Orang yang Disibukkan untuk Mendapatkan 'Like' di Media Sosial Biasanya Memiliki 9 Sifat Ini Menurut Psikologi
Di era media sosial, banyak orang semakin terfokus pada validasi eksternal berupa "like" atau komentar positif.
Bagi sebagian orang, jumlah "like" pada unggahan menjadi tolak ukur utama dalam menilai diri mereka sendiri.
Menurut psikologi, kecenderungan untuk menghabiskan waktu demi mengejar "like" ini bisa menunjukkan beberapa sifat atau perilaku tertentu.
Dilansir dari Geediting pada Sabtu (9/11), terdapat sembilan sifat yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang terobsesi untuk mendapatkan "like" di media sosial.
1. Tinggi Rasa Ingin Diakui (Need for Validation)
Orang yang berfokus pada mendapatkan "like" biasanya memiliki kebutuhan tinggi untuk diakui.
Setiap "like" dianggap sebagai tanda penerimaan dan dukungan, yang mengisi kebutuhan akan validasi dari orang lain.
Rasa ingin diakui ini sering kali berasal dari ketidakamanan pribadi dan keyakinan bahwa harga diri mereka bergantung pada penilaian orang lain.
2. Mudah Merasa Cemas atau Stres Ketika Tidak Mendapat Respons (Social Anxiety)
Kecemasan sosial juga menjadi salah satu sifat yang kerap muncul.
Ketika unggahan tidak mendapat cukup perhatian, orang yang terobsesi dengan "like" mungkin merasa cemas atau stres, bahkan terkadang mulai bertanya-tanya tentang nilai diri mereka.
Mereka merasa kurang berarti atau tidak menarik jika unggahan mereka sepi dari respons.
3. Perbandingan Diri yang Tinggi dengan Orang Lain (Social Comparison)
Orang yang terobsesi dengan "like" cenderung sering membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial.
Melihat jumlah "like" atau pengikut orang lain sering kali membuat mereka merasa tidak puas dengan diri sendiri.
Ini menciptakan siklus perbandingan yang terus-menerus, yang pada akhirnya bisa merusak kesejahteraan mental mereka.
4. Kecenderungan untuk Berperilaku Palsu atau Menyesuaikan Diri dengan Ekspektasi Publik (False Persona)
Orang yang berfokus pada jumlah "like" mungkin cenderung menampilkan sisi diri yang bukan diri mereka yang sebenarnya.
Mereka bisa saja berpura-pura menjadi seseorang yang berbeda atau menunjukkan kehidupan yang lebih mewah atau bahagia dari kenyataan, demi menarik perhatian dan pengakuan.
Ini mengarah pada penciptaan persona palsu yang dapat merusak autentisitas mereka sendiri.
5. Rendahnya Kepuasan Diri (Low Self-Esteem)
Menurut penelitian, sering kali orang yang mengejar validasi online memiliki kepuasan diri yang rendah.
Mereka cenderung tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri, sehingga mencari pengakuan dari luar untuk menutupi ketidakpuasan internal tersebut.
Setiap "like" menjadi alat untuk sementara waktu meningkatkan rasa percaya diri.
6. Perfeksionisme yang Berlebihan (Excessive Perfectionism)
Orang yang terobsesi dengan "like" sering kali menunjukkan sifat perfeksionis.
Mereka akan menghabiskan waktu lama untuk memilih foto atau mengedit unggahan agar tampak sempurna, dengan harapan mendapat lebih banyak "like".
Perfeksionisme ini biasanya membuat mereka lebih tertekan, karena merasa perlu memenuhi standar yang sangat tinggi.
7. Ketergantungan pada Dopamin (Dopamine Dependency)
Setiap kali seseorang menerima "like" di media sosial, otak mereka menghasilkan dopamin, zat kimia yang menciptakan perasaan senang.
Namun, orang yang terobsesi dengan "like" cenderung mengembangkan ketergantungan pada dopamin dari respons sosial ini.
Mereka menjadi lebih sering mengunggah, menunggu respons untuk mendapatkan "fix" dopamin berikutnya.
8. Kesulitan Menjaga Hubungan Asli (Difficulty Maintaining Real-Life Connections)
Karena terlalu terfokus pada kehidupan digital dan mengejar "like", orang-orang ini sering mengabaikan hubungan nyata di sekitar mereka.
Interaksi langsung dengan keluarga atau teman menjadi kurang berarti, karena mereka lebih sibuk dengan tampilan hidup mereka di dunia maya.
Hal ini dapat membuat hubungan pribadi mereka menjadi rapuh atau bahkan renggang.
9. Mudah Merasa Terasing dari Diri Sendiri (Alienation from Self)
Berusaha tampil sempurna untuk mendapatkan "like" membuat orang sering kali kehilangan koneksi dengan diri mereka yang asli.
Mereka mulai hidup untuk memenuhi ekspektasi atau standar yang dilihat di media sosial, sehingga lambat laun menjauh dari apa yang sebenarnya mereka inginkan atau yakini.
Keterasingan dari diri sendiri ini dapat membuat mereka merasa hampa dan kurang bermakna.
Mengejar "like" atau popularitas di media sosial tidak selalu salah, namun jika dilakukan secara berlebihan, hal ini bisa berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis.
Memahami dan mengenali tanda-tanda ini bisa menjadi langkah awal untuk membangun hubungan yang lebih sehat dengan media sosial dan dengan diri sendiri.
Menjaga keseimbangan antara dunia maya dan kehidupan nyata adalah kunci untuk tetap autentik, bahagia, dan berdaya.
Tag: #orang #yang #disibukkan #untuk #mendapatkan #like #media #sosial #biasanya #memiliki #sifat #menurut #psikologi