Menilik Media Sosial yang Menjadi Senjata Pemenangan Hati Pemilih
Belakangan ini masih viral mengenai reaksi publik usai menonton debat capres pada Minggu (7/1/2024). Reaksi warganet yang menangis pasca debat belum surut dan semakin bertambah, terutama di platform TikTok.
Pasca kegiatan ini, bermunculan di media sosial respons simpatik dari warganet kepada capres Prabowo Subianto. Mereka menangis saat menonton serangan dari capres lainnya Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Sejak Senin (8/1/2024) hingga hari ini, Selasa (9/1/2024), postingan warganet menangis ini terus bertambah. Bila memasukkan keyword “Netizen Nangis Liat Pak Prabowo Debat” di TikTok, terdapat ratusan user yang mengunggah video mereka menangis. Meski mayoritas perempuan, ada pula laki-laki yang mengunggah video serupa.
Salah satu bagian yang paling banyak meraih respons adalah saat Anies mendapat giliran memberikan pertanyaan kepada Prabowo, Anies malah mengarahkan jatah pertanyaannya kepada Ganjar Pranowo untuk menanyakan skor kinerja Prabowo sebagai Menteri Pertahanan menurut Ganjar.
Ganjar Pranowo pun memberikan skor 5, lalu seketika Ganjar balik bertanya kepada Anies, skor kinerja Prabowo. Anies pun langsung memberikan penilaiannya yang lebih rendah, yaitu skor 11 dari 100 poin.
Berangkat dari masalah yang sedang ramai, ternyata pemilu tak hanya bertebaran di dunia nyata saja. Melainkan dunia maya pun sudah merebak konten-konten tentang Pemilu.
KISP Ungkap Belanja Konten Iklan Tiga Paslon di Medsos
Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) mengungkap dalam waktu 10 hari sejak masa kampanye ada pembelanjaan konten iklan sebanyak 11.026 yang dilakukan oleh ketiga paslon di media sosial Facebook dan Instagram.
Dalam bagan KISP bersama Muda Bicara ID mengolah data dari Galeri Iklan Meta, paslon nomor urut 2 yakni Prabowo-Gibran mempublikasikan sebanyak 1.368 konten iklan dengan total pengeluaran Rp840 jutaan.
Begitu juga dengan paslon nomor urut 3 yakni Ganjar-Mahfud yang merilis 8.994 konten iklan dengan pembiayaan Rp765,8 jutaan.
Sementara itu, pasangan nomor urut 1 Anies-Muhaimin menjadi yang paling hemat dengan 664 konten iklan dan pengeluaran Rp388,5 jutaan.
Momen ini memang menjadi krusial para elit politik untuk memenangkan hati para calon pemilihnya, terutama bagi yang muda dan baru akan menggunakan hak pilihnya.
Sederhananya, semakin banyak wajah mereka bersirkulasi di internet, semakin besar pula paparan ke pengguna internet yang berpotensi memilihnya. Startegi ini kurang lebih mirip dengan proses PDKT.
TikTok Jadi Senjata Memenangkan Hati Pemilih
Banyak politisi yang mempercayai bahwa penggunaan TikTok dapat mengatrol elektabilitas mereka.
Lantaran Indonesia menyumbang audiens terbesar kedua platform ini secara global. Beberapa penelitaan juga menemukan bahwa dampak TikTok sangat memengaruhi opini publik.
Maka tak heran jika, beberapa pakar mengatakan 2024 sebagai "Pemilu TikTok" karena meningkatnnya kekuatan dan pengaruh aplikasi video terhadap wacana politik.
Seperti yang disinggung sebelumnya, We Are Social mencatat ada 213 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2023. Sementara itu, per Oktober 2023 sekitar 106,52 juta diantaranya tercatat sebagai pengguna TikTok.
Tantangan Kampanye di Medsos
Koordinator Umum KISP M Edward Trias Pahlevi mengatakan ketidaktransparan dana kampanye digital menjadi salah satu tantangan kampanye pemilu di media sosial.
Lantaran belum ada regulasi yang mengatur dengan baik terkiaat dana kampanye di media sosial. Misalnya iklan kampanye dan pengguna agensi buzzer.
Ketidaktransparasi ini lah yang memungkinkan praktik manipulasi opini publik yang dilakukan secara ugal-ugalan.
"Ketidaktransparanan ini juga dapat mempengaruhi kesetaraan peluang bagi calon dan partai politik yang memiliki keterbatasan sumber daya finansial. Padahal, kampanye di ruang konvensional diatur sedemikian rupa agar dapat berkeadilan," paparnya.
Selain itu, regulasi yang tidak komprehensif ini membatasi pengawasan terhadap kampanye ilegal atau manipulatif.
Tag: #menilik #media #sosial #yang #menjadi #senjata #pemenangan #hati #pemilih