Menanti Sneaker Lokal Bersanding dengan Jenama Global
PERNAHKAH mendengar nama-nama jenama sneaker ini: Ortuseight, Nineten, Mills, Ardilles, Spotec, Specs, Piero, Eagle, Geoff Max, League dan sebagainya?
Bagi sebagian orang ini nama-nama ini terdengar asing. Tidak akrab di telinga. Respons yang muncul mungkin sambil mengerutkan dahi, “Nama apa itu?”
Sebagai info, itu adalah nama jenama sneaker lokal. Sebagian kalangan muda, pecinta sneaker, pecinta jogging dan running atau olahraga lainnya, jenama lokal tersebut mulai akrab di telinga dan dicari, karena diakui kualitasnya dengan harga terjangkau.
Sebagian yang lain, mungkin mayoritas, lebih familiar dengan jenama global yang telah mendunia: Nike, Adidas, Reebok, Skechers, Puma, Diadora, On Cloud, Assics, Hoka dan sebagainya.
Tidak mengherankan, karena selain telah mendunia, produk tersebut mudah ditemukan di sejumlah gerai resmi, maka dijamin original, di sejumlah mal terkemuka atau pusat belanja yang mudah diakses masyarakat.
Tatkala demam “running” merebak ke berbagai kota besar, permintaan sepatu yang sesuai kebutuhan dan keinginan turut mendongkrak permintaan jenama sneaker lokal.
Awalnya konsumen merupakan segmen ceruk (niche) di luar segmen jenama global. Kini jenama lokal, yang sebagian telah eksis sejak lama, mulai menyeruak hadir dan diperhitungkan melalui komunitas-komunitas yang bermunculan di media sosial.
Popularitas mulai terbangun dari jejaring daring. Mayoritas jenama tersebut dipromosikan dan dijual secara daring.
Jika dijual di toko sepatu, sangat terbatas, dan bukan bagian dari jaringan toko sepatu nasional yang biasa menjual jenama global. Toko sepatu tersebut biasa dimiliki perorangan atau dikelola sendiri dengan stok terbatas.
Pertanyaan yang muncul, mengapa sneaker jenama lokal tidak banyak hadir di toko sepatu layaknya jenama global? Ada sejumlah dugaan penyebab yang melatarbelakangi.
Pertama, biaya distribusi yang tinggi. Untuk hadir memenuhi display toko sepatu di berbagai tempat, kesiapan logistik harus dibangun. Bisa jadi menyiapkan tempat penyimpanan di lebih dari satu tempat.
Jika hanya dijual secara daring dan luring secara terbatas, mungkin itu tidak diperlukan, atau biaya dapat ditekan. Penyaluran produk juga lebih terkendali. Biaya logistik bisa dihemat.
Jika dijual melalui toko-toko sepatu, listing fee dan biaya konsinyasi, bisa timbul. Belum lagi tuntutan margin keuntungan yang lebih tinggi dari pengecer. Keuntungan pebisnis sneaker jenama lokal berpotensi tergerus.
Kedua, volume produksi terbatas. Karena jenama belum terlalu dikenal konsumen, permintaan pun belum terlalu besar sehingga volume produksi terbatas.
Proporsi promosi fokus melalui media sosial. Relasi dengan calon konsumen juga belum terlalu intens. Ruang gerak untuk berkembang jadi terbatas.
Memang selalu menjadi dilema, promosi dulu untuk mendorong permintaan, atau promosi aktif setelah permintaan terbentuk. Laksana telur dan ayam.
Patut disadari, untuk membangun jenama yang bernilai dan mumpuni, tidak bisa hanya mengandalkan saluran secara daring, tetapi menerapkan omni channel, daring dan luring bersamaan.
Konsumen membeli secara daring, tetapi juga dapat mencoba secara langsung. Apalagi sepatu, yang membutuhkan ketepatan dan kesesuaian dengan ukuran dan bentuk kaki.
Berjualan secara daring, akses yang terbatas, memberi kesan eksklusif. Namun, keterbatasan itu dapat “memadamkan” intensi untuk membeli.
Ketersediaan menjadi kunci untuk menguasai pasar, kecuali memang tidak berniat untuk memperbesar pasar, cukup puas dengan kondisi yang ada.
Kecintaan sebagian kalangan pada jenama sneaker lokal yang memiliki kualitas setara dengan jenama global, tapi dengan harga terjangkau menjadi momentum yang bagus bagi produsen sneaker jenama lokal tampil lebih percaya diri.
Kehadiran dalam event lomba lari berskala nasional, menggunakan atlet sebagai brand ambassador tentu tetap harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan.
Ini untuk menunjukkan keseriusan rancangan desain sepatu yang memang nyaman untuk berolahraga, apalagi untuk penggunaan harian.
Seorang anak muda pernah bilang begini, “Jika untuk lari jarak jauh saja tetap nyaman dan kuat, apalagi hanya untuk digunakan untuk keperluan harian dan ringan?”
Kesadaran dan kepercayaan yang dibangun, mesti diikuti dengan ketersediaan produk yang mudah diakses.
Kerja sama dengan pemilik toko sepatu perorangan tampaknya perlu diperkuat lagi, dengan penawaran yang saling menguntungkan. Kemitraan dengan sentra-sentra penjualan sepatu lokal tampaknya dapat dijajaki.
Dalam beberapa kategori produk, jenama lokal telah dicintai konsumen Indonesia. Jenama sneaker lokal memiliki potensi untuk menguasai pasar.
Jika suatu saat nanti, dari sekian banyak jenama lokal bersanding dengan jenama global yang biasa ditemui di mal-mal besar di Indonesia, tentu akan menjadi momen yang membanggakan. Apalagi jika hadir di "panggung" internasional. Dan itu bukan hal yang tidak mungkin.
Tag: #menanti #sneaker #lokal #bersanding #dengan #jenama #global