Hengki Kawilarang Meninggal, Ini Penjelasan Medis Soal Prosedur Cuci Darah
Desainer Hengki Kawilarang meninggal dunia dalam usia 47 tahun pada Jumat (20/6/2025). Hengki Kawilarang meninggal di usia 47 tahun akibat komplikasi diabetes dan gagal ginjal.(Instagram/@hengkikawilarang_id)
15:36
21 Juni 2025

Hengki Kawilarang Meninggal, Ini Penjelasan Medis Soal Prosedur Cuci Darah

Desainer kondang Hengki Kawilarang meninggal dunia pada Jumat (20/6/2025) dalam usia 47 tahun.

Hengki sempat menjalani prosedur cuci darah sebelum wafat, sebagaimana diungkap oleh Aisyahrani, adik penyanyi Syahrini, melalui unggahan Instagram.

"Terakhir teleponan Hengki udah cuci darah tapi semangatnya luar biasa," tulis Aisyahrani, seperti diberitakan oleh Kompas.com, Sabtu (21/6/2025).

Selain mendoakan almarhum, Rani juga mengenang jasa besar Hengki dalam perjalanan karier Syahrini, termasuk menciptakan berbagai busana ikonis yang dikenakan sang penyanyi.

Sebelum tutup usia, Hengki diketahui mengidap sejumlah penyakit serius. Ia sempat dirawat di beberapa rumah sakit di Bandung sejak 2024 karena diabetes, lalu mengalami cedera kepala, dan akhirnya didiagnosis mengalami gangguan ginjal.

Menurut keterangan keponakannya, Audrey Fitria Devani, kondisi Hengki memburuk akibat komplikasi yang merusak fungsi ginjal.

Prosedur cuci darah dilakukan sebagai upaya medis untuk mengatasi kondisi tersebut. Lantas, apa sebenarnya prosedur cuci darah itu dan kapan biasanya diperlukan?

Apa itu prosedur cuci darah?

Dikutip dari National Library of Medicine, cuci darah atau hemodialisis adalah metode pengobatan bagi pasien gagal ginjal, di mana darah pasien dialirkan ke mesin khusus untuk disaring dari zat limbah, cairan berlebih, dan racun.

Setelah proses penyaringan, darah bersih dikembalikan ke tubuh pasien melalui akses vaskular yang dibuat melalui operasi kecil.

Dalam kasus Hengki Kawilarang, penyakit diabetes yang ia derita menyebabkan kerusakan ginjal.

Diabetes merupakan salah satu penyebab utama penyakit ginjal kronis, dan jika tidak ditangani, dapat berujung pada gagal ginjal yang memerlukan cuci darah.

Kapan cuci darah diperlukan?

Prosedur cuci darah biasanya dilakukan saat ginjal hanya berfungsi sekitar 10–15 persen dari kapasitas normal atau ketika kadar kreatinin dan urea dalam tubuh pasien sangat tinggi dan menimbulkan gejala seperti sesak napas, mual, pembengkakan, atau penurunan kesadaran.

Cuci darah juga bisa bersifat sementara bagi pasien dengan cedera ginjal akut, namun menjadi kebutuhan rutin pada penderita gagal ginjal permanen.

Pada kasus seperti Hengki Kawilarang, penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh komplikasi diabetes menjadi alasan utama dilakukannya prosedur ini.

Efektivitas dan efek samping prosedur cuci darah

Prosedur cuci darah menjadi salah satu terapi paling umum bagi pasien gagal ginjal.

Meskipun efektif membantu mempertahankan kehidupan, prosedur ini tetap memiliki sejumlah keterbatasan dan efek samping yang perlu diketahui pasien dan keluarga.

Dilansir dari National Kidney Foundation, adapun beberapa efektivitas cuci darah, yakni:

  • Membersihkan limbah berbahaya dari tubuh: Cuci darah membantu mengeluarkan zat limbah seperti urea, kreatinin, serta cairan berlebih yang tidak bisa disaring oleh ginjal rusak.
  • Menstabilkan kadar elektrolit: Prosedur ini membantu menjaga keseimbangan natrium, kalium, dan kalsium dalam darah.
  • Menurunkan risiko komplikasi serius: Dengan pengobatan rutin, cuci darah dapat mencegah gejala berat seperti kejang, pembengkakan parah, dan penurunan kesadaran.
  • Memperbaiki kondisi fisik sementara: Beberapa pasien merasa lebih bertenaga dan ringan setelah sesi dialisis, terutama bila dilakukan teratur.

Efek samping yang mungkin terjadi, yakni:

  • Hipotensi (tekanan darah rendah): Merupakan efek samping paling umum dan dapat menyebabkan pusing, lemas, atau bahkan pingsan.
  • Kram otot: Umumnya terjadi selama sesi cuci darah akibat perubahan cairan atau elektrolit.
  • Mual dan pusing: Dapat muncul saat tubuh mengalami perubahan tekanan atau cairan secara drastis.
  • Infeksi dan penyumbatan akses vaskular: Risiko jangka panjang yang bisa terjadi akibat penggunaan jarum atau kateter berulang.
  • Sindrom ketidakseimbangan dialisis: Efek langka namun serius berupa gangguan saraf karena perubahan zat kimia dalam darah terlalu cepat.

Dengan pengawasan medis yang tepat dan edukasi berkelanjutan, sebagian besar efek samping ini dapat dikendalikan.

Pemilihan jenis dialyzer, kecepatan penyaringan, hingga pengaturan diet harian menjadi faktor penting dalam menunjang kenyamanan dan efektivitas terapi cuci darah.

Hengki Kawilarang meninggal dunia setelah berjuang melawan komplikasi diabetes dan gangguan ginjal. Ia sempat menjalani cuci darah sebagai bagian dari upaya medis di akhir hayatnya.

Kepergian Hengki di usia 47 tahun menjadi pengingat pentingnya deteksi dini dan penanganan serius terhadap penyakit kronis.

Terutama, diabetes yang jika tidak dikendalikan dapat berdampak pada kerusakan organ vital seperti ginjal.

Tag:  #hengki #kawilarang #meninggal #penjelasan #medis #soal #prosedur #cuci #darah

KOMENTAR