Profil PT Mayawana Persada, Deforestasi Hutan dan Pemiliknya yang Misterius
PT Mayawana Persada [Walhi]
19:25
17 Desember 2025

Profil PT Mayawana Persada, Deforestasi Hutan dan Pemiliknya yang Misterius

Baca 10 detik
  • PT Mayawana Persada, pemegang konsesi HTI di Kalbar, dituding deforestasi masif; 33.070 hektare hutan alam hilang 2021–2023.
  • Aktivitas perusahaan merusak lahan gambut kaya karbon, melepaskan emisi CO2 signifikan serta mengancam habitat Orangutan Kalimantan.
  • Struktur kepemilikan perusahaan dialihkan ke entitas luar negeri (Malaysia, BVI, Hong Kong) menjadi sulit dilacak sejak 2022.

PT Mayawana Persada, perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi di Kalimantan Barat, kini tengah berada di bawah pengawasan ketat lembaga lingkungan global dan nasional.

Perusahaan yang menguasai konsesi seluas 136.710 hektare di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara ini dituding melakukan perusakan hutan alam secara masif, bahkan mencatatkan angka deforestasi terbesar di Indonesia pada tahun 2023.

Berikut adalah laporan mendalam mengenai dampak lingkungan, sanksi hukum, hingga struktur korporasi yang dinilai sengaja dibuat samar.

Rekor Buruk: Penghancuran Bentang Alam Mendawak

Berdasarkan laporan koalisi masyarakat sipil yang bertajuk “Pembalak Anonim” via Betahita, PT Mayawana Persada diduga kuat tengah menghancurkan Bentang Alam Mendawak. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2021–2023), wilayah tersebut kehilangan sekitar 33.070 hektare hutan alam—sebuah luasan yang setara dengan hampir setengah wilayah Singapura.

Puncak kerusakan terjadi pada 2023, di mana angka deforestasi melonjak drastis hingga 300 persen menjadi 16.118 hektare, dibandingkan dua tahun sebelumnya yang berada di angka 5.147 hektare.

Hilman Afif, Juru Kampanye Auriga Nusantara, mengungkapkan bahwa mayoritas penghancuran terjadi di lahan gambut kaya karbon. Aktivitas ini diperkirakan telah melepaskan 12,2 juta metrik ton emisi CO2 ke atmosfer.

Koalisi yang terdiri dari Walhi Kalbar, AMAN, dan Greenpeace menekankan bahwa pembalakan ini berlangsung sangat brutal karena menyasar area bernilai konservasi tinggi (NKT). Data menunjukkan:

  • 89.410 hektare dari izin perusahaan merupakan habitat penting bagi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
  • 83.060 hektare merupakan ekosistem gambut yang seharusnya dilindungi.

Aksi ini dinilai melanggar PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, yang melarang pembukaan lahan serta pembuatan drainase yang mengakibatkan gambut mengering.

Sanksi KLHK dan Aktivitas di Lapangan

Pada Maret 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebenarnya telah mengeluarkan perintah tegas untuk menghentikan seluruh operasi penebangan guna pemulihan lingkungan.

Namun, pemantauan lapangan oleh lembaga swadaya masyarakat menunjukkan bahwa aktivitas pembukaan lahan masih terus berlangsung pasca-perintah tersebut dikeluarkan.

Siapa Pemilik PT Mayawana Persada?

Sejarah kepemilikan PT Mayawana Persada awalnya cukup jelas di bawah kendali Grup Alas Kusuma. Namun, sejak akhir 2022, struktur kepemilikan perusahaan berubah menjadi sangat kompleks dan sulit dilacak.

Desember 2022: Separuh saham dialihkan ke Green Ascend (M) Sdn Bhd yang berbasis di Malaysia, yang dimiliki oleh entitas di British Virgin Islands.

Desember 2023: Sisa 50 persen saham lainnya dialihkan ke Beihai International Group Limited di Hong Kong, yang dikuasai perusahaan asal Samoa.

Karena British Virgin Islands dan Samoa tidak menyediakan akses informasi pemegang saham kepada publik, pemilik manfaat (beneficial owner) akhir perusahaan ini secara efektif menjadi anonim.

Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menilai struktur rumit ini berfungsi untuk melindungi pemilik asli dari risiko hukum dan kerusakan reputasi.

Meskipun strukturnya samar, laporan koalisi menemukan indikasi bahwa manajemen operasional PT Mayawana terhubung dengan jaringan bisnis Sukanto Tanoto, pemilik Grup Royal Golden Eagle (RGE).

Hal ini didasarkan pada kesamaan alamat dan aliran pasokan kayu hutan alam yang dikirim ke pabrik kayu lapis di Sumatra yang terafiliasi dengan RGE.

Menanggapi tudingan tersebut, pihak Asia Pacific Resources International Limited (APRIL), anak usaha RGE, menyatakan bahwa laporan tersebut belum terverifikasi dan menepis klaim adanya hubungan resmi antara RGE dengan PT Mayawana Persada sebagai pemasok serat.

Editor: M Nurhadi

Tag:  #profil #mayawana #persada #deforestasi #hutan #pemiliknya #yang #misterius

KOMENTAR