Prabowo Teken PP Pengupahan, Ini Rumus Kenaikan UMP 2026
- Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang mengatur rumus kenaikan upah minimum, mulai dari upah minimum provinsi (UMP) hingga upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, penetapan rumus tersebut dilakukan setelah Presiden Prabowo mempertimbangkan berbagai aspirasi, termasuk dari serikat pekerja.
Yassierli menjelaskan, Presiden Prabowo akhirnya memutuskan formula kenaikan upah minimum berupa inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan indeks tertentu.
“Akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah sebesar: inflasi + (pertumbuhan ekonomi x alfa),” kata Yassierli dalam keterangan resminya, Selasa (16/12/2025) malam.
Ia menyebutkan, indeks atau alfa dalam formula tersebut berada pada rentang 0,5 hingga 0,9. Indeks ini merepresentasikan kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan rumus tersebut, besaran kenaikan upah minimum di setiap daerah akan berbeda-beda, menyesuaikan kondisi ekonomi masing-masing wilayah.
Dewan Pengupahan Hitung, Gubernur Menetapkan
Perhitungan kenaikan upah minimum menjadi kewenangan Dewan Pengupahan Daerah. Hasil perhitungan itu kemudian diserahkan kepada gubernur sebagai rekomendasi penetapan.
“Perhitungan kenaikan upah minimum akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah,” ujar Yassierli.
Dalam PP tersebut juga ditegaskan, gubernur wajib menetapkan UMP dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Selain itu, gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) dan dapat menetapkan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
“Khusus untuk tahun 2026, gubernur menetapkan besaran kenaikan upah selambat-lambatnya tanggal 24 Desember 2025,” tutur Yassierli.
KSPI Tolak UMP 2026 Berbasis RPP Pengupahan
Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan menolak penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026 yang kemungkinan diumumkan pemerintah pada Selasa (16/12/2025).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, penolakan tersebut berkaitan dengan rencana penetapan UMP 2026 yang mengacu pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan.
“KSPI menolak peraturan pemerintah tentang pengupahan yang terbaru, dan menolak nilai kenaikan upah minimum 2026 yang berasal dari peraturan pemerintah yang dimaksud,” ujar Said dalam konferensi pers daring, Selasa (16/12/2025).
Buruh Nilai Tak Dilibatkan dalam Penyusunan RPP
Said menuturkan, kalangan buruh tidak banyak dilibatkan dalam proses penyusunan RPP Pengupahan. Ia menyebut, perwakilan KSPI di Dewan Pengupahan Nasional hanya mengikuti satu kali rapat pembahasan RPP tersebut.
Rapat itu berlangsung pada 3 November 2025 dengan durasi sekitar dua jam dan tidak membahas pasal demi pasal dalam RPP Pengupahan.
Menurut Said, minimnya pembahasan tersebut membuat pengesahan RPP Pengupahan terkesan dipaksakan.
“Jadi bagaimana mungkin sebuah peraturan yang mengatur tentang upah minimum berlaku mungkin 10 tahun, 15 tahun, tapi 10 tahun ke depan hanya dibahas satu hari. Itu pun dua jam, enggak masuk akal,” kata dia.
Definisi KHL dan Indeks Alfa Dipersoalkan
Alasan lain penolakan RPP Pengupahan, lanjut Said, berkaitan dengan definisi kebutuhan hidup layak (KHL) yang dinilai tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Ia mengatakan, definisi KHL dalam RPP tersebut mengabaikan 64 item kebutuhan hidup layak yang selama ini ditetapkan oleh Dewan Pengupahan.
Selain itu, KSPI juga menyoroti penetapan indeks tertentu atau alfa yang merepresentasikan kontribusi buruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan informasi yang diterimanya, indeks tersebut berada pada kisaran 0,3 hingga 0,8.
“KSPI menolak kenaikan upah minimum 2026 yang besarannya sekitar 4 sampai 6 persen kalau menggunakan indeks tertentu 0,3 sampai dengan 0,8,” tegas Said.