Begini 'Utak-atik' Aturan Importasi Gula, Mengapa Tom Lembong Didakwa Regulasi Tahun 2004?
- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula yang dilakukan saat menjabat Menteri Perdagangan pada kurun waktu 2015-2016. Diduga, Tom Lembong memberikan izin impor saat stok gula di dalam negeri sedang surplus. Tom Lembong diduga memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan swasta, yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Delapan perusahaan itu mengelola GKM menjadi gula kristal putih (GKP), padahal perusahaan itu hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp 16.000 per kilogram, yang lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp 13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.
Sebagaimana diketahui, pada Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula disebutkan: Impor GKP sebagaiman dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf c hanya dapat dilakukan oleh BUMN pemilik API-U setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam, menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dimulai ketika pada tanggal 12 Mei 2015, rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Akan tetapi, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula.
Persetujuan impor yang telah dikeluarkan Tom Lembong itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri. Sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, lanjut Qohar, pihak yang diizinkan mengimpor GKP hanyalah perusahaan BUMN.
Kemudian pada tanggal 28 Desember 2015 digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton. Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, pada November hingga Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta tersebut di atas.
Seharusnya dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah GKP secara langsung dan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN. Realisasinya, yang melakukan impor gula adalah perusahaan swasta dengan jenis GKM. Lantas diolah menjadi GKP. Dan, kemudian seolah-olah PT PPI-lah yang melakukan importasi GKP.
Selama kasus ini bergulir, JawaPos.com melihat bahwa ada pro kontra terkait dakwaan terhadap Tom Lembong, yang disebutkan oleh Kejagung RI melanggar Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula. Berikut ini perjalanan lengkap peraturan soal impor gula dari tahun 2004-2015, dirangkum Senin (4/11).
Peraturan impor gula tahun 2004
Mengutip Keputusan Menperin dan Mendag Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 rupanya tidak disebutkan secara spesifik hanya BUMN yang berhak melakukan impor GKM. Dalam Pasal 2 Ayat (2) disebutkan bahwa GKM/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen (IP) Gula.
Kemudian Pasal 2 Ayat (3) mempertegas bahwa GKM dan GKR yang diimpor oleh IP Gula dilarang memperdagangkan dan memindahtangankan produknya. Namun hanya diizinkan untuk digunakan sebagai bahan baku produksi industri yang dimiliki oleh IP gula.
Meski begitu, dalam Pasal 4 Ayat (2) IP Gula justru diperbolehkan melakukan jual-beli dan mendistribusikan GKR yang berasal dari GKM impor kepada industri. Dan memang dilarang untuk diperdangkan ke pasar di dalam negeri.
"Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) hasil industri yang dimiliki oleh IP Gula yang sumber bahan bakunya berupa Gula Kristal Mentah/Gula kasar (Raw Sugar) berasal dari impor hanya dapat diperjualbelikan atau didistribusikan kepada industri dan dilarang diperdagangkan ke pasar di dalam negeri," bunyi Pasal 2 Ayat (4) dari peraturan impor gula yang diteken Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Rini M. Sumarno Soewandi.
Peraturan impor gula 2005
Lebih lanjut, aturan itu diperbarui menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/4/2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 02/M/Kep/XII/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.
Namun, dalam aturan yang diteken oleh Mendag Mari Elka Pangestu pun belum ditegaskan bahwa hanya perusahaan BUMN yang diperbolehkan untuk mengimpor GKM. Dalam aturan ini hanya dipertegas soal beragam aturan dan kewajiban saat melakukan impor GKP. Salah satunya, diperbolehkan apabila produksi dan/atau persediaan GKP di dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan.
Peraturan impor gula 2015
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula yang diteken oleh Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, baru dipertegas bahwa impor gula dibatasi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1).
Bahkan, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa jumlah impor gula yang diimpor pun harus disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian. Sementara itu, soal GKP yang hanya diperbolehkan untuk diimpor BUMN pun baru diatur dalam Permendag ini. Sedangkan dalam aturan-aturan sebelumnya tidak disebutkan secara tegas.
"Impor Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugarj sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b, hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-P setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri," bunyi Pasal 5 Ayat (1) aturan tersebut.
"Impor Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, hanya dapat dilakukan oleh BUMN pemilik API-U setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri," bunyi Pasal 5 ayat (2).
Untuk diketahui, API-U adalah tanda pengenal sebagai importir umum. Sedangkan, API-P adalah tanda pengenal sebagai importir produsen.
Tag: #begini #utak #atik #aturan #importasi #gula #mengapa #lembong #didakwa #regulasi #tahun #2004