PM Netanyahu Tuduh Iran Stok Bom Nuklir untuk Hancurkan Israel
“Iran berupaya membangun persediaan bom nuklir untuk menghancurkan Israel, yang dibawa oleh rudal jarak jauh,” katanya pada sesi pembukaan parlemen Israel, Knesset, Senin (28/10/2024).
Netanyahu mengklaim dia bercita-cita untuk mencapai perdamaian dengan negara-negara Arab.
“Saya bercita-cita untuk melanjutkan proses yang saya lalui beberapa tahun lalu dengan menandatangani Perjanjian Abraham yang bersejarah, untuk mencapai perdamaian dengan negara-negara Arab lainnya," katanya, merujuk pada perjanjian normalisasi hubungan negara Arab-Israel antara Uni Emirat Arab-Israel dan Bahrain-Israel pada tahun 2020.
Pernyataan itu ia sampaikan dua hari setelah Israel mengebom sasaran militer di Iran pada Sabtu (26/10/2024).
Netanyahu menyinggung serangan yang dilancarkan negaranya terhadap Iran pada Sabtu lalu, dengan mengatakan serangan itu berdampak fatal terhadap fasilitas yang berfungsi untuk memproduksi rudal.
“Kami menyebabkan kerusakan parah pada sistem pertahanan Iran dan kemampuannya untuk memproduksi rudal yang ditujukan kepada kami," ujarnya.
“Strategi kami adalah membongkar poros kejahatan dan mencegah Iran memperoleh senjata nuklir baru. Kita berada di awal era sejarah baru,” lanjutnya.
Netanyahu mengatakan tidak akan menyerah untuk mencapai tujuan menghentikan program nuklir Iran, seperti diberitakan Al Araby.
Netanyahu Akui Israel Membunuh Ismail Haniyeh
Untuk pertama kali, Netanyahu secara langsung mengakui Israel berada di balik ledakan yang membunuh Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, Iran pada 31 Juli 2024.
Ia mengawali pernyataan tersebut dengan membahas Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan oleh gerakan perlawanan Palestina, Hamas.
“Saya ingin mengingat di mana kita berada setahun yang lalu dan di mana kita berada saat ini. Kami telah mengalami pukulan telak dan pembantaian yang mengerikan. Serangan terburuk terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust,” katanya, mengacu pada Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
“Apa yang terjadi adalah kami membalikkan potnya. Kita telah beralih dari perang defensif ke perang ofensif. Kami menyelesaikan aksi utama melawan Hamas dan bergerak ke utara," lanjutnya, merujuk pada meluasnya serangan Israel ke Lebanon selatan yang berada di perbatasan Israel utara.
Selanjutnya, ia mengakui pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh dan Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.
“Kami melenyapkan (Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan) Nasrallah, (Panglima Brigade Izz al-Din al-Qassam, sayap militer gerakan Hamas) Muhammad al-Deif, dan (Kepala Biro Politik Hamas, Ismail) Haniyeh,” katanya.
Sementara itu Hamas menyangkal klaim Israel yang berhasil membunuh Muhammad al-Deif.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.020 jiwa dan 101.110 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (28/10/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Tag: #netanyahu #tuduh #iran #stok #nuklir #untuk #hancurkan #israel