Jarang Diketahui, Inilah 8 Alasan Kenapa Kita Sering Memilih Pasangan yang Salah Menurut Psikologi
Ada kesenjangan yang signifikan antara menyadari bahwa kita telah memilih pasangan yang salah dan menyadari bagaimana kita berakhir dengan mereka.
Meskipun membingungkan, kita tampaknya terus-menerus terjebak dalam perangkap hubungan yang sama.
Alasannya? Pilihan kita seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak kita sadari sebelumnya.
Menurut psikologi, ada pola-pola tertentu yang dapat menjelaskan mengapa kita berulang kali membuat pilihan-pilihan buruk ini.
Dalam artikel yang dilansir dari Geediting, kita akan mengupas 8 alasan orang terus-menerus memilih pasangan yang salah, dan menjelaskan pengaruh bawah sadar ini.
Kita akan membekali Anda dengan kebijaksanaan yang dibutuhkan untuk menjalani hubungan masa depan dengan lebih sukses. Jelas, ringkas, dan didukung oleh psikologi. Simak penjelasannya!
1. Pengulangan
Poin pertama kita menyelami sisi mendalam psikologi, dengan memperkenalkan apa yang dikenal sebagai paksaan pengulangan.
Fenomena psikologis ini pertama kali diidentifikasi oleh Freud, dan beliau benar sekali.
Kompulsi pengulangan adalah keinginan bawah sadar kita untuk mengulang situasi yang sudah dikenal, meskipun situasi tersebut tidak baik bagi kita
Bingung? Nah, coba pikirkan ini. Pernahkah kamu menjalin hubungan dengan seseorang yang terlalu mengingatkanmu pada mantan yang pernah menyakitimu?
Itu namanya kompulsi pengulangan. Pikiran kita secara tidak sadar tertarik pada keakraban, meskipun itu beracun bagi kita.
Mempelajari cara mengidentifikasi pola ini sangat penting dalam membuat pilihan hubungan yang lebih baik.
Dengan memahami bahwa meskipun terasa familiar, bukan berarti itu pilihan yang tepat.
Untuk terbebas dari belenggu keterpaksaan pengulangan, kita harus berhenti, merenung, dan secara sadar memutuskan untuk menempa jalan baru yang lebih sehat.
Jadi, lain kali Anda hendak terjun langsung ke dalam romansa yang menggebu-gebu, berhentilah sejenak dan pertimbangkan, apakah ini cinta, atau hanya kompulsi pengulangan? Ingat, pilihan ada di tangan Anda.
2. Masa Lalu
Psikologi menjelaskan hal ini sebagai cara otak kita mengatasi kehilangan dan perubahan. Namun, hal ini juga bisa menyesatkan kita.
Meromantisasi masa lalu dapat membuat kita mengabaikan tanda-tanda bahaya dan kembali ke hubungan yang salah.
Penting untuk mengingat segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan hanya momen-momen pentingnya.
Dengan demikian, kita dapat menghindari kesalahan yang sama dalam hubungan kita di masa depan.
3. Gaya Ketertarikan
Mari kita bahas gaya keterikatan. Meskipun Anda belum pernah mendengar istilah ini sebelumnya, kemungkinan besar Anda memilikinya.
Percaya atau tidak, bagaimana Anda terikat dengan orang lain sangat ditentukan oleh dua tahun pertama kehidupan Anda.
Berdasarkan interaksi awal kita dengan pengasuh, kita mengembangkan gaya keterikatan dengan rasa aman, cemas, menghindar, atau tidak teratur.
Hal ini menjadi semacam cetak biru bagi bagaimana kita berperilaku dalam hubungan dewasa kita.
Misalnya, gaya keterikatan cemas ditandai dengan kebutuhan konstan akan validasi dari pasangan.
Mereka takut ditinggalkan dan seringkali menarik pasangan yang membenarkan ketakutan ini, yang mengarah pada siklus hubungan yang tidak memuaskan.
Sebaliknya, gaya keterikatan aman cenderung mengarah pada hubungan yang lebih sehat dan memuaskan.
Mereka merasa nyaman dengan keintiman dan tidak diliputi rasa takut akan penolakan. Gaya keterikatan kita dapat membantu menjelaskan mengapa kita mungkin tertarik pada pasangan tertentu dan menghindari yang lain.
Mengenali gaya keterikatan kita adalah langkah pertama dalam memahami, dan mungkin mengubah, pola hubungan kita.
Lagipula, meskipun kita tidak banyak berperan dalam perkembangan gaya keterikatan kita, kita kini memiliki peran dalam cara kita mengelolanya.
4. Takut Sendirian
Selanjutnya, kita akan membahas masalah besar ialah rasa takut sendirian. Ini adalah pengalaman yang dirasakan banyak orang.
Rasa takut yang meresahkan inilah yang berbisik, "Aku lebih suka berada dalam hubungan yang kurang baik daripada melajang."
Demi menghindari kekosongan kesepian yang menganga itu, kita buru-buru menghambur ke pelukan pasangan terdekat yang tersedia, tanpa sempat mempertimbangkan apakah mereka memang cocok.
Kita pasrah, meyakinkan diri sendiri bahwa setengah roti lebih baik daripada tidak sama sekali. Yang sering kita abaikan adalah bahwa menyendiri tidak sama dengan kesepian.
Faktanya, meluangkan waktu untuk menikmati waktu sendiri dapat memberikan kesempatan luar biasa untuk pertumbuhan pribadi dan penemuan jati diri.
