Soal Penetapan Tersangka Eks Wamenkumham, Ahli Pidana UI: Alat Bukti Harus Penuhi 2 Unsur Ini
Saksi ahli hukum pidana Univesitas Indonesia Eva Achjani Zulfa saat dihadirkan kubu Eks Wamenkumham Eddy Hiariej dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024). 
14:17
25 Januari 2024

Soal Penetapan Tersangka Eks Wamenkumham, Ahli Pidana UI: Alat Bukti Harus Penuhi 2 Unsur Ini

- Dosen hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa dihadirkan kubu eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dalam sidang praperdilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

Eva yang hadir sebagai saksi ahli menjelaskan perihal jumlah dan kualitas atau kualitatif dan kuantitatif alat bukti yang mesti dipenuhi oleh penyidik dalam menentukan status tersangka seseorang.

Adapun hal itu bermula ketika Eva dicecar pertanyaan oleh anggota tim kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Sitohang terkait mana yang menjadi prioritas dua alat bukti permulaan yang mesti dipenuhi oleh penyidik.

"Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka adalah minimum dua alat bukti, apakah secara kualitatif atau kuantitatif?," tanya Ricky.

Pertanyaan tersebut tak terlepas dari keberatannya tim kuasa hukum terkait penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK kepada kliennya itu.

Mendengar hal tersebut, Eva pun menjelaskan bahwa alat bukti itu harus memenuhi kedua unsur tersebut baik segi kualitas maupun jumlah.

Sebab menurutnya untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka penyidik tidak bisa hanya memperhitungkan satu dari dua unsur tersebut.

"Kalau saya menggunakannya tadi istilahnya ini istilah penelitian yang mulia, mix kuali dan kuanti. Jadi dilihat dari kualitas dan kuantitasnya," saut Eva.

Kemudian Eva pun kembali menegaskan pernyataanya ketika lagi-lagi ditanya hal yang sama oleh Ricky perihal dua alat bukti tersebut.
Saat itu Ricky bertanya kepada Eva unsur mana yang mesti diutamakan dalam alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Berati lebih diutamakan mana kuali atau kuanti?," tanya Ricky.

"Dua duanya harus terpenuhi. Saya mencontohkam misalnya kalau berbicara soal apakah 100 orang saksi yang bersesuaian dengan satu sama lain itu hanya bisa dihitung sebagai alat satu keterangan saksi saja," ucap Eva.

Selain itu dalam memeriksa alat bukti dikatakan Eva juga harus dilihat sistematis baik itu keterangan saksi maupun keterangan terdakwa.

Pasalnya kata dia, bukan tidak mungkin terdapat alat bukti lain yang bisa menciptakan petunjuk lain apakah benar terdapat peristiwa seperti yang disangkakan selama ini terhadap Eddy Hiariej.

"Karena saksi, surat keterangan terdakwa itu harus dilihat sistematis dalam membacanya apakah ada alat bukti lain selain saksi dan memberi petunjuk tentang peristiwa itu terjadi atau tidak," kata dia.

"Oleh karena itu tadi saya katakan ini mix gitu ya, kualitatifnya dilihat kuantitatifnya dilihat," pungkasnya.

Klaim Penetapan Tersangka Sewenang-Wenang

Sebelumnya, Kuasa hukum Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Syarief Hiariej alias Eddy Hiariej yakni Luthfie Hakim meminta majelis hakim mengabulkan permohonan praperadilan kliennya.

Dalam petitum permohonan kuasa hukum menyebutkan, penetapan tersangka kliennya sewenang-wenang.

Adapun hal itu disampaikan kuasa hukum Luthfie pada sidang praperadilan perdana kliennya di PN Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).

Diketahui KPK telah menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkumham RI.

"Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum pemohon menyampaikan permohonan kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Melalui Hakim pemeriksa dan pemutus perkara a quo berkenan memeriksa dan menjatuhkan putusan sebagai berikut," kata kuasa hukum Luthfie di persidangan.

Ia melanjutkan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon Edward Omar Sharif Hiariej seluruhnya.

"Menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang. Karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal," sambungnya.

Luthfie juga meminta majelis hakim untuk menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka.
Diketahui KPK telah menetapkan Helmut Hermawan bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkumham RI.

Tiga tersangka yakni eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej serta dua orang dekat Eddy, Yosi Andika Mulyadi (pengacara) dan Yogi Arie Rukmana (asisten pribadi Eddy Hiariej).

KPK baru menahan Helmut, sementara Eddy Hiariej dan dua tersangka lainnya belum dilakukan penahanan.

Menurut temuan KPK, Eddy Hiariej melalui Yosi dan Yogi telah menerima uang Rp8 miliar terkait dengan konsultasi hukum perihal AHU PT CLM dan penghentian permasalahan hukum Helmut di Bareskrim Polri.

Imbas dari kasus tersebut, Eddy Hiariej mengundurkan diri dari jabatan Wamenkumham.

Selain itu, Eddy Hiariej, Yosi, dan Yogi telah menggugat KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 4 Desember 2023.

Namun, belakangan Eddy, Yosi, dan Yogi mencabut permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan, per hari ini, Rabu, 20 Desember.

Akan tetapi, Eddy Hiariej kembali mengajukan gugatan praperadilan untuk melawan status tersangka di KPK.

Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 3 Januari 2024.

Editor: Malvyandie Haryadi

Tag:  #soal #penetapan #tersangka #wamenkumham #ahli #pidana #alat #bukti #harus #penuhi #unsur

KOMENTAR