Capres Unggul Jumlah Suara tapi Belum Tentu Menang di Pilpres AS 2024, Kenapa?
Berbagai partai mengikuti Pilpres AS 2024, namun dua partai besar, Demokrat dan Republik, mendominasi dalam kontestasi politik ini.
Pasangan capres-cawapres dari Partai Demokrat, Kamala Harris dan Tim Walz melawan kandidat capres-cawapres dari Partai Republik, Donald Trump dan JD Vance.
Pemenang Pilpres AS 2024 tidak serta merta ditentukan dari jumlah suara rakyat terbanyak.
Contohnya ketika Pilpres AS 2016, capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, kalah dengan Donald Trump dari Partai Republik, meski Hillary Clinton mendapat suara 2,9 juta lebih banyak dari Donald Trump.
Mengapa capres AS yang mendapat suara terbanyak belum tentu menang Pilpres AS?
1. Electoral College
Pada Pilpres AS 2016, Donald Trump dinyatakan menang karena ia mendapat 304 suara elektor dan Hillary Clinton hanya mendapat 232 suara elektor saat pemilihan umum di Electoral College yang diadakan setelah pemilu rakyat.
Electoral College adalah sistem yang digunakan pemerintah AS untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Dalam Electoral College, pemerintah menetapkan kuota elektor untuk setiap negara bagian sesuai jumlah penduduknya, misalnya di California ada 54 kuota elektor.
Tentang siapa yang dipilih sebagai elektor, ditentukan oleh partai yang maju pemilu, berdasarkan aturan di masing-masing negara bagian.
Setiap partai biasanya sudah menyiapkan nama-nama elektor sebelum pemilu sebagai persiapan jika partai tersebut menang di negara bagian dan berhak maju ke Electoral College.
Setelah rakyat menggunakan hak suaranya di pemilu, partai yang menang di negara bagian tersebut berhak mengirim elektor sesuai jumlah kuota untuk mewakili negara bagian di Electoral College.
Electoral College berjumlah 538 elektor, di mana partai yang bersaing harus mendapatkan 270 suara elektor untuk memenangkan Pilpres AS, menurut penjelasan laman Pemerintah AS.
2. Perbedaan Suara Rakyat dan Suara Elektor
Dalam sistem Electoral College, rakyat sebenarnya memilih partai yang mengusung pasangan capres-cawapres pilihan mereka.
Jika menang di negara bagian, partai yang dipilih itu nantinya akan mengirim elektor atau perwakilan negara bagian ke Electoral College.
Di Electoral College, elektor akan memberikan suaranya untuk memilih capres-cawapres.
Elektor biasanya adalah orang yang dipilih oleh partai yang maju pemilu dan biasanya merupakan anggota partai yang setia.
Mayoritas negara bagian mewajibkan elektor untuk memilih capres-cawapres sesuai dengan partai yang menang di negara bagian yang ia wakili.
Namun, ada juga elektor yang tidak terikat pada hasil pemilu rakyat, sehingga bisa memilih capres-cawapres yang berbeda, meski ini jarang terjadi.
3. "Winner Takes All" di Mayoritas Negara Bagian
Dalam aturan politik di AS, sebagian besar negara bagian, setidaknya 36 negara, menerapkan aturan "Winner Takes All".
Aturan Winner Takes All artinya jika satu partai menang dalam pemilu di satu negara bagian, maka partai tersebut berhak mengklaim seluruh suara di negara bagian tersebut.
Misalnya, partai A unggul dan hanya memiliki selisih tipis dengan partai B di negara bagian Texas, maka partai A menang dan berhak mengklaim seluruh suara rakyat di sana.
Partai A juga berhak mengirim 40 elektor untuk mewakili Texas di Electoral College.
Dengan demikian, partai yang menang akan mendapat seluruh suara rakyat dan kuota elektor di negara bagian tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Tag: #capres #unggul #jumlah #suara #tapi #belum #tentu #menang #pilpres #2024 #kenapa