Ultimatum Prabowo untuk Siapa?
Presiden Prabowo Subianto.(ANTARA FOTO / GALIH PRADIPTA)
06:14
5 Juni 2025

Ultimatum Prabowo untuk Siapa?

PIDATO Presiden Prabowo Subianto pada 1 Juni 1945, dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, cukup menarik untuk ditujukan langsung kepada para pembantu presiden sendiri.

Meskipun pidato itu memiliki konteks yang lebih umum kepada semua pejabat negara, tapi penyampaiannya dalam suasana dan keadaan yang sangat spesifik.

Mental elite

“Bangsa kita kaya” kata Prabowo, sembari menyampaikan tantangan dan kekurangan bangsa yang kaya itu. Apa tantanganya?

Dengan tegas Presiden Prabowo mengatakan: “...adalah sikap mental para elite bangsa, terutama mereka yang pegang jabatan-jabatan penting sebagai wakil rakyat, sebagai utusan rakyat, dan sebagai mandataris rakyat.”

Presiden melihat para pejabat ini sebagai tantangan dan kekurangan yang membuat bangsa ini sulit maju.

Kelihatanya pandangan presiden itu tidak terlalu berlebihan, dan itu merupakan pendapat yang sangat terbuka dan jujur terhadap situasi bangsa hari-hari ini.

Apa yang dilihat Presiden Prabowo?

“Saya sebagai Presiden RI melihat masih terlalu banyak penyelewengan, masih terlalu banyak korupsi, masih terlalu banyak manipulasi yang dilaksanakan justru di tubuh pemerintahan, di tubuh kekuasaan,” katanya.

Semenjak dilantik menjadi Presiden, Prabowo telah menaruh ancaman cukup serius kepada para pembantunya, juga kepada mereka yang masih korupsi.

Prabowo sempat beberapa kali menyatakan ketegasannya terhadap pelaku korupsi dan tidak gentar terhadap para koruptor.

Sikap tidak kompromi terhadap penyelewengan dan korupsi menjadi sikap yang patut didukung. Komitmen memberantas korupsi perlu diupayakan sedini mungkin.

Komitmen Presiden Prabowo bakal memaksimalkan pengejaran terhadap koruptor yang lari meninggalkan Indonesia.

“Walaupun mereka (koruptor) lari ke Antartika, saya akan mengirim pasukan khusus untuk mencarinya di sana,” kata Prabowo.

Tidak perlu ke Antartika

Di lingkungan pemerintahan yang dipimpin oleh presiden, begitu banyak nama-nama yang sedang bermasalah.

Para menteri kabinet Merah Putih memiliki catatan-catatan dalam perkara korupsi. Sebutlah, misalnya, Airlangga Hartanto yang pernah dipanggil oleh kejaksaan Agung untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit.

Kasus izin ekspor minyak sawit ini telah menjerat banyak pihak, hingga sampai ke hakim yang mengadili korporasi. 

Nama lain, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo pernah dipanggil Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi BTS. Pemanggilan Dito ini konkret, karena ada sejumlah uang yang pernah diterimanya, meskipun sebagian dikembalikan.

Kasus impor gula yang diduga melibatkan Zulkifli Hasan. Dugaan korupsi Pertamina yang disebut-sebut menyeret dua saudara Thohir, yaitu BUMN Erick Thohir dan Boy Thohir, meski sudah dibantah Kejaksaan Agung.

Budi Arie, Menteri Koperasi yang sebelumnya menjabat Menkominfo (sekarang Menkomdigi) disebutkan dalam dua dakwaan sekaligus, menerima uang dalam pengamanan situs judol.

Lumpuhkan Kabinet Lama

Anasir dugaan keterlibatan menteri kabinet dalam berbagai kasus korupsi itu, secara moral sangat memengaruhi rating pemerintahan dan melemahkan kepercayaan publik pada pemerintah.

Bahkan sejauh ini pikiran-pikiran “revolusioner” presiden belum dapat dieksekusi. Kesadaran antikorupsi masih sangat minim.

Efisiensi anggaran yang gagap dieksekusi oleh menteri dan capaian-capaian presiden, baik dalam urusan internasional maupun nasional, tidak mendapatkan apresiasi untuk disampaikan oleh juru bicara Istana.

Program makan bergizi gratis meskipun belum optimal, setidaknya harus diumumkan secara berkala.

Pembentukan koperasi desa/kelurahan dan program 3 juta rumah yang sedang dilakukan perlu disampaikan ke publik sehingga tersosialisasi dengan baik sebagai kinerja positif.

Termasuk upaya presiden melakukan swasembada pangan dan energi serta hilirisasi harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Namun persoalannya, sebagian menteri tidak memiliki garis ideologi politik dengan presiden, sehingga terkesan program dan kebijakan presiden tidak tersampaikan secara terbuka di hadapan publik. Ini menjadi masalah sekaligus hambatan.

Program dan pikiran besar Presiden Prabowo masih belum dapat dieksekusi oleh para menteri, tidak juga mendapatkan publikasi memadai, sehingga terkesan hanya presiden dan sebagian menteri terdekat saja yang bekerja.

Karena itu, sudah saatnya Presiden Prabowo melumpuhkan kabinet ini dan membentuk kabinet baru yang lebih memahami keinginan dan program presiden.

Tag:  #ultimatum #prabowo #untuk #siapa

KOMENTAR