Pedagang Pakaian Bekas Tak Mau Dijadikan Kambing Hitam
- Kebijakan pemerintah untuk melarang impor pakaian bekas ilegal meresahkan pelaku usaha pakaian bekas alias thrifting. Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan langkah tegas ini dilakukan demi melindungi industri tekstil dalam negeri serta mencegah potensi risiko kesehatan dari pakaian bekas impor.
Menanggapi aturan baru tersebut, sejumlah pedagang baju bekas mengaku cemas. Mereka khawatir usaha yang selama ini menjadi sumber penghasilan utama justru akan ikut terhenti.
“Kalau bisa jangan lah, dibatalin aja kebijakannya. Cuma namanya buat makan sehari-hari dari kayak gini, kalau dilarang gimana ya,” ujar seorang pedagang thrifting berusia 20 tahun, saat ditemui Kompas.com, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Ia menilai, pemerintah seharusnya memberi keringanan atau solusi lain bagi para pedagang sebelum benar-benar melarang impor barang bekas.
“Kenapa baru sekarang peraturannya, kenapa nggak dari dulu? Maksudnya kalau emang mau dilarang ya dari dulu aja. Karena namanya ekspor-impor kan emang udah dari dulu kan," ucapnya.
Perempuan asal Jakarta tersebut bercerita, sejak wacana larangan kembali mencuat, penjualan di tokonya mulai menurun.
"Ngaruh banget sih sebenarnya karena nggak seenak dulu lah kalau untuk penjualan juga kan nurun sebenarnya. Ya, karena kan ada kebijakan baru lagi ini larangan kalau sampai benar dilarang ya makin ini (menurun) lagi lah," katanya.
Mengusir stigma pakaian thrifting mengganggu kesehatan
Meski begitu, ia memastikan bahwa barang-barang yang dijual di tokonya bukan asal tumpuk di rak. Semua pakaian bekas itu sudah melewati proses pencucian dan disterilkan sebelum dijual kembali.
"Bukan kita langsung kayak buka langsung dipajang, enggak. Kita cuci dulu terus kita anjurin juga customernya kita, maksudnya kalau mau langsung pakai boleh. Tapi, bagusnya cuci lagi itu pun pakai air panas," ungkapnya.
Menurutnya, anggapan bahwa baju bekas impor berbahaya bagi kesehatan terlalu berlebihan.
"Kecuali kalau selama ini thrifting banyak korban. Kayak misalkan nih beli baju taunya malah jadi kena penyakit, itu masuk akal. Nah kalau ini kan enggak ada," jelasnya.
Suara pedagang lama yang sudah 14 tahun berjualan
Tempat thrifting di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Keluhan serupa juga disampaikan Rendy (38), pedagang thrifting asal Bukittinggi yang sudah 14 tahun berjualan di Pasar Baru. Ia menilai, kebijakan larangan impor justru bisa mematikan banyak pelaku UMKM yang menggantungkan hidup dari bisnis pakaian bekas.
"Thrifting ini kan bukan menjatuhkan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah). Justru saya pribadi bilang ini malah membantu UMKM. Yang menjatuhkan itu kalau menurut saya sih produk-produk ilegal dari China itu yang masuk," ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Menurut Rendy, banyak pedagang yang sebelumnya menjual pakaian baru kini justru beralih ke thrifting karena modalnya lebih ringan dan pasarnya lebih stabil.
"Beberapa kawan saya gitu kan yang dia berdagang UMKM di pasar Tanah Abang. Mereka beralih ke thrifting. Karena menurut mereka dari harga modalnya juga lebih mahal (untuk pakaian baru)," ungkapnya.
Ia juga bercerita bahwa sempat merasakan masa sulit ketika larangan impor diberlakukan ketat pada era sebelumnya.
“Waktu zaman Menteri Zulkifli Hasan itu sempat susah banget. Barang enggak bisa masuk hampir setengah tahun,” tuturnya.
Rendy berharap pemerintah tidak serta-merta menyamakan semua pedagang thrifting dengan pelaku impor ilegal. Menurutnya, banyak di antara mereka yang justru menggerakkan ekonomi kecil di berbagai daerah.
“Cobalah jangan dijadikan kambing hitam. Jangan dijadikan usaha thrifting ini kambing hitam dibanding-bandingkan dengan UMKM, dan thrifting ini kan bukan menjatuhkan UMKM," tegasnya.
Kebijakan Purbaya yang menargetkan impor pakaian bekas ilegal memang bertujuan melindungi industri tekstil lokal dan kesehatan masyarakat. Namun, di lapangan, para pedagang justru merasakan ketidakpastian.
Bagi sebagian besar dari mereka, thrifting bukan sekadar tren fesyen, melainkan cara bertahan hidup.