Jangan Anggap Lelah Biasa, Ini Bedanya dengan Burnout yang Mengubah Otak
Ilustrasi burnout. Burnout bukan sekadar rasa lelah biasa, tapi kondisi serius yang bisa mengubah fungsi otak dan mengganggu kesehatan emosional.(Shutterstock/Lightspring)
22:06
2 Juli 2025

Jangan Anggap Lelah Biasa, Ini Bedanya dengan Burnout yang Mengubah Otak

Merasa lelah setelah hari yang padat adalah hal wajar. Namun, jika kelelahan itu terus berlangsung, disertai hilangnya motivasi, rasa terputus dari diri sendiri, dan gangguan emosi, bisa jadi Anda mengalami burnout, kondisi serius yang dapat mengubah struktur dan fungsi otak.

Menurut Dr. Marjorie Jenkins, Chief Clinical Officer di perusahaan teknologi kesehatan perempuan Incora Health, burnout berbeda dari sekadar rasa lelah biasa.

Burnout membuat kita mempertanyakan tujuan hidup, kehilangan motivasi, dan menghancurkan kesehatan emosional. Pada dasarnya, kita kehilangan jati diri,” kata Jenkins.

Burnout kerap disebabkan oleh stres kronis, kelelahan emosional, dan perasaan terlepas dari pekerjaan atau tanggung jawab hidup.

Bahkan, burnout bukan hanya memengaruhi psikologis, tetapi juga menyebabkan perubahan nyata pada struktur dan fungsi otak.

Burnout bisa ubah struktur otak

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE tahun 2014 menunjukkan bahwa orang yang mengalami burnout akibat pekerjaan memiliki lebih sedikit materi abu-abu di area otak yang terkait dengan pengendalian emosi dan fungsi kognitif.

Area tersebut mencakup anterior cingulate cortex dan dorsolateral prefrontal cortex.

Penelitian lain dalam Neuropsychopharmacology juga menemukan bahwa amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas respons terhadap rasa takut dan stres, dapat menjadi terlalu aktif saat seseorang mengalami burnout.

Hal ini menyebabkan reaksi emosional berlebihan dan kesulitan menenangkan diri, bahkan setelah penyebab stres hilang.

“Dari sudut pandang neurologis, burnout mencerminkan kegagalan otak dalam mengelola stres,” jelas Kevin J.P. Woods, Direktur Ilmiah di Brain.fm, perusahaan yang merancang musik untuk meningkatkan fokus.

“Otak memang memiliki sistem canggih untuk menghadapi stres jangka pendek, tetapi sistem itu tidak dirancang untuk stres terus-menerus seperti di kehidupan modern.”

Faktor pemicu dan kelompok rentan burnout

Beberapa pemicu umum burnout meliputi beban kerja berlebihan tanpa kendali atas tugas, kurangnya penghargaan, ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, serta hubungan sosial yang renggang.

Budaya kerja yang toksik dan penggunaan teknologi tanpa jeda juga dapat memperburuk risiko. Meski siapa pun bisa mengalami burnout, beberapa kelompok lebih rentan.

Menurut Thea Gallagher, psikolog klinis dari NYU Langone Health, burnout kerap dikenali ketika sudah terlambat.

“Orang bisa mengalami burnout bahkan di pekerjaan yang mereka cintai. Kita tetap butuh batasan dan keseimbangan, meskipun mencintai pekerjaan kita,” ujarnya.

Beberapa kelompok yang berisiko tinggi meliputi:

  • Pekerja sektor tinggi tekanan: Seperti tenaga kesehatan, guru, pekerja sosial, dan petugas darurat
  • Perfeksionis dan overachiever: Orang dengan dorongan internal tinggi atau cenderung menyenangkan orang lain
  • Pekerja jarak jauh dan freelance: Minimnya batasan fisik antara kerja dan rumah membuat mereka terus merasa "menyala"
  • Perempuan dan kelompok terpinggirkan: Khususnya perempuan kulit berwarna, yang menghadapi stres tambahan dari ketimpangan dan mikroagresi
  • Pemberi perawatan (caregiver): Baik merawat anak, orang tua lanjut usia, maupun keduanya.
  • Orang tanpa dukungan sosial kuat: Ketika tidak ada tempat untuk berbagi beban, risiko burnout meningkat

Pemulihan dari burnout butuh waktu

Untuk pulih dari burnout, perubahan gaya hidup secara konsisten sangat diperlukan.

“Perubahan otak akibat stres kronis tidak bisa pulih dalam semalam,” jelas Woods.

Ia mengatakan sebagian besar pasien membutuhkan waktu tiga hingga enam bulan untuk merasakan perbaikan nyata.

Woods menyarankan untuk mengambil jeda dari pikiran terkait pekerjaan setiap 90 menit. Interaksi langsung dengan orang terdekat juga efektif untuk meredakan stres.

Selain itu, olahraga ringan seperti berjalan kaki 20-30 menit per hari dan tidur yang cukup sangat dianjurkan.

“Pada akhirnya, tubuh kita butuh istirahat agar terhindar dari burnout,” kata Jenkins.

“Tak peduli sekuat, secerdas, atau sesukses apa pun kita, setelah beristirahat, kita akan merasa lebih baik, bertenaga, dan bisa kembali menjalani hidup dengan energi baru.”

Tag:  #jangan #anggap #lelah #biasa #bedanya #dengan #burnout #yang #mengubah #otak

KOMENTAR