kegiatan non-budgeter," ujarnya.

Budi mengatakan, para staf hingga petugas kebersihan yang biasa bekerja di Dirjen Binapenta juga menikmati uang hasil pemerasan dengan total Rp 5,4 miliar.

Namun, uang Rp 5,4 miliar tersebut  dikembalikan ke negara.

 

Tag:  #sebut #modus #pemerasan #izin #kemenaker #terjadi #sejak #2012

KOMENTAR