Respons BEI soal Isu IPO Jadi “Exit Strategy” Parpol Jelang Pemilu
Direktur Penilaian Efek BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya terus mengawasi terkait dengan penggunaan dana Initial Public Offering (IPO) melalui Laporan Realisasi Penggunaan Dana (LRPD) setiap enam bulan sekali.
Hal ini merespons isu bahwa dana IPO digunakan oleh partai politik atau parpol untuk kepentingan yang tidak seharusnya. Apalagi belakangan ini sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan politikus melakukan pencatatan saham di bursa, yang bertepatan dengan tahun pemilu.
“Karena skema IPO seluruhnya berasal dari divestasi founder, sudah tentu dana hasil IPO sepenuhnya untuk founder. Dalam hal ini tidak ada dana yang diperoleh perusahaan dari IPO,” kata Nyoman di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
“Skema tersebut juga dijelaskan dalam prospektus saat dilakukan IPO. Bursa tidak mengatur pembatasan bahwa IPO dan mencatatkan saham di Bursa menjadi exit strategy pihak mana pun,” tambah dia.
Nyoman mengatakan, dalam evaluasi yang dilakukan oleh bursa, pihaknya juga menekankan aspek substansi, selain formal persyaratan, termasuk pihak yang menjadi pengendali dan pemilik manfaat. Di sisi lain, beberapa saham yang melakukan IPO di awal 2024 menunjukkan penurunan yang signifikan. Nyoman mengatakan, hal tersebut merupakan mekanisme pasar.
“Penurunan harga bisa terjadi karena beberapa hal melalui mekanisme pasar. Skema IPO dengan divestasi founder dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku serta memperhatikan kepentingan investor (terutama investor publik),” lanjut dia.
“Dapat kami sampaikan kembali bahwa saat ini terdapat mekanisme perlindungan investor dalam hal terjadi perubahan pengendali, di antaranya kewajiban disclosure dan penawaran tender wajib kepada pengendali baru,” ujarnya.
Dia bilang, terdapat kewajiban bagi perusahaan untuk menentukan Pengendali dan juga kewenangan OJK untuk menetapkan Pengendali. Dalam kondisi tertentu Bursa dapat meminta Pengendali untuk mempertahankan pengendalian serta kepemilikannya dalam periode waktu tertentu.
Mengacu pada ketentuan huruf N pasal 23 POJK 9/2018 mengenai pengambilalihan perusahaan terbuka, pengambilalihan perusahaan dimungkinkan dilakukan bersamaan dengan penawaran umum atau setelah penawaran umum (dalam jangka satu tahun setelah efektif pernyataan pendaftaran), sepanjang semua informasi pengambilalihan telah diungkapkan dalam prospektus.
“Selain itu, informasi mengenai kegiatan usaha, prospek dan informasi lainnya yang berhubungan dengan pengambilalihan telah dicantumkan dalam prospektus. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi investor untuk mengambil keputusan investasi,” jelasnya.
“Peraturan Bursa tentu akan memperhatikan relevansi, perkembangan, praktik umum secara global, dan menjaga perlindungan investor,” tambahnya.
Sebagai informasi terdapat dua emiten yang terafiliasi dengan politikus dan melantai di BEI pada awal 2024. Perusahaan tersebut adalah PT Asri Karya Lestari (ASLI) milik politikus PKB Sudjatmiko yang melantai di BEI pada 5 Januari 2024.
ASLI mengantongi dana IPO sebesar Rp 125 miliar. Di awal pencatatan saham harga saham ASLI ditawarkan seharga Rp 100 per saham, dan saat ini harganya ambles menjadi Rp 58 per saham.
Selanjutnya, PT Adhi Kartiko Pratama (NICE) yang melantai di BEI pada 9 Januari 2024. Entitas induk NICE adalah PT Dwidaya Mega Investama milik Herman Herry Adranacus yang merupakan anggota DPR dari fraksi PDIP.
NICE mengantongi dana segar dari IPO sebesar Rp 532,7 miliar. Di awal pencatatan perdana, harga saham NICE ditawarkan Rp 438 per saham. Di akhir perdagangan sore ini, saham NICE ambles 7,1 persen menjadi Rp 710 per saham.
Tag: #respons #soal #jadi #exit #strategy #parpol #jelang #pemilu