Sering Curhat ke Chatbot AI, Waspadai Risiko Ketergantungan Emosional
Ilustrasi chatbot AI ChatGPT dan manusia. (Human Rights Watch)
16:50
25 Oktober 2025

Sering Curhat ke Chatbot AI, Waspadai Risiko Ketergantungan Emosional

JDi era serba digital, berbicara dengan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) kini bukan hal asing lagi. Semua hal bisa kita curahkan, mulai dari mencari solusi hidup, mengutarakan keluh kesah, hingga hanya ingin merasa didengarkan.

Namun, psikolog Irma Gustiana mengingatkan, ada bahaya tersembunyi di balik kebiasaan ini, terutama ketika seseorang mulai terlalu bergantung pada chatbot AI hingga mengabaikan interaksi nyata dengan manusia.

“Boleh pakai AI, tapi dijaga supaya jangan terlibat terlalu jauh sampai buat kecanduan dan apa pun kebutuhannya langsung minta dipenuhi dengan AI,” ujar Irma dalam acara Media Gathering #TenangBersamaBlueBird, di Jakarta Selatan, belum lama ini.

Chatbot AI dianggap teman yang selalu mengerti

Menurut Irma, fenomena orang yang menjadikan chatbot AI sebagai tempat curhat kini semakin umum. Banyak pengguna bahkan beralih ke aplikasi AI yang bisa diprogram untuk berperilaku seperti pasangan ideal.

“Banyak orang yang beralih ke AI bahkan menggunakan aplikasi yang menciptakan kriteria pacar AI sesuai imajinasinya. Mereka merasa keinginannya bisa terjawab dengan AI,” katanya.

Kenyamanan ini muncul karena AI mampu merespons dengan bahasa empatik dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai keinginan pengguna.

“Perasaan dimengerti dan mendapatkan apa yang diinginkan itu membuat banyak orang lebih nyaman curhat atau bahkan ada yang pacaran dengan AI,” lanjut Irma.

Namun di sisi lain, hubungan seperti ini bersifat semu. Chatbot tidak benar-benar memahami emosi manusia, melainkan hanya menanggapi berdasarkan prompting atau perintah teks yang diberikan oleh pengguna sendiri.

Ilustrasi menulis jurnal.FREEPIK Ilustrasi menulis jurnal.

Risiko ketergantungan dan kehilangan koneksi sosial

Irma menilai, ketergantungan terhadap chatbot AI dapat membuat seseorang kehilangan koneksi sosial dengan lingkungan nyata.

“Hal ini membuat seseorang ketergantungan sangat tinggi dan tidak bisa hidup di dunia nyata, karena merasa direspons dengan sesuatu yang ia inginkan. Padahal hasilnya juga datang dari prompting yang pengguna itu tulis sendiri,” ujarnya.

Ketika seseorang terlalu nyaman dengan dunia virtual, kemampuan berinteraksi dan berempati dengan orang lain bisa menurun.

Lama-kelamaan, individu bisa kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat karena terbiasa mendapatkan respons sempurna dari AI.

Kondisi ini berisiko memunculkan perasaan terisolasi dan kesulitan menghadapi realitas sosial yang dinamis dan tidak selalu sesuai harapan.

AI perlu digunakan secara bijak

Meski begitu, Irma menegaskan, AI tidak sepenuhnya buruk. Justru, teknologi ini bisa sangat membantu jika digunakan secara sadar dan proporsional.

“AI yang marak digunakan ini memang menyadarkan kita bahwa kita sudah masuk fase kehidupan yang berdampingan dengan AI. Itulah mengapa kita harus waras, punya kesadaran tinggi, dan bijak menggunakannya,” ungkapnya.

Menurut Irma, batas antara penggunaan AI yang sehat dan yang berlebihan terletak pada kontrol diri.

Jika seseorang mulai lebih sering memilih berbicara dengan chatbot dibanding teman, keluarga, atau pasangan, itu bisa menjadi tanda awal ketergantungan.

Kembali ke interaksi manusia nyata

Ia mengingatkan pentingnya untuk tetap terhubung dan menjalin relasi dengan sesama manusia sebagai kebutuhan dasar psikologis.

“Pada realitanya, manusia itu makhluk sosial yang harus bertatap muka, bercerita langsung dengan sesama manusia,” ujarnya.

Dengan berbagi cerita secara langsung, manusia bisa merasakan dukungan emosional yang lebih nyata dan hangat, sesuatu yang belum bisa sepenuhnya digantikan oleh teknologi.

AI memang menawarkan kenyamanan instan, tetapi kesehatan mental manusia tetap membutuhkan interaksi yang tulus dan autentik.

Seperti disampaikan Irma, teknologi sebaiknya menjadi alat bantu, bukan pengganti hubungan sosial yang sesungguhnya.

Tag:  #sering #curhat #chatbot #waspadai #risiko #ketergantungan #emosional

KOMENTAR