Idul Fitri di Tengah Gempuran Israel, Banyak Tradisi Warga Palestina yang Absen
–Warga Palestina tidak bisa merayakan Idul Fitri dengan suka cita. Mereka justru berada dalam bayang-bayang ketakutan dan kegelisahan di tengah gempuran Israel.
Idul Fitri kali ini, banyak tradisi warga Palestina yang absen dilakoni. Tidak ada kebebasan, tidak ada hidangan khas, tidak ada pakaian baru, tidak ada suka cita Idul Fitri kali ini.
”Selama lebih dari enam bulan yang penuh penderitaan, kami telah menanggung kengerian pembantaian, penyakit, kelaparan, dan rasa haus, yang ditimbulkan militer Israel. Kekerasan mereka yang tiada henti, tidak mengenal batas, dan terus berlanjut sepanjang bulan suci Ramadhan hingga Idul Fitri,” demikian apa yang dirasakan warga Palestina sebagaimana dilansir dari Mondoweiss.
Biasanya, setiap tempat kecil di Gaza akan didekorasi. Makanan banyak tersedia, termasuk kurma kualitas terbaik untuk membuat ka'ek (hidangan khas Palestina) buatan tangan, biskuit bundar kecil yang dimakan di seluruh dunia Arab, untuk merayakan Idul Fitri. Kali ini tidak demikian.
Sering ditemukan sejenis ikan fermentasi yang dikenal sebagai fesikh dari Mediterania dan Laut Merah, makanan Idul Fitri yang populer di Gaza. Aromanya yang asin akan memenuhi udara di pasar. Kali ini tidak bisa dilakukan.
Belanja wajib untuk Idul Fitri termasuk membeli pakaian baru. Toko-toko dan mal yang ramai di Gaza dulu dipenuhi beraneka pakaian yang memesona. Mulai dari gaun kecil untuk anak perempuan hingga pakaian mini untuk anak laki-laki, selain gaun elegan yang dibeli khusus untuk salat Idul Fitri. Lagi-lagi tahun ini tidak ada.
Keluarga biasa mendekorasi rumah menjelang Idul Fitri. Menjelang Idul Fitri, anak-anak menantikan manisan yang disiapkan ibu untuk disantap.
Saat fajar menyingsing pada hari pertama Idul Fitri, lingkungan sekitar Gaza bergema dengan lantunan salawat dan takbir. Suasana dipenuhi kemeriahan anak-anak yang mengenakan pakaian terbaiknya, mengumandangkan suara takbir saat menemani orang tuanya berdoa. Untuk sarapan, setiap keluarga di Gaza senang menikmati fesikh, Idul Fitri kali ini tak bisa dilakoni.
Setelah itu, keluarga-keluarga berkumpul dengan mengenakan pakaian terbaik dan berkeliling mengunjungi rumah kerabat, bertukar ucapan selamat. Sementara anak-anak dengan penuh semangat menunggu untuk diberi eidiyyah, hadiah berupa uang yang biasa mereka terima dari bibi, paman, dan kerabat dewasa lainnya. Banyak anggota keluarga mereka mungkin sudah tewas akibat genosida Israel.
Berbeda dari tahun sebelumnya yang mana saat Idul Fitri jalanan menjadi hidup dengan anak-anak bermain di jalan, bernyanyi, dan bersuka ria, dalam suasana meriah yang diterangi gemerlapnya kembang api, kali ini justru jalanan tampak mencekam, gedung-gedung roboh, rumah-rumah luluh lantak dengan tanah. Idul Fitri kali ini, warga tidak bisa merayakan dan menikmati ibadah dengan tenang. Lampu dan dekorasi warna-warni digantikan dengan kilatan bom Israel dan suara ledakan.
Suara anak-anak yang bermain di jalanan tergantikan dengan jeritan orang-orang yang terkubur di bawah reruntuhan. Lingkungan yang penuh dengan kehidupan telah diubah menjadi kuburan, masjid-masjid diratakan, dan jalan-jalan dirobohkan. Keluarga-keluarga kini berkumpul bukan untuk saling menyapa, melainkan untuk berduka atas kematian mereka.
”Saat Idul Fitri tiba, kami mengucapkan selamat tinggal kepada satu demi satu syuhada,” demikian kisah saudara kita di Palestina.
Tag: #idul #fitri #tengah #gempuran #israel #banyak #tradisi #warga #palestina #yang #absen