Hidup Lebih Tenang! 7 Cara Menjadi Stoikisme di Media Sosial untuk Mengatasi Komentar Negatif
Cara Menjadi Stoikisme di Media Sosial. (Freepik)
19:16
13 November 2024

Hidup Lebih Tenang! 7 Cara Menjadi Stoikisme di Media Sosial untuk Mengatasi Komentar Negatif

 

Di era media sosial seperti sekarang, setiap orang bebas berpendapat, mengkritik baik negatif araupun positif.

Dalam menghadapi hal ini, Stoisisme atau filsafat kuno dari Yunani, memberikan panduan untuk mengelola emosi dan tetap tenang.

Walaupun lahir ribuan tahun lalu, filosofi ini tetap relevan dan aplikatif dalam membantu kita menjaga keseimbangan mental di tengah gangguan dan reaksi negatif.

Mengutip stoikisme di media sosial guna mengatasi komentar negatif.

1. Hindari perdebatan dengan orang kolot

Akan selalu ada orang-orang yang merasa tahu segalanya, mengkritik, meragukan, atau membenci, yang mencoba menilai pekerjaanmu atau memberi nasihat tanpa diminta. Mereka sering termotivasi oleh keinginan akan perhatian, ketenaran, atau keuntungan pribadi, atau terjerat ego dan rasa tidak amannya.

Meskipun mereka mungkin mempunyai kekuasaan, mereka pada akhirnya tidak memberi manfaat bagi dirimu. Keberhasilan sejati membutuhkan kesabaran dan fokus pada hasil jangka panjang, bukan kepuasan instan.

Orang-orang seperti ini bisa mengganggu dan menggodamu untuk berdebat, tetapi hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengabaikan mereka dan tetap fokus pada tujuanmu. Jangan terjebak dalam perdebatan atau mencoba mengubah mereka.

2. Bedakan kritik yang membangun dan merusak

Orang stoic menggunakan akal sehat dan refleksi diri dalam membedakan antara kritik yang konstruktif dan kebencian yang muncul dari iri hati. Jika kritik itu membangun, mereka akan belajar darinya, namun apabila tidak, mereka akan mengabaikannya atau menertawakannya, memahami bahwa kebencian lebih mencerminkan masalah pribadi si pembenci.

Prinsip stoic mengajarkan kita untuk memandang kritik sebagai hal-hal yang lebih disukai dan tidak penting sesuatu yang bisa bermanfaat jika mendukung hidup yang berbudi luhur, tetapi tidak mempengaruhi kebahagiaan kita apabila itu tidak konstruktif.

3. Kendalikan yang kamu bisa

Marcus Aurelius, Kaisar Romawi dan filsuf stoikisme, menekankan pentingnya pengendalian diri dalam merespons peristiwa eksternal. Stoikisme mengajarkan bahwa walau kita tidak bisa mengendalikan kejadian di luar kita, kita memiliki kekuatan dalam memilih bagaimana meresponsnya.

Ketika menghadapi kritik atau tantangan, seorang Stoik akan memilih untuk merespons dengan rasionalitas dan ketenangan, bukan dengan kemarahan atau frustrasi, sehingga dapat menjaga kedamaian batin dan tetap fokus pada tujuan.

4. Terima kritik untuk berkembang

Dalam pandangan stoikisme, kritik bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau ditanggapi dengan kemarahan, melainkan sebuah kesempatan berharga guna melakukan refleksi diri dan berkembang. Orang stoic memandang kritik sebagai alat untuk peningkatan pribadi yang berkelanjutan.

Bahkan kritik yang disampaikan dengan cara yang kasar atau menyakitkan pun dapat berfungsi sebagai cermin yang mengungkapkan titik-titik buta dalam diri kita area-area yang mungkin selama ini tidak kita sadari dan yang perlu kita perbaiki.

Bagi seorang stoic, kritik semacam ini dianggap sebagai peluang dalam memperbaiki diri, memperluas pemahaman, dan memperkuat karakter. Dengan cara ini, kritik menjadi bagian dari perjalanan menuju pencapaian kebijaksanaan dan penguasaan diri yang merupakan tujuan utama dalam ajaran stoikisme.

5. Membedakan opini dan fakta

Orang stoic dengan tegas membedakan antara opini dan fakta, sebuah prinsip yang sangat penting dalam ajaran mereka. Mereka memahami bahwa kebencian sering kali muncul dari opini subjektif yang dipengaruhi oleh prasangka, bias, atau ketidakpahaman, dan dengan demikian tidak selalu mencerminkan kebenaran objektif.

Bagi seorang stoic, kritik atau kebencian hanyalah cerminan dari perspektif si pembenci, bukan kenyataan tentang diri mereka. Mereka memilih untuk tetap tenang, tidak terpengaruh emosi, dan fokus pada nilai-nilai objektif tanpa membiarkan opini negatif mengganggu mereka.

6. Menjaga ketenangan batin

Stoisisme mengajarkan pentingnya menjaga kedamaian batin walau dihadapkan pada kekacauan atau tekanan dari luar. Stoic menganggap ketenangan pikiran merupakan hal yang utama, dan mereka berupaya tidak membiarkan kebencian atau konflik eksternal mengganggu kedamaian tersebut. Stoic tidak mengabaikan realitas, tetapi memilih mengendalikan reaksi mereka terhadap dunia luar agar tetap menjaga keharmonisan batin.

7. Tulisan pikiran dan perasaan

Menulis tentang situasi di mana seseorang membencimu, misalnya ketika itu terjadi di siang hari, dan kemudian meluangkan waktu untuk merenungkan perasaan serta emosi yang muncul akibatnya, bisa menjadi cara yang efektif dalam menerima kenyataan tersebut.

Dengan merinci perasaanmu melalui tulisan, kamu dapat memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang apa yang sebenarnya dirasakan dan mengapa. Proses ini tidak hanya membantumu mengatasi perasaan tersebut, tetapi juga bisa mengurangi kecemasan atau ketakutan yang mungkin timbul akibat kebencian tersebut.

Ketika kamu dapat melihatnya dari sudut pandang yang lebih rasional dan objektif, kamu akan merasa lebih siap untuk menghadapinya dengan ketenangan, dan pada akhirnya, ini membantu meredakan beban emosional yang tiba-tiba muncul.

***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #hidup #lebih #tenang #cara #menjadi #stoikisme #media #sosial #untuk #mengatasi #komentar #negatif

KOMENTAR