Saksi Ungkap Surat Keterangan Penyerahan Kekurangan Emas 1,1 Ton Budi Said Bukan Surat Resmi Antam
Sidang dengan agenda keterangan saksi dalam kasus korupsi jual beli emas di PT Antam Tbk dengan terdakwa Crazy Rich Surabaya Budi Said di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/9/2024). 
15:36
10 September 2024

Saksi Ungkap Surat Keterangan Penyerahan Kekurangan Emas 1,1 Ton Budi Said Bukan Surat Resmi Antam

Corporate Secretary (Corsec) Divisi Head PT Antam Tbk Syarif Faisal Al Qadri mengatakan surat keterangan kekurangan penyerahan emas seberat 1.136 kilogram atau 1,1 ton senilai Rp 550 Juta per kilogram ke Crazy Rich Budi Said bukan surat resmi perusahaan.

Pasalnya, kata Faisal, surat yang ditandatangani oleh Kepala Butik BELM Surabaya 01, Endang Kumara itu tak dicantumkan nomor surat sesuai pedoman pengelolaan persuratan dinas dan kearasipan PT Antam Nomor 359K/0431 DAT Tahun 2015.

Hal itu Faisal ungkapkan saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi jual beli emas di PT Antam dengan terdakwa Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Pernyataan itu diungkap Faisal bermula ketika Jaksa mengorek soal surat keterangan kekurangan penyerahan emas yang diajukan Budi Said ke PT Antam.

Menurut Faisal, dalam pedoman itu terdapat asas sentralisasi yang dipakai dalam sistem dalam mengelola penyuratan dari PT Antam.

"Asas sentralisasi digunakan dalam kebijakan ketentuan dan dokumentasi evaluasi dan pelaksanaan tata persuratan di suatu organisasi misalnya penomoran surat," kata Faisal.

Kemudian lanjut dia, dalam surat itu seharusnya sekertariat umum memberikan nomor surat setelah adanya tanda tangan yang ditorehkan oleh pejabat berwenang di perusahaan pelat merah tersebut.

Kata Faisal, hal itu juga merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang memuat langkah-langkah dalam pembuatan surat resmi.

"Sehingga dari dua hal ini saya bisa menyimpulkan bahwa SK (surat keterangan) yang tidak memiliki nomor surat ini bukan merupakan surat resmi perusahaan," jelasnya.

Lebih jauh selain nomor surat, Faisal juga menyoroti tidak adanya penyebutan nama jabatan yang tertulis pada bentuk surat keterangan tersebut.

Padahal ucap Faisal dalam poin A BAB kewenangan penandatanganan surat dinas, terdapat contoh-contoh yang mesti dicantumkan oleh pembuat surat diantaranya jabatan, nama jabatan dan Nomor Pokok Pegawai (NPP).

"Sedangkan dalam surat ini yang tidak tercantum nama jabatan. Sehingga dua hal ini yang membuat saya menyimpulkan surat keterangan ini secara bentuk bukan merupakan surat resmi perusahaan," pungkasnya.

Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun

Terkait hal ini sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.

Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.

Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara berkongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.

Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.

"Terdakwa BUDI SAID bersama-sama dengan EKSI ANGGRAENI, ENDANG KUMORO, AHMAD PURWANTO dan MISDIANTO melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dibawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas PT Antam Tbk," kata jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaan Budi Said.

Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.

Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.

Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.

Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih). Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.

"Sehingga terdakwa BUDI SAID telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa," kata jaksa.

Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.

Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.

Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes oleh Budi Said.

"Terdakwa Budi Said secara sepihak menyatakan terdapat kekurangan serah emas oleh PT Antam dengan cara memperhitungkan keseluruhan pembayaran emas yang telah dilakukan oleh terdakwa Budi Said sebesar Rp 3.593.672.055.000 untuk 7.071 kilogram namun yang diterima oleh terdakwa Budi Said baru seberat 5.935 kilogram, sehingga terdapat kekurangan serah emas kepada Terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram," ujar jaksa.

Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.

Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.

"Bahwa sesuai data resmi PT Antam Tbk dalam harga harian emas PT Antam sepanjang tahun 2018 tidak ada harga emas sebesar Rp 505.000.000 per kg sebagaimana diakul terdakwa sebagai kesepakatan harga transaksi," ujar jaksa.

Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.

"Sehingga tidak terdapat kekurangan serah Emas PT Antam kepada terdakwa Budi Said dengan total 1.136 kilogram," katanya.

Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.

Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).

"Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram atau senilai Rp 92.257.257.820 atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut," kata jaksa penuntutu umum.

Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).

"Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kilogram emas atau setara dengan Rp 1.073.786.839.584," ujar jaksa.

Dengan demikian, Budi Said dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Editor: Hasanudin Aco

Tag:  #saksi #ungkap #surat #keterangan #penyerahan #kekurangan #emas #budi #said #bukan #surat #resmi #antam

KOMENTAR