Mitos Lari yang Bikin Kamu Ragu? Daniel Mananta dan Dokter Tirta Bongkar Kebenarannya!
Ilustrasi Lari (Dok. New Balance)
12:52
11 Oktober 2025

Mitos Lari yang Bikin Kamu Ragu? Daniel Mananta dan Dokter Tirta Bongkar Kebenarannya!

Baca 10 detik
  • New Balance lewat kampanye “Run Your Way” mengajak semua orang berlari tanpa batasan.
  • Lari bukan hanya milik atlet profesional, tapi bisa dilakukan siapa saja dengan cara dan ritmenya sendiri.
  • Empat mitos seputar lari diluruskan — dari anggapan harus cepat, mahal, hingga sekadar tren.

Di tengah padatnya rutinitas dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat, lari kini bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjadi bagian dari identitas generasi modern. 

Menurut riset konsumer global dari New Balance, sebanyak 70% Gen Z dan Millennials di seluruh dunia berlari setidaknya sekali seminggu. 

Menariknya, 50% dari mereka melakukannya demi kesehatan, sementara 20% memiliki target performa tertentu seperti jarak dan waktu. Namun, di balik populernya olahraga ini, masih banyak mitos yang membuat sebagian orang ragu untuk mulai berlari. 

Melalui kampanye global “Run Your Way”, New Balance ingin mengubah pandangan bahwa lari hanya milik pelari profesional — dengan pesan sederhana: setiap orang bisa berlari dengan caranya sendiri.

1. “Aku Nggak Bisa Lari” — Salah Besar!

Menurut Daniel Mananta, marathoner dan Brand Ambassador New Balance, setiap orang yang berlari adalah pelari.

“Kalau baru mulai dan tubuh terasa lemas atau pegal, itu tanda tubuh sedang beradaptasi, bukan berarti nggak bisa lari,” ujarnya.

Tren seperti stroller run—di mana orang tua berlari sambil mendorong stroller bayi—jadi bukti bahwa lari bisa dilakukan siapa saja, tanpa batas usia atau gender. Yang penting, mulai dulu dan nikmati prosesnya.

2. Lari Bukan Soal Kecepatan

Banyak orang minder karena merasa pace-nya lambat. Padahal, kata Dr. Tirta, pelari maraton sekaligus dokter, “Keberhasilan lari itu bisa dilihat dari banyak hal, seperti detak jantung yang stabil, jarak yang makin jauh, atau waktu pemulihan yang makin cepat.”

Ia mencontohkan, “Tiga bulan sebelum Berlin Marathon, saya baru pertama kali ikut marathon di Jakarta dan finish hampir 5 jam. Tapi dengan latihan konsisten, saya bisa pecahin personal best di Berlin.”

Pesannya sederhana: lari sesuai kemampuanmu — Run Your Way.

3. Lari Itu Nggak Mahal

Berlari justru termasuk olahraga dengan kebutuhan alat paling minimal. Satu sepatu lari yang nyaman sudah cukup untuk berbagai jenis latihan.

“Jangan terpengaruh social pressure. Lebih baik invest di hal yang bikin kamu konsisten, misalnya coach, daripada beli gear yang dipakai atlet elite,” ujar Daniel.

Rata-rata, sepatu lari bisa digunakan hingga 800 km tergantung pemakaian. Artinya, investasi ini terbilang efisien untuk gaya hidup aktif.

4. Lari Karena FOMO? Nggak Masalah!

Bahkan kalau alasan awalnya cuma ikut-ikutan teman, tubuh tetap merasakan manfaat nyata. Sebuah studi di Journal of the American College of Cardiology menunjukkan bahwa lari seminggu sekali dapat menurunkan risiko penyakit jantung hingga 47%.

Menurut Dr. Tirta, “Nggak apa-apa mulai karena FOMO, yang penting bergerak dulu. Lama-lama bisa jadi kebiasaan yang baik untuk kesehatan jangka panjang.”

Menikmati Proses, Bukan Membandingkan

Melalui “Run Your Way”, New Balance ingin mengembalikan esensi berlari: kebebasan, keseimbangan, dan kebahagiaan. Lari bukan tentang siapa paling cepat atau siapa paling jauh, tapi tentang bagaimana kita menemukan versi terbaik diri sendiri.

“Olahraga ini harus jadi pengalaman yang accessible, bermanfaat, dan menyenangkan bagi semua orang,” tegas Martina Harianda Mutis, Sports Brand Marketing General Manager MAP Active.

Karena pada akhirnya, tak peduli seberapa cepat atau jauh langkahmu — yang terpenting adalah kamu bergerak maju, your way.

Editor: Dinda Rachmawati

Tag:  #mitos #lari #yang #bikin #kamu #ragu #daniel #mananta #dokter #tirta #bongkar #kebenarannya

KOMENTAR