Israel Diduga Tak Mampu Perang Lama Lawan Iran, Trump Langsung Beri Gencatan Senjata
Kombinasi foto Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) pada 7 April 2025, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei (tengah) pada 20 Maret 2025, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) pada 21 Juni 2025. Perang Israel-Iran berakhir dengan gencatan senjata pada 25 Juni 2025 setelah pertempuran 12 hari.(AFP/SAUL LOEB)
05:18
26 Juni 2025

Israel Diduga Tak Mampu Perang Lama Lawan Iran, Trump Langsung Beri Gencatan Senjata

- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa (24/6/2025) mengumumkan gencatan senjata antara Iran dan Israel, menyusul ketegangan militer selama hampir dua pekan terakhir.

Namun, efektivitas dan keberlangsungan kesepakatan itu masih diragukan berbagai pihak, termasuk para analis Timur Tengah.

"Saya tidak berpikir Pemerintah Israel mampu mempertahankan perang jangka panjang, tetapi saya pikir faktor utamanya di sini adalah Presiden Trump. Dia tidak ingin melihat perang baru di wilayah tersebut pecah di bawah pengawasannya," ujar Will Todman, peneliti senior di Program Timur Tengah, Center for Strategic and International Studies (CSIS), seperti dikutip AFP.

Gencatan senjata itu diumumkan hanya beberapa hari setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar.

Menurut laporan, serangan tersebut dilakukan secara terukur dan mudah dicegat oleh sistem pertahanan.

Merespons insiden itu, Trump memilih tidak melakukan serangan balasan dan justru mendesak Israel jangan melanjutkan rencana operasi militer ke wilayah Iran.

Langkah ini dipandang sebagai manuver cepat Trump untuk menghindari konflik berkepanjangan, sekaligus menepis kritik terhadap komitmennya selama kampanye untuk tidak menyeret militer AS ke konflik luar negeri.

“Itulah yang mengubah kalkulasi untuk Israel dan juga untuk Iran,” tambah Todman.

Tiga pihak saling klaim menang

Gambar dari rekaman video AFPTV memperlihatkan pecahan rudal Iran yang dicegat di atas Qatar, dalam serangan balik Iran terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Al Udeid pada Senin, 23 Juni 2025.AFPTV Gambar dari rekaman video AFPTV memperlihatkan pecahan rudal Iran yang dicegat di atas Qatar, dalam serangan balik Iran terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Al Udeid pada Senin, 23 Juni 2025.Iran, Israel, dan Presiden Trump sama-sama mengeklaim kemenangan usai pertempuran yang berlangsung selama 12 hari.

Puncak eskalasi terjadi saat militer AS meluncurkan serangan udara terhadap salah satu situs-situs nuklir utama Iran pada Sabtu (21/6/2025).

Meski Trump mengeklaim fasilitas tersebut telah “dihancurkan”, laporan rahasia yang dilansir CNN dan The New York Times menyebutkan bahwa bagian inti dari tiga lokasi nuklir Iran tidak mengalami kerusakan berarti.

Sementara itu, Iran dikabarkan sedang mencari jalan keluar dari konflik setelah mengalami serangan terburuk sejak perang Iran-Irak pada 1980–1988.

Trump juga memberi sinyal akan menawarkan insentif kepada Teheran, termasuk pelonggaran sanksi agar China dapat kembali membeli minyak Iran.

Adapun Israel berada dalam tekanan berat. Serangan udara Iran dalam beberapa hari terakhir disebut sebagai yang paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir, bersamaan dengan operasi militer di Gaza, Suriah, dan Lebanon.

Setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah Trump, peringatan yang dilontarkan Trump sehari kemudian dianggap sebagai sinyal bahwa ada batas dalam dukungan AS terhadap Israel.

Peran diam-diam Qatar

Pangkalan udara militer Amerika Serikat di Al Udeid, selatan Doha, Qatar, saat difoto pada 23 Oktober 2002. Al Udeid menjadi target serangan Iran pada Senin (23/6/2025) untuk membalas gempuran udara AS terhadap tiga situs nuklir utama.AFP/RABIH MOGHRABI Pangkalan udara militer Amerika Serikat di Al Udeid, selatan Doha, Qatar, saat difoto pada 23 Oktober 2002. Al Udeid menjadi target serangan Iran pada Senin (23/6/2025) untuk membalas gempuran udara AS terhadap tiga situs nuklir utama.Meski Trump tampil sebagai pengambil keputusan utama, sejumlah analis menilai gencatan senjata tak lepas dari peran negara-negara Teluk yang melakukan diplomasi senyap.

"Trump secara vokal menggunakan kekuatan troll-nya untuk mencoba menahan tindakan Israel dan Iran, tetapi dia kalah penting dibandingkan peran yang terus dimainkan oleh negara-negara ini (Teluk)," ujar Brian Katulis, peneliti senior di Middle East Institute.

Katulis menyebut, negara seperti Qatar yang memiliki hubungan strategis dengan berbagai pihak di kawasan, memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan.

Menurutnya, pendekatan Trump yang menggabungkan komunikasi digital dengan kebijakan militer justru membingungkan banyak pengamat dan aktor global.

“Operasi militer yang bersifat taktis, dikombinasikan dengan banyak komunikasi strategis, membingungkan orang Amerika dan aktor global tentang apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh pemerintahan Trump,” kata Katulis.

Dampak terhadap politik domestik AS

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berbicara di hadapan media ketika hendak menaiki helikopter kepresidenan Marine One dari South Lawn, Gedung Putih, Washington DC, untuk bersiap menghadiri KTT NATO di Den Haag, Belanda, 24 Juni 2025. Trump marah karena Israel melanggar gencatan senjata dengan Iran.AFP/MANDEL NGAN Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berbicara di hadapan media ketika hendak menaiki helikopter kepresidenan Marine One dari South Lawn, Gedung Putih, Washington DC, untuk bersiap menghadiri KTT NATO di Den Haag, Belanda, 24 Juni 2025. Trump marah karena Israel melanggar gencatan senjata dengan Iran.Terlepas dari masa depan gencatan senjata, pengamat menilai langkah ini memiliki dampak signifikan terhadap politik dalam negeri AS, terutama menjelang tahun pemilu selanjutnya.

“Operasi militer AS yang berkepanjangan bisa berpotensi memecah dukungan terhadap Presiden Trump, bahkan dari basis pendukungnya sendiri,” kata Jonathan Panikoff dari Atlantic Council.

Kendati demikian, Panikoff memperkirakan dukungan dari kelompok konservatif dan basis Partai Republik masih akan bertahan.

Di sisi lain, kritik terhadap pendekatan Trump juga datang dari berbagai kalangan, termasuk dari Partai Demokrat.

Annelle Sheline, peneliti di Quincy Institute for Responsible Statecraft, menilai Trump harus bertanggung jawab untuk menjaga konsistensi implementasi gencatan senjata.

"Trump menunjukkan bahwa dia dapat mengendalikan Israel ketika dia memilih untuk melakukannya. Sekarang dia harus melakukan hal yang sama untuk bersikeras pada gencatan senjata di Gaza," ujarnya.

Ia juga menyayangkan tindakan militer Israel yang tetap melancarkan serangan ke Lebanon dan Gaza, meski kesepakatan gencatan senjata telah diumumkan.

Tag:  #israel #diduga #mampu #perang #lama #lawan #iran #trump #langsung #beri #gencatan #senjata

KOMENTAR