Filosofi Kebaya, Warisan Budaya yang Kaya Makna
Kebaya lebih dari sekadar busana tradisional Indonesia, karena kebayamerupakan warisan budaya yang kaya makna dan filosofi. Di balik keindahan desain dan kerumitan pembuatannya, kebaya menyimpan nilai-nilai luhur yang diwariskan turun-temurun. Apa saja filosofi kebaya?
Pemerintah resmi menetapkan tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Hari Kebaya Nasional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebaya.
Menyambut Hari Kebaya Nasional yang akan jatuh besok, Rabu (23/7/2024), yuk cari tahu apa filosofi kebaya yang ditetapkan sebagai busana nasional.
Filosofi Kebaya
Baca Juga: Kapan Hari Kebaya Nasional? Simak Aturan Penetapan hingga Rangkaian Acara 2024
Dikutip dari jurnal penelitian berjudul Kebaya Kontemporer sebagai Pengikat Antara Tradisi dan Gaya Hidup Masa Kini, secara etimologi kebaya berasal dari bahasa Arab yakni abaya yang berarti pakaian.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebaya diartikan sebagai baju perempuan bagian atas, berlengan panjang, yang dipakai dengan kain panjang.
Mengutip dari tayangan di Youtube IndonesiaBaikID yang bertajuk Filosofi Kebaya, Kebaya Bukan Sekedar Pakaian, konon bentuk awal kebaya mengikuti busana para permaisuri atau selir raja di Kerajaan Majapahit yang mengenakan kain dan kemben di bagian dada. Lalu, pada saat budaya Islam masuk, ada penyesuaian yaitu menutup area dada dengan semacam outer dari kain tipis.
Pada abad ke-15 sampai 16, wanita Indonesia sudah mulai pakai kebaya, tapi cuma di kalangan bangsawan saja. Hingga kemudian, kebaya akhirnya mulai dipakai oleh siapa pun, dan kini identik dengan pakaian di acara istimewa.
Hingga akhirnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 1972 dan Undang-Undang nomor 9 tahun 2010, ditetapkanlah kebaya sebagai busana Nasional Indonesia.
Terkait filosofi kebaya, hal ini sangat berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan:
- Model kebaya yang anggun dengan atasan dan juga kain yang panjang ini menggambarkan perempuan Indonesia yang lemah lembut.
- Penggunaan kain yang melilit, yang kerap membuat pemakainya jadi sulit bergerak bebas, menggambarkan wanita Indonesia, khususnya wanita Jawa pada saat itu, identik dengan pribadi yang lemah gemulai.
- Kebaya yang cenderung mengikuti bentuk tubuh membuat perempuan yang memakainya secara otomatis harus menyesuaikan diri dan menjaga diri untuk bersikap kalem, atau menurut orang Jawa, tidak grasa-grusu.
- Penggunaan stagen atau ikat pinggang kebaya dalam pepatah jawa ini menyimbolkan usus yang panjang atau dowo ususe, yang maknanya punya kesabaran yang tinggi.
Itu dia filosofi kebaya yang sangat erat kaitannya dengan pepatah-pepatah Jawa. Hal ini karena memang zaman dulu, perempuan yang mayoritas pakai kebaya ada di Pulau Jawa.