Chief Researcher OpenAI Mark Chen Ungkap Zuckerberg Rela Antar Sup demi Rebut Talenta AI di Silicon Valley
- Silicon Valley kembali menjadi panggung perang perebutan bakat paling intens di industri teknologi global. Namun kali ini bukan sekadar soal fasilitas kantor megah atau penawaran gaji fantastis, melainkan taktik yang jauh lebih personal: sup panas yang bahkan disebut diantarkan langsung oleh CEO Mark Zuckerberg untuk memikat peneliti yang dibidiknya.
Chief Researcher OpenAI, Mark Chen, mengungkap di sebuah siniar teknologi bahwa perang talenta AI di Silicon Valley kini tidak hanya dipacu oleh tawaran finansial, tetapi juga oleh pendekatan pribadi di fase awal, termasuk aksi langsung Zuckerberg tersebut. Dia menilai langkah pimpinan perusahaan yang datang langsung ke kandidat sebagai sinyal keseriusan dan penghargaan personal.
Menurut laporan Fortune, Chen menyebut bahwa isu ini sempat mengejutkan internal perusahaan. Dia menyebut langkah pengantaran sup sebagai manuver strategis untuk membuka percakapan rekrutmen di luar jalur formal perusahaan.
"Delivery soup itu bukan sekadar gimmick. Itu adalah cara Zuckerberg memberi sinyal bahwa dia memahami apa yang kami lakukan dan menghargai orang di balik penelitiannya," ujar Chen dalam sebuah siniar dengan Ashlee Vance.
Mark Chen juga menuturkan bahwa Meta AI berupaya merekrut hampir separuh tim riset yang dia pimpin. Chen bahkan menegaskan, Mark Zuckerberg secara pribadi memasak dan mengantar sup ke rumah peneliti OpenAI.
"Saya benar-benar tidak menyangka pendekatannya akan sejauh itu. Tapi inilah kompetisi perebutan bakat AI hari ini, ketika modal saja tak cukup," ucap Chen.
Chen mengakui bahwa perekrutan talenta AI kini terjadi di ranah yang makin personal, tetapi tetap bermuatan strategi. Dia menjelaskan bahwa sup berfungsi sebagai pembuka percakapan, bukan tawaran formal.
"Ini langkah untuk mencairkan suasana awal. Kesepakatan sesungguhnya tetap soal riset, pengaruh, dan masa depan AI," katanya.
Pergeseran ini mencerminkan kenyataan pahit industri AI global, yaitu jumlah talenta ahli yang sangat terbatas. Chen menekankan bahwa jumlah peneliti yang mampu membuat dan melatih Model bahasa besar atau large language model (LLM) paling canggih di dunia terbilang sangat sedikit. “Yang kami perebutkan bukan puluhan ribu insinyur, melainkan segelintir orang yang bisa menggeser batas kemampuan model LLM generasi berikutnya,” ujar Chen.
Perang bakat AI ini menghidupkan kembali memori perang fasilitas era Google dan Facebook awal 2010-an, ketika sushi gratis dan barista internal jadi magnet. Namun, sup CEO Zuckerberg kini menjadi simbol baru: fokus pada individu yang benar-benar strategis.
Kendati kompetisi perebutan talenta ahli kian intens, Chen menilai keputusan peneliti untuk bertahan atau pindah lebih banyak ditopang oleh kepercayaan pada arah riset ketimbang angka kompensasi. Dia menepis asumsi bahwa tim riset OpenAI mudah direbut.
"Untuk masa depan AI, Anda membutuhkan peneliti yang percaya pada arah perusahaan, bukan hanya angka di kontraknya," ujar Chen.
Selain itu, Chen menilai pertarungan talenta AI saat ini berdampak strategis bagi masa depan inovasi. "Jika Anda kehilangan satu kepala riset, Anda bukan hanya kehilangan orang yang kompeten, Anda kehilangan infrastruktur berpikir," tegasnya.
Maka, ketika CEO datang sendiri ke rumah peneliti dengan sup, pesannya jelas, talenta itu cukup strategis untuk didekati langsung.
Perang sup ini, meski terkesan tidak lazim, mencerminkan fase baru persaingan LLM di Silicon Valley. CEO di Meta dan pimpinan riset di OpenAI kini menggunakan pendekatan langsung untuk memberi sinyal: talenta yang dibidik bukan sekadar karyawan, tetapi aset strategis. Di tengah limpahan modal dan sumber daya, pesan personal dari pemimpin perusahaan menjadi pembuka dialog yang tak bisa digantikan mesin.
Tag: #chief #researcher #openai #mark #chen #ungkap #zuckerberg #rela #antar #demi #rebut #talenta #silicon #valley