Hindari Doom Spending saat Stress, Bukannya Plong Malah Bikin Kantong Bolong
Ilustrasi seseorang yang doom spending (Dok. Pexels)
15:44
21 April 2025

Hindari Doom Spending saat Stress, Bukannya Plong Malah Bikin Kantong Bolong

- Saat stres datang, belanja sering jadi pelarian cepat. Scroll aplikasi e-commerce, klik beli, lalu tunggu paket datang—semuanya terasa menyenangkan sejenak. Tapi, setelah itu, rasa bersalah dan tagihan datang berbarengan. Akhirnya, stres bukannya hilang, malah numpuk.

Dilansir dari Verywell Mind pada Senin (21/04), fenomena ini dikenal dengan istilah doom spendingbelanja impulsif saat kondisi emosi sedang goyah. Artikel ini mengulas tuntas kenapa kebiasaan ini tidak baik buat kesehatan mental maupun keuangan, plus cara ampuh buat mengendalikannya sebelum terlambat.

1. Apa Itu Doom Spending?

Doom spending, menurut Dr. Christopher Fisher, PsyD, MS Ed., adalah tindakan mengeluarkan uang secara kompulsif untuk meredam rasa cemas, putus asa, atau ketakutan akan masa depan. Biasanya, dorongan ini muncul ketika kamu merasa kehilangan kontrol atas situasi sekitar. Meski niatnya untuk "legakan hati", hasil belanjamu seringkali berakhir menumpuk di rak tanpa pernah terpakai.

Contohnya, banyak orang di awal pandemi membeli mesin pembuat es krim demi mendapatkan sedikit rasa kendali, padahal penggunaan sebenarnya cuma satu atau dua kali. Ilusi kontrol itu memang memuaskan sekejap, tapi begitu barang memenuhi gudang dan tagihan menumpuk, rasa bersalah dan stres justru kembali datang lebih keras.

2. Pemicu Psikologis Doom Spending

Rasa cemas yang dipacu oleh pikiran "bagaimana jika semuanya jadi buruk" sering memicu dorongan untuk belanja pelampiasan. Saat otak terjebak pada skenario terburuk, tubuh merespons seolah krisis sudah terjadi, lalu kita mencari cara instan—dan bagi banyak orang, itu belanja. Hormon dopamin pun dilepaskan, memberi sensasi nyaman meski hanya sementara.

Depresi juga ikut berperan. Ketika perasaan putus asa muncul, pola pikir "ah, siapa peduli?" bisa membawa kita pada keyakinan bahwa setidaknya momen itu terasa lebih baik jika kita belanja. Sayangnya, "leganya" hanya berlangsung sesaat, sementara perasaan hampa dan penyesalan datang belakangan.

3. Pengaruh Sosial dan Politik

Kebiasaan belanja makin mudah berkat e‑commerce dan notifikasi diskon yang terus mengganggu ponselmu. Tanpa sadar, satu klik saja bisa memicu rasa puas instan di tengah ketidakpastian. Belanja jadi semacam self‑care di zaman serba tak menentu.

Belum selesai di situ: iklim politik dan ekonomi yang riuh juga menyulut kecemasan kolektif. Jika kamu merasa masa depan tak menentu—mulai dari inflasi hingga konflik global—belanja sering dijadikan pelarian demi meredam rasa tak berdaya.

4. Dampak Kesehatan Mental dan Emosional

Di awal, aksi belanja pelampiasan memang melepaskan dopamin sehingga terasa menyenangkan. Namun segera setelah sensasi itu pudar, yang muncul justru rasa bersalah dan penyesalan. Pikiran mengulang kerugian finansial dapat memicu kecemasan bahkan depresi yang lebih dalam.

Jika terus dibiarkan, siklus "lega-singkat → bersalah → stres" bisa jadi kebiasaan kronis. Selain kesehatan mental terganggu, tekanan finansial akibat tumpukan tagihan dan utang malah menambah beban emosional, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

5. Implikasi Ekonomi

Data terbaru menunjukkan utang kartu kredit masyarakat Amerika telah menembus US$ 1,21 triliun per Desember 2024—sebuah bukti betapa seriusnya dampak doom spending secara makro. Utang yang menumpuk membuat banyak orang kesulitan keluar dari jerat finansialnya.

Andrea Woroch, pakar keuangan konsumen, menegaskan bahwa belanja tanpa rencana dapat menguras anggaran dan memicu stres lebih parah. "Belanja impulsif akan menguras tabungan dan memancing utang baru, yang akhirnya memperdalam kecemasan finansial," ujarnya.

6. Cara Menghentikan Doom Spending

Salah satu strategi paling efektif adalah mindfulness: melatih kesadaran diri atas pikiran dan emosi sebelum memutuskan berbelanja. Dengan teknik meditasi sederhana, kamu belajar menunda impuls, mengevaluasi kebutuhan, dan mempertanyakan apakah pembelian benar‑benar selaras dengan tujuan jangka panjang.

Selain itu, terapkan langkah-langkah berikut untuk menahan godaan: buat jurnal belanja untuk mengidentifikasi pemicu, batasi notifikasi promo dari aplikasi belanja, serta simpan kartu kredit dan lebih sering bawa uang tunai. Untuk perencanaan finansial, gunakan metode budgeting—misalnya 50/30/20—atau pakai aplikasi keuangan agar setiap rupiah tercatat dengan baik. Dengan kombinasi kesadaran diri dan perencanaan matang, kamu bisa berhenti mengandalkan belanja sebagai pelarian stres.

Editor: Candra Mega Sari

Tag:  #hindari #doom #spending #saat #stress #bukannya #plong #malah #bikin #kantong #bolong

KOMENTAR