KPK Ungkap Modus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker: Tak Serahkan Uang, RPTKA Tak Diproses
Ilustrasi Gedung KPK(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)
19:06
5 Juni 2025

KPK Ungkap Modus Pemerasan Izin TKA di Kemenaker: Tak Serahkan Uang, RPTKA Tak Diproses

- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan modus yang dilakukan delapan tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Delapan tersangka tersebut adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK), Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025, Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA, Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, serta Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF) selaku staf.

KPK mengatakan, dalam menerbitkan izin RPTKA, tiga staf Kemenaker, Putri, Alfa, dan Jamal meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan.

Permintaan sejumlah uang itu atas perintah dari Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Angraeni.

"Dalam proses permohonan RPTKA secara online oleh pemohon, PCW, ALF, dan JMS hanya memberitahukan kekurangan berkas melalui WhatsApp kepada pihak pemohon yang sudah pernah menyerahkan sejumlah uang pada pengajuan sebelumnya, atau pemohon yang menjanjikan akan menyerahkan uang setelah RPTKA selesai," kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.

"Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya," sambung dia.

Budi mengatakan, pemohon yang tidak diproses akan mendatangi kantor Kemenaker dan bertemu dengan petugas.

Pada pertemuan tersebut, ketiga staf Kemenaker menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA dan meminta sejumlah uang.

"Setelah diperoleh kesepakatan, pihak Kemenaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon," ujar dia.

Budi mengatakan, dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan melalui Skype, dengan jadwal yang ditentukan secara manual.

Dia mengatakan, Putri, Alfa dan Jamal tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut.

Padahal, RPTKA dibutuhkan oleh TKA untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lain terkait izin kerja dan izin tinggal.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan, lanjut Budi, penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat.

Hal ini, kata dia, menyebabkan TKA dikenai denda Rp 1.000.000 per hari.

"Sehingga para pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada Direktur PPTKA dan Dirjen Binapenta melalui PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator, supaya tidak terkena denda," tutur dia.

Budi mengatakan, selain memberikan perintah meminta uang, Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Angraeni juga aktif menerima uang dari ketiga staf dan Gatot Widiartono selaku Kepala Sub di Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja yang bersumber dari pengajuan RPTKA.

"Uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap dua minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA," kata dia.

KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.

Budi merinci uang yang diterima para tersangka, di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).

Dia mengatakan, sebagian dari uang tersebut digunakan untuk uang makan 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker sebesar Rp 8,94 miliar.

"Dinikmati untuk makan siang dan kegiatan-kegiatan non-budgeter," ujar dia.

Budi mengatakan, para staf hingga petugas kebersihan yang biasa bekerja di Dirjen Binapenta juga menikmati uang hasil pemerasan dengan total Rp 5,4 miliar.

Namun, uang tersebut dikembalikan ke negara.

"Dan mereka mengembalikan uang tersebut ke negara sebesar Rp 5,4 miliar," tutur dia.

Tag:  #ungkap #modus #pemerasan #izin #kemenaker #serahkan #uang #rptka #diproses

KOMENTAR