Menteri Israel: Batasi Akses ke Majid Al Aqsa Selama Ramadan Biar Mereka Tahu Siapa Pemiliknya
AS mengusulkan pendirian Negara Palestina merdeka untuk mengakhiri konflik Israel dan milisi pembebasan Palestina, Hamas Cs, dalam Perang Gaza.
Namun bagi Eliyahu, inisiatif pemerintah AS untuk mengakhiri konflik Israel dengan Hamas dengan membentuk negara Palestina justru memberikan “penarik (tailwind) bagi Hamas”.
"Daripada “memberi” Palestina sebuah negara, Hamas harus datang “merangkak dan memohon” untuk mendapatkan kesepakatan setelah dikalahkan sepenuhnya," kata Eliyahu dalam sebuah wawancara dengan The Jerusalem Post pada Senin (19/2/2024).
Dengan begitu, kata dia, warga Palestina di Tepi Barat kemudian akan takut kalau mereka akan dihancurkan seperti Hamas jika mereka menyerang Israel – dan tidak akan berani.
“Inilah yang dilakukan AS terhadap al-Qaeda dan ISIS… dan meskipun ada suara-suara dari orang-orang yang mengutuk Oslo dan gagasan untuk mengakui negara Nazi di samping negara Israel… kami akan menghancurkannya,” katanya.
“Diskusi lainnya bersifat kekanak-kanakan dan tidak perlu,” kata sang menteri.
"Tidak ada proporsinya. Ini bukan permainan. Anda membunuh – dan Anda akan membayarnya," katanya.
Sebuah gerobak keledai melewati sebuah bangunan yang runtuh di kamp pengungsi Al-Maghazi di Jalur Gaza tengah, pada 16 Januari 2024. (AFP)Hukuman Kolektif Bagi Warga Sipil Palestina di Gaza
Eliyahu juga berpendapat kalau selama perang, penduduk sipil Palestina di Gaza harus “ditekan”.
“Saya tidak punya niat untuk menyakiti orang-orang yang tidak bersalah… tapi harga yang harus dibayar untuk monster ini [Hamas], mereka harus membayarnya,” katanya.
Menurut Eliyahu, penduduk sipil Palestina juga memikul tanggung jawab atas serangan Hamas, karena mereka tidak bangkit melawan Hamas setelah serangan 7 Oktober.
“Ketika monster seperti itu muncul… Saya tidak takut (kalau) masyarakat sipil (Palestina) harus menanggung akibatnya. Bukan harga yang mahal, tapi harga yang harus dibayar,” katanya.
Alternatifnya, menurut Eliyahu, adalah IDF memberikan bantuan kemanusiaan langsung kepada warga sipil Gaza di kamp-kamp yang telah ditentukan dan dengan demikian memiliki kendali penuh atas siapa yang menerima bantuan, katanya.
Rencana Buat Penduduk Sipil Gaza, Pengusiran!
Eliyahu menambahkan, warga sipil Gaza tidak boleh dilarang meninggalkan Gaza.
“Tidak mungkin Anda berbicara tentang perbatasan yang terbuka, namun orang-orang malang yang diajarkan Hamas untuk menjadi monster, Anda tidak memberi mereka masa depan,” katanya.
“Saya tidak akan membiarkan negara mana pun yang ingin menghancurkan saya atau melakukan genosida … berada di sana [bersama Israel]. Jika ada harga yang harus dibayar, kita harus menaklukkan mereka – biarlah,” katanya.
“Di mana ada pemukiman Yahudi – di situ ada keamanan,” tambahnya.
Masjid Al Aqsa di Palestina (Foto oleh collard philippe di Unsplash)Dukung Pembatasan Akses ke Masjid Al-Aqsa Selama Ramadan
Eliyahu menambahkan kalau dia mendukung kebijakan kontroversial pemimpin partainya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, untuk membatasi hak kunjungan di Majid Al-Aqsa selama bulan Ramadan mendatang.
"Karena Israel harus membela orang-orang Yahudi dan menunjukkan “siapa pemiliknya”, kata dia merujuk situs suci yang dia sebut sebagai Temple Mount.
"Ketika orang-orang Yahudi menunjukkan kelemahan, mereka diserang di seluruh dunia. Orang-orang Yahudi di Israel dan diaspora tidak boleh lagi tunduk pada tekanan, dan kunjungan ke Bukit Bait Suci adalah contoh di mana Israel tidak boleh mundur, kata Eliyahu.
“Ini adalah inti dari kampanye Hamas – yang mereka sebut sebagai ‘Banjir Al-Aqsa’ – dan kami tidak akan membiarkan mereka mengubah tempat yang paling suci bagi orang Yahudi… menjadi tempat di mana orang-orang Yahudi berlarian pergi selama sebulan," ujar Eliyahu.
Abaikan Peringatan Shin Bet
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah menyetujui pembatasan masuknya warga Palestina yang tinggal di Israel dan Yerusalem ke Masjid Al-Aqsa selama bulan suci Ramadhan.
Menurut laporan Channel 13 Israel, ini merupakan usulan Menteri Kepolisian Itamar Ben-Gvir yang akhirnya disetujui oleh Netanyahu.
Namun sebelumnya, badan keamanan dalam negeri Israel, Shin Bet telah memperingatkan keputusan ini akan memperburuk ketegangan, dikutip dari Al Mayadeen.
Pasalnya, jika aturan ini diputuskan, maka akan ada potensi gangguan antara warga Palestina di Israel dan polisi Israel.
Tidak hanya itu, badan kemanan tersebut memperingatkan bahwa keputusan ini dapat menyebabkan gangguan yang lebih "berbahaya" dibandingkan meletusnya ketegangan di Yerusalem, Tepi Barat, dan wilayah sekitarnya pada tahun 1948.
Netanyahu dilaporkan akan membuat keputusan resmi mengenai aturan ini dalam beberapa hari mendatang.
“Masuknya umat Palestina ke Masjid Al-Aqsa selama Ramadhan akan dibatasi,” lapor saluran tersebut, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Namun berbeda dengan Ben-Gvir, Menteri Keamanan Yoav Gallant dan Menteri Kabinet Perang Benny Gantz menentang Netanyahu.
Menurut keduanya, sebuah kesalahan besar bagi Netanyahu karena telah mengabikan lembaga keamanan,
Gantz mengatakan keputusan ini akan merusak persatuan dan kesatuan pemerintahan.
“Ini bukan persatuan dan bukan kabinet. Ini bukan cara kami bekerja,” kata Gantz.
Sejak awal perang di Jalur Gaza, polisi Israel telah membatasi akses Muslim Palestina ke Masjid Al-Aqsa setiap hari Jumat.
Meskipun ada pembatasan yang dilakukan oleh polisi Israel, warga Palestina yang dapat memasuki Masjid Al-Aqsa untuk melaksanakan sholat Jumat sekitar 25.000 pada Jumat lalu.
Ini merupakan pertama kalinya jumlah warga Palestina terbanyak yang melaksanakan Sholat Jumat di Masjid Al-Aqsa.
Sejak 7 Oktober, warga Palestina selalu dibatasi untuk melaksanakan sholat Jumat di Masjid Al-Aqsa, Yerussalem Timur.
Tag: #menteri #israel #batasi #akses #majid #aqsa #selama #ramadan #biar #mereka #tahu #siapa #pemiliknya