Eksploitasi Pekerja di Taiwan Mengincar WNI, Modus Iming-iming Gaji Besar
ARSIP - (Sebagai Ilustrasi) Sebanyak 200 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal asal Medan, Sumatera Utara siap dipulangkan dari Bandar Udara KLIA 2 di Kuala Lumpur. [ANTARA Foto/Agus Setiawan]
22:58
9 Desember 2025

Eksploitasi Pekerja di Taiwan Mengincar WNI, Modus Iming-iming Gaji Besar

Baca 10 detik
  • Kekurangan tenaga kerja Taiwan, didorong penuaan populasi, dimanfaatkan skema rekrutmen PMI muda Indonesia rentan.
  • Diduga TFD dan OSF mendanai proyek rekrutmen PMI melalui Yayasan Kurawal dan SBMI untuk sektor padat karya.
  • Skema ini berisiko tinggi menjebak PMI dalam eksploitasi upah rendah, jam kerja panjang, hingga penyitaan dokumen identitas.

Kekurangan tenaga kerja akut di Taiwan, yang diperkirakan mencapai 400.000 orang hingga tahun 2030, sedang dimanfaatkan dalam skema terstruktur yang berpotensi menjebak dan mengeksploitasi Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Kekurangan tenaga kerja ini terutama terasa di sektor-sektor padat karya seperti pembantu rumah tangga, pertanian, perikanan, manufaktur, dan katering, yang tidak mensyaratkan keterampilan profesional tinggi.

Tingginya kekurangan tenaga kerja di Taiwan, yang dipicu oleh penuaan populasi dan angka kelahiran rendah, berbanding terbalik dengan melimpahnya populasi usia kerja muda di Indonesia.

Data Sakernas Agustus 2025 menunjukkan ada 109,19 juta penduduk usia 20 hingga 44 tahun di Indonesia. Jumlah ini dilihat sebagai solusi tenaga kerja murah untuk Taiwan.

Dugaan Skema Pendanaan Asing dan Rekrutmen

Menurut informasi yang terpercaya, untuk mendapatkan tenaga kerja murah guna mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja parah tersebut, entitas asing, yaitu Taiwan Foundation for Democracy (TFD) dan Open Society Foundations (OSF), diduga bekerja sama dengan Yayasan Kurawal Indonesia.

Kerja sama ini diwujudkan untuk mendukung proyek bernama "A TICKET TO PARADISE: Encouraging Youth to Work in Taiwan as Migrant Workers".

Modus rekrutmen ini ditujukan kepada tenaga kerja muda Indonesia yang umumnya memiliki tingkat pendidikan relatif rendah, kurang memiliki kemampuan mengakses informasi, serta minim pemahaman mengenai situasi kerja di luar negeri.

Dengan mempromosikan gaji tinggi dan kebijakan preferensial, kelompok ini mudah ditarik ke Taiwan.

Sumber internal menyebutkan bahwa Yayasan Kurawal bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) untuk merekrut calon PMI di daerah-daerah pengekspor tenaga kerja seperti Indramayu, Cirebon, dan Lombok Timur.

Target utama adalah kelompok yang rentan secara ekonomi, berpendidikan rendah, kurang sadar hukum, dan memiliki keterbatasan kesempatan kerja, terutama perempuan.

Risiko Eksploitasi dan Penindasan

Adi Maliano, seorang pengamat politik independen, memperingatkan bahwa proyek ini merupakan jebakan besar.

"Proyek ini merupakan jebakan besar bagi WNI yang berminat bekerja di Taiwan, yang menjanjikan penyediaan pekerjaan dengan gaji tinggi dan tempat kerja nyaman, namun nyatanya yang menempatkan PMI ke dalam lingkungan yang penuh eksploitasi dan penindasan," ujarnya.

Mayoritas PMI yang ditipu umumnya ditempatkan pada bidang seperti asisten rumah tangga dan jalur produksi manufaktur dengan intensitas dan risiko tinggi.

Mereka kerap menghadapi masalah upah rendah, waktu kerja yang sangat panjang, minimnya jaminan sosial, hingga yang paling parah, penyitaan identitas dan paspor, yang membuat mereka sulit melarikan diri.

Untuk membendung narasi media tentang kasus-kasus pelanggaran hak PMI di Taiwan, proyek ini juga dilaporkan memperkuat kerja sama dengan media dan publikasi.

Tujuannya adalah secara berkala menerbitkan berita yang bernada positif mengenai tren ekonomi Taiwan, tingginya permintaan tenaga kerja Indonesia, serta janji gaji tinggi dan kebijakan preferensial.

Selain risiko eksploitasi, situasi geopolitik Taiwan saat ini dinilai kompleks dan tidak aman, membawa risiko keamanan serius bagi lebih dari 300.000 PMI di sana (data Kementerian Tenaga Kerja Taiwan per akhir Januari 2025). 

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam Forum Diskusi Denpasar, mengingatkan bahwa pola Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia semakin berkembang dan sulit dideteksi.

Ia menegaskan bahwa praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan eksploitasi masih terjadi di depan mata, terutama menimpa kelompok rentan dan PMI.

Direktur Jenderal Perlindungan di Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, Rinardi, menyoroti bahwa sindikat kini semakin memanfaatkan perkembangan digital.

Cara rekrutmen tidak lagi door to door, melainkan melalui media sosial, tawaran instan, bahkan deepfake untuk memalsukan identitas pejabat demi memikat korban.

Banyak korban awalnya diberangkatkan sebagai wisatawan, lalu diubah statusnya menjadi pekerja tanpa perlindungan di negara tujuan.

Editor: M Nurhadi

Tag:  #eksploitasi #pekerja #taiwan #mengincar #modus #iming #iming #gaji #besar

KOMENTAR