Menjaga Identitas Budaya Sumba Lewat Tenun Warna Alam
Program Pembinaan Wastra Warna Alam oleh Bakti BCA di Sumba Timur, NTT.(Dok BCA)
07:35
17 Desember 2025

Menjaga Identitas Budaya Sumba Lewat Tenun Warna Alam

Pewarna alam tenun Sumba adalah warisan berharga yang selaras dengan tren eco-fashion sebab dibuat dari benang kapas dengan pewarna alam. Hasilnya adalah lembaran wastra yang keindahannya sulit ditandingi oleh kain dari pewarna sintetis.

Meski demikian, proses pembuatan tenun dengan pewarna alam juga tak mudah. Prosesnya rumit dan memakan waktu, mulai dari pengumpulan bahan, ekstraksi, hingga pencelupan, membutuhkan waktu lama. 

Seiring waktu, praktik pewarnaan dengan bahan alami sempat ditinggalkan. Sebab untuk mengerjakan tenun ini membutuhkan keahlian khusus yang mulai langka akibat regenerasi yang terbatas.

Untuk menjaga identitas budaya ini, Bakti BCA melakukan program pembinaan wastra warna alam, salah satunya kepada kelompok penenun Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan tersebut diikuti oleh 50 penenun Sumba Timur dari 4 kelompok penenun, yakni Kambatatana, Wukukalara, Kawangu, dan Prai Kilimbatu. 

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan,  para penenun Sumba Timur sebagai tangan yang menjaga warisan budaya Nusantara.

"Salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah penguasaan teknik pewarnaan alami di tengah berkembangnya industri eco-fashion. Melalui program pembinaan yang dilaksanakan bersama WARLAMI, BCA ingin memastikan keahlian penenun tidak hanya terjaga dan berkesinambungan, tetapi juga mampu bersaing di pasar modern," paparnya dalam acara yang berlangsung di Sumba (12/12/2025).

Koleksi wastra ini menghadirkan motif-motif khas Sumba Timur yang sarat makna filosofis dan telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. 

Ragam motif tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk syair oleh penulis asal Sumba, Diana Timoria, yang merekam keindahan bumi Sumba Timur lewat karya berjudul “Menenun Rasa, Mengikat Masa” dan “Menenun Ingatan Tentang Tanah Marapu” yang dibacakan secara langsung dalam kegiatan oleh seorang penenun. 

Syair ini lahir dari visual dan simbol yang telah lama hidup dalam tradisi tenun Sumba Timur, sekaligus merekam relasi masyarakat dengan alam dan kepercayaan Marapu.

Duta Bakti BCA Nicholas Saputra terlibat dalam diskusi bersama para penenun Sumba.Dok BCA Duta Bakti BCA Nicholas Saputra terlibat dalam diskusi bersama para penenun Sumba.

Keragaman motif tenun Sumba

Di Sumba, dari data yang dihimpun dari lima provinsi pada 2022, diketahui kalau kain tenun Sumba merupakan kain tenun dengan jenis motif terbanyak. Jumlah keseluruhan motif kain tenun yang masih diproduksi mencapai 85 jenis motif.

Selain meningkatkan kualitas estetika dan nilai budaya, pemanfaatan warna alam juga memperkuat posisi wastra Sumba Timur di pasar eco-fashion berkelanjutan. 

Produk tenun warna alam memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan berpotensi menjangkau pasar yang lebih luas, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan yang berkesinambungan bagi para penenun dan keluarga mereka.

Dalam rangkaian kegiatan ini, Duta Bakti BCA Nicholas Saputra terlibat dalam diskusi bersama para penenun sebagai wadah dialog dan pertukaran pengetahuan. Kegiatan dilanjutkan dengan praktik bersama mengolah pewarnaan dari bahan alami, serta kunjungan ke kebun aneka tanaman bahan warna alam yang dikembangkan oleh kelompok penenun sebagai bagian dari hasil pembinaan.

"Dengan pendampingan yang tepat, tenun tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga mampu memberikan nilai tambah yang nyata bagi kehidupan para penenun,” kata Nicholas.

Program Pembinaan Wastra Warna Alam merupakan salah satu inisiatif Bakti BCA di pilar Bakti Budaya yang telah berjalan sejak 2022, yang bertujuan melestarikan tradisi tenun Indonesia sekaligus meningkatkan kapasitas para perajin lokal.

Selain menjangkau Sumba Timur, program ini telah berjalan di beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Timor Tengah Selatan dan Baduy, Banten. 

Tag:  #menjaga #identitas #budaya #sumba #lewat #tenun #warna #alam

KOMENTAR