Gencatan Senjata Disepakati, Israel Diklaim Keok di Setiap Front, Pakar: Kegagalan Terbesar
Seorang tentara Israel di dekat perbatasan Jalur Gaza tampak menyandarkan kepalanya ke uung turret, laras meriam tank. 
13:50
16 Januari 2025

Gencatan Senjata Disepakati, Israel Diklaim Keok di Setiap Front, Pakar: Kegagalan Terbesar

– Setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza disepakati, Israel disebut telah kalah di setiap front pertempuran.

Pakar Timur Tengah sekaligus jurnalis senior Inggris bernama David Hearst mengatakan rakyat Palestina telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa menghadapi perang total.

Hal itu disampaikan Hearst dalam tulisannya di Middle East Eye yang berjudul “Gencatan Senjata di Gaza: Setelah Kebrutalan 15 Bulan, Israel Telah Gagal di Setiap Front” dan terbit hari Rabu, (15/1/2025),

Dengan tegas Hearst menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah perintang utama dalam kesepakatan gencatan senjata.

“Pada musim semi kemarin dia (Netanyahu) menolak kesepakatan yang ditandatangani Hamas di depan Direktur CIA Willams, dan lebih memiliki serangan ke Rafah,” kata Hearst.

Jurnalis itu mengatakan Netanyahu sempat menerapkan apa yang disebut sebagai “Rencana Jenderal”. Tujuannya adalah mengosongkan Gaza utara untuk mempersiapkan pendudukan oleh warga Israel.

“Rencana itu untuk mengebom dan membuat warga Gaza utara kelaparan dengan cara menyatakan bahwa siapa pun yang tidak pergi secara sukarela akan diperlakukan sebagai teroris.”

Tentara Israel beroperasi di Jalur Gaza. Tentara Israel beroperasi di Jalur Gaza. (IDF)

Dia menyebut setiap jurnalis Israel yang meliput perundingan telah melaporkan bahwa Netanyahu menolak semua kesepakatan gencatan senjata.

Angin perubahan terjadi setelah Donald Trump kembali menang Pilpres AS.

“Kami adalah pihak pertama yang harus membayar atas kemenangan Trump. [Kesepakatan] itu dipaksakan kepada kami. Kami berpikir bahwa kami akan menguasai Gaza utara, bahwa mereka akan membiarkan kami menghalangi bantuan kemanusiaan,” kata pakar Israel bernama Erel Segal.

Sementara itu, junalis Israel benama Yossi Yehoshua mengakui bahwa gencatan senjata adalah hal buruk bagi Israel.

“Tak perlu memperindah kenyataan: Kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera adalah hal buruk bagi Israel, tetapi Israel tak punya pilihan kecuali, menerimanya,” kata Yehoshua di kolom Yedioth Ahronoth.

Hearst menyebut drat perjanjian sudah dengan tegas menyebut Israel akan angkat kaki dari Koridor Philadelphi dan Netzarim.

“Bahkan tanpa ini, draf perjanjian sudah dengan jelas menyebutkan bahwa warga Palestina bisa kembali ke rumah mereka, termasuk yang di Gaza utara.”

“Upaya untuk membersihkan Gaza utara dari penduduknya telah gagal. Ini kegagalan terbesar dalam invasi darat Israel.”

Kata dia, Netanyahu berencana menghancurkan Hamas sejak lebih dari setahun lalu. Namun, upayanya gagal.

Tentara Israel berpatroli di sepanjang koridor Philadelphia di Rafah di Jalur Gaza pada 13 September 2024. Tentara Israel berpatroli di sepanjang koridor Philadelphia di Rafah di Jalur Gaza pada 13 September 2024. (SHARON ARONOWICZ/AFP)

Hearst mengatakan pejuang Hamas terus muncul dari puing-puing bangunan untuk melawan tentara Israel.

“Fakta militer yang jelas tentang kehidupan di Gaza ialah dalam 15 bulan Hamas bisa merekrut pejuang dan memulihkan diri lebih cepat ketimbang kecepatan Israel membutuh para pemimpin dan pejuang Hamas,” katanya.

Dia kemudian menyinggung tentara Prancis dan AS yang bertempur di Aljazair dan Vietnam. Tentara itu memilki keunggulan militer, tetapi gagal dan harus menarik diri.

“Di Gaza, tekad warga Palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka, yang bahkan meski sudah menjadi puing-puing, terbukti menjadi faktor menentukan dalam perang ini,” katanya menjelaskan.

Menurut dia, para pejuang dan warga sipil Palestina telah menunjukkan tingkat perlawanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik Israel-Palestina.

Di sisi lain, Israel kehilangan dukungan dari negara-negara di belahan bumi selatan. Padahal, sudah berinvestasi besar di sana.

Israel juga kehilangan dukungan dari dari satu generasi di Barat. Hasil survei baru-baru ini oleh Mosaic United menunjukkan bahwa sepertiga remaja Yahudi Amerika bersimpati kepada Hamas.

Lalu, sebanyak 42 persen di antara mereka meyakini Israel sedang melakukan genosida di Gaza. Terakhir, ada 66 persen yang bersimpati kepada rakyat Palestina.

Israel rugi besar

Hearst mengatakan Israel merugi besar akibat perang di Gaza.

Gerakan protes antiperang di seluruh dunia telah memunculkan front dukungan dunia untuk pembebasan Palestina. Gerakan boikot Israel juga jauh lebih kuat daripada sebelumnya.

Menurut dia, kasus-kasus terkait dengan genosida oleh Israel akan membanjiri pengadilan di negara-negara demokrasi di Barat.

Sebagai contoh, British Petroleum diseret ke pengadilan karena memasok minyak mentah ke Israel yang kemudian digunakan oleh tentara Israel.

Selain itu, militer Israel terpaksa menyembunyikan identitas semua tentara yang ikut berperang di Gaza karena takut mereka akan diburu ketika berada di luar negeri.

Adapun Netanyahu akan mendapati Israel sebagai negara yang mengalami perpecahan internal lebih buruk daripada sebelumnya.

“Ada perpecahan antara militer dan kalangan Haredim yang menolak wajib militer. Ada perpecahan antara kaum sekuler dan Zionis religius nasional,” kata Hearst.

Hearst lalu menyinggung konflik Israel dengan anggota-anggota poros perlawanan yang dipimpin Iran.

Poros itu, menurut Hearst, mungkin menerima beberapa pukulan keras setelah pemimpin Hizbullah tewas.

“Namun, seperti Hamas, Hizbullah sebagai kekuatan tempur belum ditumbangkan.”

“Dan dunia Arab Suni dibuat marah oleh [perang] Gaza dan penindakan keras yang tengah berlangsung di Tepi Barat, seperti yang jarang terjadi sebelumnya.”

Lalu, Hearst mengatakan keinginan Israel untuk memecah-mecah Suriah menjadi beberapa wilayah adalah provokasi bagi Suriah.

Di samping itu, rencana Israel untuk mencaplok Area B dan C di Tepi Barat merupakan ancaman bagi Yordania. Pencaplokan itu akan dianggap sebagai tindakan perang oleh Yordania.

Terakhir, Hearst mengutip pernyataan Yair Assulin, seorang kolumnis Israel di Haaretz.

“Bahkan jika kita menaklukkan seluruh Timur Tengah, bahkan jika setiap orang menyerang kepada kita, kita tidak akan memenangkan perang ini,” kata Assulin.

(Tribunnews/Febri)

Editor: Garudea Prabawati

Tag:  #gencatan #senjata #disepakati #israel #diklaim #keok #setiap #front #pakar #kegagalan #terbesar

KOMENTAR