Silent Epidemic, Masalah Kesehatan Intim yang Sering Dianggap Tabu
- Masalah kesehatan intim sebenarnya dialami oleh banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, sebagian dari mereka memilih diam dan menunda berobat karena merasa malu, takut stigma, bahkan menganggap wajar karena faktor usia.
Padahal, gangguan kesehatan intim seperti ejakulasi dini, disfungsi ereksi, hingga inkontinensia urin pada perempuan dapat berdampak pada kualitas hidup dan hubungan, tetapi masih kerap dianggap tabu.
Menurut dokter spesialis urologi, dr. Dimas Tri Prasetyo, Sp.U., MRes., kondisi-kondisi seperti itu kerap luput dari perhatian karena jarang dibicarakan secara terbuka. Ia menyebutnya sebagai “silent epidemic”.
“Kenapa silent? Karena jarang dibicarakan. Masih dianggap tabu, masih dianggap sebagai sebuah stigma,” katanya dalam acara grand opening Elysium Clinic di Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).
Stigma kerap menjadi penghalang pasien untuk berobat
Dokter Dimas mengungkapkan, sejak menjadi dokter spesialis urologi, ia kerap menemui pasien dengan berbagai keluhan terkait masalah kesehatan intim. Jumlah kasusnya sebenarnya tidak sedikit.
Namun, rasa malu muncul bahkan sejak langkah awal berobat. Menurut dr. Dimas, datang ke rumah sakit dan mendaftar ke poli urologi sudah menjadi beban psikologis tersendiri bagi sebagian pasien.
“Pasien-pasien saya juga banyak yang mengalami gangguan seksual seperti disfungsi ereksi, ejakulasi dini, testosteron rendah, sampai masalah ketidaksuburan pria. Cuma satu hal yang saya lihat, kebanyakan mereka malu untuk mencari solusi,” cerita dr. Dimas.
Sebagian pasien mengaku khawatir dengan pandangan orang lain terhadap kondisi yang dialaminya, sehingga memilih menunda atau bahkan mengurungkan niat untuk mencari pertolongan medis.
“Menurut saya keluhan masyarakat banyak, namun mereka belum menemukan safe space yang bisa mereka percaya tanpa stigma. Takut nanti kalau misalnya berobat lalu kemudian ketemu orang yang dikenal atau terlihat, itu kan menjadi suatu stigma sendiri,” kata dr. Dimas.
Rasa malu cenderung lebih besar pada pasien usia muda
Rasa malu tersebut cenderung lebih kuat dirasakan oleh pasien usia muda, terutama mereka yang datang bersama pasangan. Pasien kerap merasa khawatir akan penilaian lingkungan sekitar terhadap kondisi yang dialaminya.
Datang ke poli urologi tak jarang diasosiasikan dengan masalah seksual dan performa di ranjang.
“Masih muda kok sudah ke dokter urologi, sama istrinya lagi. Kenapa ini kira-kira? Enggak bisa berperform dengan baik di ranjang, kan jadi malu,” ungkap dr. Dimas menggambarkan kegelisahan yang kerap dirasakan pasien.
Kondisi tersebut membuat sebagian pasien memilih menunda pemeriksaan, meski keluhan yang dialami sebenarnya sudah cukup mengganggu kehidupan sehari-hari.
Menurut dr. Dimas, situasi ini mempertegas fenomena silent epidemic dalam masalah kesehatan seksual dan intim.
Anggapan wajar karena usia yang menua
Anggapan bahwa gangguan kesehatan intim merupakan hal yang wajar seiring bertambahnya usia masih kuat di masyarakat.
Tidak sedikit orang yang memilih memaklumi keluhan seperti gangguan ereksi, penurunan hasrat seksual, atau pada perempuan sulit menahan buang air kecil sebagai “kodrat” karena sudah tidak muda lagi.
Sebagian lainnya khawatir menjadi bahan pembicaraan orang di belakang, dinilai kurang baik, atau dianggap gagal menjalani peran sebagai pasangan. Persepsi inilah yang membuat banyak orang memilih diam, meski keluhan yang dialami terus berulang dan mengganggu keseharian.
“Nanti dibicarakan orang di belakang, dianggap jadi orang yang kurang baik. Atau dianggapnya namanya udah tua, yaudah itu kodratnya gitu. Padahal yang namanya kepuasan seksual, itu sebuah kebutuhan,” jelas dr. Dimas.
Masalah intim bukan aib, ada solusi medisnya
Pandangan-pandangan tersebut tidak sejalan dengan konsep kesehatan secara menyeluruh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan kesehatan seksual sebagai bagian penting dari kesejahteraan seseorang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan sosial.
Adapun dr. Dimas selalu menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa masalah kesehatan intim bukan hal yang harus ditutup-tutupi.
Ia menyebut, berbagai keluhan seperti disfungsi ereksi, ejakulasi dini, ukuran penis yang dianggap terlalu kecil, gangguan kesuburan, hingga testosteron rendah pada pria sebenarnya bisa ditangani secara medis. Begitu pula permasalahan kesehatan intim pada wanita.
“Kita mau meningkatkan awareness bahwa kalau misalnya punya masalah kesehatan seksual dan intim, disfungsi ereksi, atau mikropenis, lalu pada perempuan tadi inkontinensia, perubahan struktur pada organ intim setelah melahirkan, bisa loh itu ditangani dengan evidence based medicine,” tegasnya.
Tag: #silent #epidemic #masalah #kesehatan #intim #yang #sering #dianggap #tabu