Kawasan Industri jadi Mesin Pertumbuhan dan Etalase Diplomasi Ekonomi
- Pemerintah menegaskan kembali peran kawasan industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah tekanan geoekonomi dan geopolitik global yang masih berlanjut. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, kinerja sektor manufaktur yang terus terjaga menunjukkan potensi ekspansi industri nasional masih terbuka lebar.
Pada triwulan III 2025, tingkat utilisasi industri manufaktur tercatat sebesar 59,28 persen. Indikator optimisme pelaku usaha juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 yang berada di level 53,45 serta Purchasing Managers' Index (PMI) di angka 53,3. Menurut Agus, capaian tersebut tidak terlepas dari kontribusi kawasan industri sebagai pusat kegiatan produksi.
"Kinerja positif industri manufaktur ini tidak terlepas dari peran kawasan industri sebagai lokasi utama kegiatan produksi," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Saat ini, Indonesia memiliki 175 perusahaan kawasan industri yang beroperasi dengan total luas lahan mencapai 98.235,59 hektare dan tingkat okupansi sekitar 58,19 persen. Kawasan-kawasan tersebut menaungi hampir 12 ribu perusahaan tenant yang menjadi tulang punggung aktivitas industri nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) triwulan III 2025 yang diolah Kementerian Perindustrian, kawasan industri beserta para tenantnya menyumbang 9,44 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dan berkontribusi 0,67 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari sisi investasi, kawasan industri mencatatkan realisasi hingga Rp6.744,58 triliun serta menyerap sekitar 2,35 juta tenaga kerja.
Untuk memperkuat daya saing kawasan industri, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 26 Tahun 2025 tentang Standar Kawasan Industri dan Akreditasi Kawasan Industri yang mulai berlaku pada 23 Januari 2026. Regulasi ini diarahkan untuk mendorong kawasan industri yang lebih kompetitif, tangguh, dan berkelanjutan. Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan payung hukum yang lebih kuat.
"Kami juga tengah memperkuat kerangka regulasi melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Kawasan Industri, agar berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi pengelola kawasan industri dapat diatasi secara komprehensif," ujar Agus.
Sejalan dengan upaya tersebut, peran kawasan industri juga diperkuat dalam konteks diplomasi ekonomi. Hal ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Luar Negeri RI dan Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI).
Ketua Umum HKI Akhmad Ma’ruf Maulana menilai kerja sama tersebut sebagai langkah strategis untuk menyatukan diplomasi luar negeri dengan penguatan basis industri di dalam negeri. "Nota Kesepahaman ini memperkuat sinergi antara diplomasi luar negeri dan pengembangan industri nasional. Kawasan industri adalah bukti kesiapan Indonesia di mata investor global," ujarnya.
Menurut Akhmad Ma’ruf, kawasan industri menawarkan kesiapan, mulai dari ketersediaan lahan, infrastruktur, hingga ekosistem industri yang sudah berjalan. Kondisi ini membuat proses realisasi investasi dan penciptaan lapangan kerja bisa berlangsung lebih cepat. Dia juga menekankan, target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen akan lebih realistis dicapai jika investasi produktif diarahkan ke kawasan industri yang siap beroperasi.
"Target pertumbuhan 8 persen membutuhkan instrumen yang siap bekerja. Kawasan industri adalah mesin pertumbuhan yang efektif karena mampu mendorong investasi, hilirisasi, dan penyerapan tenaga kerja secara cepat," tambahnya.
HKI memandang peran Kementerian Luar Negeri krusial dalam mengarahkan minat investor global ke sektor dan lokasi yang benar-benar siap, sehingga diplomasi ekonomi tidak berhenti pada promosi, tetapi berujung pada realisasi investasi konkret.
Tag: #kawasan #industri #jadi #mesin #pertumbuhan #etalase #diplomasi #ekonomi