Penting untuk diingat bahwa memilih orang yang salah karena takut sendirian hanya akan berujung pada kesepian yang berbeda, yaitu berada dalam hubungan yang tidak memuaskan.
Dengan mengenali dan menghadapi ketakutan ini, kita dapat memastikan bahwa kita tidak membiarkannya menentukan pilihan romantis kita di masa depan.
5. Harga Diri Rendah
Saatnya berdiskusi secara lembut tentang harga diri. Banyak orang berpegang teguh pada pasangan yang salah karena jauh di lubuk hati, mereka merasa tidak pantas mendapatkan yang lebih baik.
Kecemasan dan keraguan diri dapat membisikkan narasi palsu ke telinga kita, membuat kita berpikir bahwa kita tidak layak mendapatkan cinta, rasa hormat, dan kebaikan.
Suara-suara licik ini berkata, "Berpegang teguh pada apa yang kau tahu, dia mungkin tidak sempurna, tapi setidaknya dia ada di sini."
Ini adalah situasi yang menyedihkan, tetapi banyak di antara kita pernah mengalaminya, meskipun jarang membicarakannya secara terbuka. Tapi dengarkan ini.
Kamu berhak dicintai, dihormati, dan disayangi oleh pasanganmu. Kamu berhak mendapatkan hubungan yang mencerahkan hidupmu dan memperkaya eksistensimu, bukan hubungan yang merendahkanmu dan mengikis harga dirimu.
Perjalanan untuk membiarkan diri Anda mendapatkan cinta yang pantas Anda dapatkan dimulai dengan penyembuhan, meningkatkan citra diri Anda.
Sehingga menyadari bahwa lebih baik menjadi lajang daripada berada dalam hubungan yang tidak menghargai harga diri Anda.
6. Salah Mengartikan
Hubungan putus-nyambung memang mengasyikkan, tak bisa dipungkiri. Sensasi ketidakpastian, gairah yang membara, semuanya bisa membuat ketagihan.
Tapi inilah yang saya pelajari dengan susah payah, gairah yang membara tak selalu sama dengan cinta, dan hubungan yang intens bisa menjadi ladang subur ketidakstabilan.
Perjalanan emosional yang penuh ketidakpastian ini membuat saya salah mengartikan dinamika yang bergejolak dengan gairah.
Cinta adalah tentang saling menghormati, stabilitas emosi, dan kedamaian.
Kehidupan cinta yang penuh gejolak tidak selalu identik dengan persahabatan yang memuaskan.
Sebuah hubungan seharusnya terasa seperti rumah, tempat berlindung yang aman dengan fondasi yang kokoh, bukan badai yang tak terduga. Mengenali perbedaan ini dapat membantu dalam memilih pasangan yang lebih baik.
7. Mencari Validasi
Apakah Anda menginvestasikan harga diri Anda di tangan pasangan? Mengandalkan mereka untuk membuat Anda merasa dihargai atau utuh?
Jika ya, maka kita akan membahas alasan utama Anda mungkin memilih pasangan yang salah mencari validasi.
Ketika rasa harga diri kita terikat erat dengan hubungan romantis, kita berakhir dalam apa yang oleh para psikolog disebut hubungan yang mencari validasi.
Ini adalah hubungan yang kita jalani karena kebutuhan akan kepastian yang konstan, alih-alih cinta sejati atau kecocokan.
Kita cenderung merasa tidak lengkap dengan diri sendiri, sehingga mencari orang lain untuk mengisi kekosongan tersebut.
Namun, dibanding memberikan kepuasan, hubungan seperti ini seringkali berujung pada ketidakpuasan, karena kita terus-menerus mencari validasi dari pasangan.
Kenyataannya, tak seorangpun bisa melengkapimu, apapun yang film-film romantis itu yakini.
Nilai dan harga dirimu bersumber dari dalam dirimu sendiri. Keluar dari siklus mencari validasi dalam hubungan membutuhkan perjalanan menemukan jati diri, merawat diri, dan mencintai diri sendiri.
Ingatlah bahwa Anda sudah cukup apa adanya, dan Anda tidak membutuhkan orang lain untuk mengonfirmasinya. Konsep yang cukup membebaskan, bukan?
8. Mengabaikan Tanda Bahwa
Alasan terakhir, dan mungkin yang paling penting mengapa kita terjebak dalam hubungan yang salah, bermuara pada satu kesalahan umum mengabaikan tanda-tanda bahaya.
Tanda-tanda bahaya, atau tanda peringatan, tentang kecocokan seseorang sebagai pasangan sering muncul di awal hubungan.
Namun, kita cenderung mengabaikan, meremehkan, atau bahkan mengabaikannya.
Mengapa? Nah, mengakui adanya tanda-tanda bahaya ini berarti mengakui bahwa orang yang kita sukai mungkin bukan yang tepat untuk kita, dan itu sulit diterima.
Namun, memilih untuk menghadapi tanda-tanda bahaya ini sejak dini dapat menyelamatkan kita dari banyak sakit hati dan rasa sakit di kemudian hari.
Jadi, dibanding mengabaikannya, hadapi masalah ini secara langsung. Ingatlah ini, mengakui tanda-tanda bahaya tidak berarti Anda menghakimi.
Akan tetapi Anda cukup menghargai dan menghormati diri sendiri untuk tidak menerima seseorang yang tidak memperlakukan Anda sebaik yang seharusnya Anda terima.
Tag: #jarang #diketahui #inilah #alasan #kenapa #kita #sering #memilih #pasangan #yang #salah #menurut #psikologi