Menurut Psikolog, Orang yang Mudah Tertipu Misinformasi dan Berita Palsu Menunjukkan 7 Ciri Kepribadian ini
Ilustrasi 7 ciri orang yang cenderung lebih mudah terpancing misinformasi dan berita bohong. (Freepik)
22:06
2 Desember 2024

Menurut Psikolog, Orang yang Mudah Tertipu Misinformasi dan Berita Palsu Menunjukkan 7 Ciri Kepribadian ini

- Di era informasi saat ini, membedakan mana yang asli dan yang palsu bisa menjadi pekerjaan yang berat. Masalahnya bukan hanya pada misinformasi yang beredar di luar sana, tetapi juga bagaimana kita sebagai individu bereaksi terhadapnya.

Secara psikologi, ada beberapa sifat yang membuat seseorang lebih rentan mempercayai berita palsu atau misinformasi. Mereka memiliki kepribadian yang umumnya mudah dibohongi dan terlalu percaya pada apapun.

Dilansir dari Baselinemag, inilah 7 ciri orang yang cenderung lebih mudah terpancing misinformasi dan berita bohong.

1. Kurangnya berpikir kritis

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis informasi secara objektif dan membuat penilaian yang beralasan. Ini melibatkan evaluasi sumber, seperti data, fakta, fenomena yang dapat diamati, dan temuan penelitian.

Pemikir kritis yang baik dapat menarik kesimpulan yang masuk akal dari serangkaian informasi dan membedakan antara rincian yang berguna dan kurang berguna untuk memecahkan masalah atau membuat keputusan.

Namun, ini adalah keterampilan yang tidak semua orang terapkan, terutama saat berhadapan dengan berita atau informasi yang sejalan dengan keyakinan atau bias yang mereka miliki.

Ini adalah salah satu ciri dari orang yang lebih rentan terhadap berita hoax. Mereka melihat berita utama yang mendukung sudut pandangnya dan membagikannya tanpa menyelidiki lebih dalam atau mempertanyakan validitasnya.

2. Bias konfirmasi

Bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk menafsirkan, mendukung, dan mengingat informasi dengan cara mengonfirmasi keyakinan atau nilai yang sudah ada sebelumnya. Ini adalah bias kognitif yang kuat dan hambatan yang serius terhadap pertimbangan objektif terhadap suatu isu.

Bias konfirmasi ini dapat membuat kita lebih rentan terhadap misinformasi dan berita palsu karena kita cenderung mempercayai cerita yang sesuai dengan pandangan kita, meskipun cerita tersebut tidak didasarkan pada bukti atau fakta yang dapat diandalkan.

3. Literasi digital rendah

Di era digital ini, kemampuan menjelajahi internet sama pentingnya dengan membaca dan menulis. Namun, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Stanford History Education Group menemukan bahwa lebih dari 80% siswa tidak dapat membedakan antara konten yang disponsori dan berita nyata.

Literasi digital lebih dari sekedar kemampuan untuk menggunakan komputer atau telepon pintar. Literasi digital melibatkan pemahaman tentang cara kerja dunia digital, termasuk kemampuan membedakan sumber yang dapat dipercaya dan tidak, serta berita benar atau berita hoax.

Orang dengan tingkat literasi digital yang rendah mungkin tidak memahami bagaimana misinformasi menyebar secara daring atau cara memverifikasi informasi yang mereka temukan di internet. Kurangnya pemahaman ini membuat mereka lebih rentan dan menerima konten tersebut tanpa mempertanyakannya.

4. Terlalu percaya diri dengan pengetahuan pribadi

Ironisnya, orang yang pintar pun rentan terhadap misinformasi dan berita palsu. Terlalu percaya diri terhadap pengetahuan atau kecerdasan pribadi dapat menyebabkan keyakinan bahwa kita kebal terhadap informasi palsu.

Hal ini dapat menghalangi kita untuk memeriksa fakta atau mencari sumber tambahan karena mengira sudah berpengalaman untuk membedakan mana fakta dari fiksi. Pada kenyataannya, tidak ada seorangpun yang kebal terhadap misinformasi.

Bahkan orang paling cerdas sekalipun dapat mempercayai berita palsu yang dibuat dengan baik jika berita tersebut disamarkan sebagai sumber yang kredibel atau sejalan dengan keyakinan saat ini.

5. Respon yang didorong oleh emosi

Misinformasi atau berita palsu seringkali memengaruhi emosi seseorang. Berita-berita tersebut dirancang untuk memancing reaksi yang kuat seperti marah, takut, atau gembira. Saat kita dikuasai emosi yang kuat, kita cenderung tidak berpikir kritis tentang informasi yang dikonsumsi.

Seseorang lebih mudah bereaksi berdasarkan emosi daripada fakta. Itu pelajaran yang menjadi pengingat untuk tetap berkepala dingin, terutama saat menghadapi topik sensitif atau berita kontroversial.

6. Kurangnya rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah sifat yang sering dikaitkan dengan kecerdasan, kreativitas, dan keinginan untuk belajar. Namun, rasa ingin tahu juga berperan penting dalam kemampuan untuk membedakan mana berita yang benar dan informasi yang salah.

Orang yang tidak memiliki rasa ingin tahu cenderung tidak mempertanyakan informasi yang mereka temukan atau mencari sudut pandang yang berbeda. Mereka mungkin menerima apa yang mereka baca atau dengar begitu saja tanpa menggali lebih dalam.

Kurangnya rasa ingin tahu juga dapat menjadi penyebab pola pikir tertutup yaitu ketika seseorang kurang terbuka terhadap ide atau sudut pandang baru. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap misinformasi yang sejalan dengan keyakinan mereka saat ini dan cenderung mencari atau menerima begitu saja.

7. Isolasi sosial

Percaya atau tidak, koneksi sosial memainkan peran penting dalam cara kita menafsirkan dan menanggapi informasi. Ketika kita terisolasi secara sosial, kita dapat menjadi lebih rentan terhadap informasi yang salah dan berita palsu.

Hal ini terjadi karena kita tidak memiliki perspektif yang beragam dan diskusi kritis yang menyertai jaringan sosial yang kuat. Tanpa interaksi sosial ini, kita hanya akan memiliki bias dan prasangka sendiri yang dapat membuat lebih rentan terhadap informasi yang salah.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #menurut #psikolog #orang #yang #mudah #tertipu #misinformasi #berita #palsu #menunjukkan #ciri #kepribadian

KOMENTAR