



Tetapkan Direktur JAK TV Tersangka, Kejagung Dianggap Sewenang-wenang
- Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai, Kejaksaan Agung telah bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar sebagai tersangka karena diduga melakukan perintangan penyidikan usai terlibat pemufakatan jahat dengan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
“Kami melihat terdapat kesewenang-wenangan kekuasaan di sini,” ujar Koordinator KKJ Erick Tanjung melalui keterangannya, Kamis (23/4/2025).
KKJ menilai, penetapan tersangka oleh Kejagung tanpa penilaian dari Dewan Pers telah melanggar nota kesepahaman antara dua lembaga negara ini yang diteken pada tahun 2019.
Berdasarkan MoU bernomor 01/DP/MoU/II/2019: KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia, tepatnya di ketentuan Pasal 2 menyebutkan kerja sama dalam kegiatan Koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang Penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan Pers.
Juga, untuk pemberian keterangan ahli dari Dewan Pers.
Atas pasal ini, Kejagung terikat MoU yang memandatkan agar penyidik untuk terlebih dahulu berkoordinasi dan melakukan konsultasi perihal substansi pemberitaan yang digunakan oleh Kejaksaan Agung sebagai alat bukti utama dalam indikasi tindak pidana obstruction of justice.
“Dewan Pers nantinya akan mengeluarkan penilaian terhadap muatan keseluruhan konten artikel pemberitaan tersebut, dan dapat memberikan petunjuk kepada Aparat Penegak Hukum perihal indikasi pelanggaran etik atau pelanggaran Pidana dalam proses dan muatan penyusunan berita yang disita sebagai alat bukti tersebut,” lanjut Erick.
Pengabaian ini dinilai berpotensi untuk mempengaruhi kebebasan dan kemerdekaan pers dengan upaya mengkriminalisasi buruh tulis.
Erick berpendapat, penghalangan proses hukum (obstruction of justice) harus merupakan tindakan secara langsung atau material menghalangi penyidikan, penuntutan dan persidangan.
“Pemberitaan, opini publik, penyampaian pendapat di muka umum jelas bukanlah tindakan perintangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi,” lanjutnya.
Menyikapi adanya potensi penyalahgunaan produk jurnalistik dalam kasus ini, KKJ mendorong Kejagung untuk berkoordinasi langsung dengan Dewan Pers untuk mengkaji konten berita yang menjadi alat bukti dalam kasus ini.
“Mendorong Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang penggunaan delik Pidana Obstruction of Justice dan membuka akses atau menjelaskan substansi konten yang dijadikan alat bukti, agar publik dapat menilai apakah konten tersebut memenuhi unsur pidana atau sekadar kritik terhadap proses hukum,” tegas Erick.
Saat ini, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.
Para tersangka ini diduga melakukan perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Tag: #tetapkan #direktur #tersangka #kejagung #dianggap #sewenang #wenang